Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 16 April 2020

ANALISIS EKONOMI: Menjaga Daya Beli dan Rantai Pasokan (ARI KUNCORO)


KOMPAS/RIZA FATHONI

Pengurus RW 013 Kelurahan Pegangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara, mendistribusikan bantuan sosial ke rumah-rumah warga, Sabtu (11/4/2020) malam. Distribusi bantuan sosial langsung ke rumah warga di tingkat pengurus RT tersebut menjadi bagian dari langkah pemerintah sebagai jaring pengaman sosial seiring pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sesuai data yang diverifikasi, bantuan sosial berupa bahan pokok di DKI Jakarta dialokasikan untuk 2,6 juta jiwa (1,2 juta keluarga) senilai Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan. Bantuan serupa di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi akan diberikan kepada 1,6 juta jiwa (576.000 keluarga).

Kericuhan di satu negara di Asia pada hari pertama lockdown untuk mencegah penyebaran Covid-19 memberikan pelajaran, membuat kebijakan publik tidaklah sederhana. Masyarakat menjadi panik dan menyerbu toko-toko penjualan kebutuhan pokok untuk mempersiapkan diri menghadapi logistik bahan kebutuhan pokok yang terganggu. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat miskin di negara tersebut lebih takut mati karena tidak bisa makan sehingga bersedia menanggung risiko terjangkit virus untuk mencari nafkah. Kerusuhan sosial itu berpotensi mengganggu tujuan utama lockdown,yakni memutus rantai penyebaran.

Dalam kasus serupa, di beberapa negara lain yang tergolong berpendapatan per kapita tinggi, dengan kepemilikan senjata api diperbolehkan oleh peraturan, masyarakat ada yang bergegas membeli senjata api untuk perlindungan diri.

Manajemen ekspektasi

Lucas (1972) yang memperoleh Nobel tahun 1995 mengatakan, kebijakan publik sering mengasumsikan publik sebagai pelaku pasif. Asumsi ekspektasi masyarakat yang dinamis ini memaksa pembuat kebijakan untuk meninjau kembali praktik-praktik ini karena masyarakat yang kena dampak kebijakan mempunyai fungsi reaksi (perilaku) yang membuat mereka dapat bereaksi sedemikan rupa sehingga suatu kebijakan menjadi tidak efektif. Untuk itu diperlukan manajemen ekspektasi masyarakat.

Kata lockdown, walau maksudnya baik untuk memutus rantai penularan, mempunyai efek pemberitahuan (announcemet effect) yang negatif. Pertama, bagi orang awam, kata tersebut berasal dari bahasa asing yang artinya tidak terlalu dipahami. Tidak mengherankan jika dalam foto-foto yang viral di media sosial ada masyarakat yang menutup jalan masuk ke permukiman dengan menggantungkan tanda sedanglockdont, bahkan sedang download. Kedua, masalah persepsi, bukan hanya lalu lintas manusia, melainkan juga lalu lintas barang akan dihentikan atau paling sedikit terhambat sehingga akan menimbulkan kelangkaan yang mendorong kenaikan harga-harga. Dapat dimengerti, pemerintah berhati-hati memilih kata-kata yang akan digunakan untuk judul payung kebijakan.

Sebagai alternatif pemecahan, pemerintah menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Berbeda dengan lockdown total, yakni orang tidak boleh keluar rumah dan transportasi harus berhenti, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, penekanan PSBB adalah mencegah penularan dengan membatasi jumlah orang di angkutan umum, membatasi angkutan penumpang antardaerah, menjaga jarak, bekerja dan belajar dari rumah, serta membatasi kegiatan masyarakat yang melibatkan kerumunan. Misalnya, PT KAI Daop I Jakarta mengurangi drastis jumlah kereta api jarak jauh sehingga tinggal 7 perjalanan sehari. Sistem logistik barang kebutuhan sehari-hari akan tetap berjalan untuk membuat sisi rantai belanja dan produksi tetap berfungsi. Singkat kata, masih ada celah bagi masyarakat untuk mencari rezeki.

Menjaga habitat

Habitat sosio-ekonomi perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Di sisi permintaan, agregat untuk menjaga daya beli masyarakat, secara keseluruhan disiapkan jaring pengaman sosial  Rp 110 triliun. Untuk menjaga rantai pasok, perbankan memberikan relaksasi kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah yang modal kerja serta permintaan terhadap produknya merupakan kunci keberlangsungan usaha. Pada implementasi PSBB di Jakarta, direncanakan setiap rumah tangga akan mendapat bantuan rutin bahan pokok setiap minggu. Dalam situasi sulit, kreativitas manusia biasanya akan timbul. Misalnya, pasar tradisional di Ujung Berung, Kabupaten Bandung, sudah menerapkan transaksi tanpa tatap muka melalui aplikasi Whatsapp. Hal ini juga ditiru beberapa peritel modern lain, termasuk memanfaatkan transaksi dalam jaringan. Sangatlah baik jika pemerintah daerah berperan mempertemukan permintaan dan suplai transportasi daring ini. Hal ini sangat menyejukkan karena sungai nafkah tetap mengalir walau alirannya kecil, tidak seperti saat musim hujan.

Dana Moneter Internasional (IMF), tanpa menyebutkan angka yang spesifik, meramalkan pertumbuhan ekonomi dunia akan negatif pada 2020. Sementara Moody's memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia negatif 5 persen. Negara-negara maju akan mengalami kontraksi perekonomian 2 persen, dengan zona mata uang euro akan tumbuh negatif 2,2 persen. Pemulihan cepat ala huruf V (V recovery) diperkirakan sulit terjadi karena kerusakan yang ditimbulkan perang dagang sebelumnya. Pemulihan ekonomi diperkirakan akan berbentuk seperti huruf U, bahkan tidak mustahil seperti huruf L, jika sistem rantai daya beli dan rantai pasokan masyarakat hancur atau dikorbankan. Pelajaran dari kota yang lockdown-nya sudah dicabut menunjukkan, masyarakat sulit membelanjakan uang karena toko-toko dan pasar-pasar masih tutup. Atau jika buka, tidak menjual barang kebutuhan yang diinginkan. Di lain pihak, penjual, produsen, petani, bahkan restoran tidak dapat buka atau berjualan karena rantai pasokan penyedia kebutuhan input untuk produksi sudah rusak, bahkan hancur.

Bukan merupakan kebetulan kalau Economist Intelligence Unit (EIU) meramalkan hanya tiga negara yang masih mengalami pertumbuhan ekonomi positif di Asia, yakni Indonesia, China, dan India. Ketiganya mempunyai jumlah penduduk dan sektor perdesaan/informal yang besar. Namun, pertumbuhan positif ini akan sangat tergantung dari kemampuan negara-negara tersebut mempertahankan daya beli masyarakat dan rantai pasokan yang sebagian besar ada di sektor informal. Di sektor itu, ada usaha kecil dan mikro yang berpendapatan tidak tetap.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pekerja di sektor informal sampai dengan Agustus 2019 sekitar 70,49 juta orang atau 55,72 persen  dari jumlah orang yang bekerja. Sebagian besar bekerja dengan status berusaha sendiri dan berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap dan buruh tidak dibayar (pekerja keluarga). Secara sektoral, mereka bekerja di pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan. Hal ini terutama industri makanan, memiliki posisi unik karena mempunyai kaitan ke depan (forward linkage) dengan sektor perdagangan dan kaitan ke belakang (backward linkage) dengan sektor pertanian. Sejak  2013, industri makanan tumbuh 2-3 persen di atas rerata sektor manufaktur. Sektor ini diperkirakan akan menjadi salah satu lokomotif pemulihan penghidupan masyarakat setelah pandemi ini berakhir.

Dalam penanggulangan penyebaran pandemi Covid-19, ada empat hal yang dianggap penting, yaitu memutus mata rantai penyebaran, menjaga solidaritas sosial, menjaga ketertiban umum, dan menjaga penghidupan masyarakat. Hal terakhir sangat diperlukan untuk menjaga agar tujuan memutus mata rantai infeksi dapat tercapai. Sistem kesehatan, baik untuk pencegahan maupun pengobatan, hanya dapat berjalan karena partisipasi masyarakat sehingga perlu pengelolaan ekspektasi dan menjaga jaring pengaman sosial sampai ke penerima. Sebab, kredibilitas kebijakan ditentukan oleh implementasi di lapangan.

Kompas, 14 April 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger