Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 20 April 2020

PANDEMI COVID-19: Covid-19 dan Momentum Mengubah Struktur Ekonomi (AGUS HERTA SUMARTO)


KOMPAS/LASTI KURNIA

Aktivitas  bongkar-muat kontainer di Terminal Operasi 3, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (20/2/2020). Badan Pusat Statistik mencatat nilai ekspor dan impor nonmigas ke dan dari China mengalami penurunan pada Januari 2020.

Tidak ada yang mengira bahwa Covid-19 akan menjadi pandemi global dalam waktu yang sangat cepat. Hanya dalam waktu tidak lebih dari empat bulan, virus Covid-19 telah menjangkiti lebih dari 200 negara dengan jumlah yang terinfeksi lebih dari 1,3 juta orang dan menewaskan lebih dari 70.000 orang. Bahkan, sebaran virus Covid-19 ini telah meluluhlantahkan hampir semua aktivitas umat manusia di seluruh penjuru dunia.

Saat ini, virus Covid-19 bukan lagi hanya sekadar masalah kesehatan. Efek yang paling ditakutkan dari pandemi Covid-19 ini adalah lumpuhnya sistem perekonomian secara global. Virus Covid-19 ini telah menyeret perekonomian global ke sisi jurang krisis ekonomi yang diperkirakan sangat dalam. Bahkan, beberapa negara telah memperlihatkan gejala kelumpuhan ekonominya dengan pemberlakuan penguncian (lockdown) terhadap seluruh aktivitas perekonomiannya.

Kelumpuhan ekonomi yang dimulai dari China telah menjalar ke hampir semua negara di dunia. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, kelumpuhan ekonomi China akibat Covid-19 akan berdampak sangat besar terhadap perkembangan ekonomi dunia.

Aktivitas perdagangan global akan melambat sebagai akibat dari menurunnya permintaan dan penawaran barang dan jasa dari China. Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) telah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2020 dari 3,3 persen menjadi 3,1 persen sebagai dampak dari mewabahnya Covid-19.

Kelumpuhan ekonomi yang dimulai dari China telah menjalar ke hampir semua negara di dunia.

Dampak ekonomi

Sebagai negara yang memiliki hubungan ekonomi yang sangat besar dengan China, Indonesia juga terkena dampak baik secara langsung (direct impact) maupun tidak langsung (indirect impact) dari mewabahnya virus Covid-19 tersebut. Bahkan, pemerintah memperkirakan, penurunan 1 persen pertumbuhan ekonomi China dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia minimal 0,6 persen.

Terdapat dua sektor ekonomi yang secara langsung terkena dampak dari mewabahnya Covid-19 ini, yaitu sektor pariwisata dan sektor industri penerbangan. Mewabahnya Covid-19 akan mengurangi jumlah wisatawan luar negeri yang berasal dari China secara signifikan.

Padahal, selama 2019, jumlah wisatawan dari China ke Indonesia mencapai 12,87 persen dari total seluruh wisatawan luar negeri yang datang ke Indonesia, lima besar bersama wisatawan dari Australia, Jepang, Malaysia, dan Singapura.

Selain melalui sektor pariwisata dan industri penerbangan, dampak penyebaran virus Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia bisa melalui kegiatan perdagangan. Nilai impor Indonesia dari China selama 2019 mencapai 44,9 miliar dollar AS atau 26,3 persen dari total impor Indonesia.

Sebagian barang impor tersebut merupakan barang bahan baku untuk sektor industri manufaktur. Penurunan impor bahan baku tentunya akan menghadang laju pertumbuhan sektor industri manufaktur di Indonesia yang selama ini menjadi penopang utama sektor ketenagakerjaan.

Bahkan, kinerja sektor keuangan juga akan terkena imbas dari menurunnya kinerja sektor industri. Kinerja sektor keuangan yang selama ini menjadi pendorong sektor industri akan mengalami penurunan.

Melambatnya ekspansi bisnis sektor industri akan menurunkan permintaan pembiayaan di sektor keuangan yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan kinerja sektor keuangan. Pasar saham, obligasi, dan perbankan akan menjadi industri keuangan yang secara langsung merasakan dampak negatif dari pandemi Covid-19 ini.

Ubah struktur ekonomi

Besarnya dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia memperlihatkan bahwa perekonomian Indonesia memiliki tingkat risiko yang sangat tinggi. Sistem perekonomian Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat kuat terhadap kinerja perekonomian China baik dari sisi impor maupun ekspor. Beberapa bahan baku/penolong untuk sektor industri manufaktur seperti komponen elektronik, produk besi dan baja, serta besi baja masih diimpor dari China.

Hal yang sama juga terjadi pada sisi ekspor. China masih menjadi negara tujuan utama untuk hampir seluruh komoditas ekspor Indonesia. Walaupun Indonesia memiliki hubungan dagang dengan negara lain, tetapi proporsinya relatif kecil dan tidak begitu signifikan baik dalam volume ataupun nilai. Hal ini menjadikan China memiliki peran yang sangat dominan dalam sistem perdagangan Indonesia.

China masih menjadi negara tujuan utama untuk hampir seluruh komoditas ekspor Indonesia.

Tingginya ketergantungan Indonesia terhadap perekonomian China bukanlah kondisi yang ideal. Struktur ekonomi Indonesia akan sangat rapuh dan tidak akan mampu bertahan terhadap berbagai gelombang perubahan yang datang dari luar terutama dari China.

Oleh karena itu, pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini seharusnya bisa menjadi momentum ekonomi untuk mulai mengubah struktur ekonomi Indonesia terutama sektor industri.

Sektor industri dan perdagangan Indonesia tidak boleh lagi memiliki ketergantungan hanya di satu atau beberapa negara saja. Indonesia harus memiliki beberapa alternatif negara yang menjadi sumber penyedia bahan baku/penolong sektor industri. Walaupun hal ini akan meningkatkan biaya produksi karena permasalahan skala ekonomi, tetapi tingkat risiko yang dimiliki Indonesia akan jauh berkurang sehingga kepastian produksi akan tetap terjaga.

Bahkan, dalam jangka waktu tertentu, Indonesia harus bisa mengembangkan bahan baku industri substitusi impor. Bahan baku industri yang selama ini dipenuhi dari impor harus mulai diganti oleh bahan baku yang berasal dari dalam negeri sehingga bisa tercipta kemandirian industri yang bernilai ekonomi tinggi.

Di sisi lain, ekspor Indonesia juga tidak boleh hanya terbatas di satu atau beberapa negara. Indonesia harus memiliki pasar yang beragam yang mampu menyerap seluruh komoditas ekspor Indonesia, terutama untuk produk-produk sektor industri manufaktur.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN

Proses ekspor ikan dari Pelabuhan Yos Sudarso, Kota Ambon, Maluku pada Senin (16/3/2020). Ekspor dengan tujuan Sri Lanka itu terjadi di tengah korona baru melanda dunia. Maluku mencatat kenaikan ekspor ikan hingga lebih dari empat kali lipat.

Oleh karena itu, pembangunan sektor industri diarahkan pada pengembangan produk yang berorientasi pasar ekspor di mana para pelaku industri didorong untuk memproduksi produk-produk yang berdaya saing sehingga bisa menciptakan pasar yang efisien.

Selain itu, pemerintah juga harus membuat berbagai program yang dapat mendorong pertumbuhan sektor industri yang berdaya saing seperti menciptakan good governance dalam tata kelola perizinan sehingga menciptakan efisiensi birokrasi.

Perubahan struktur ekonomi ini bukanlah hal yang mudah, diperlukan usaha kolektif dari semua pelaku ekonomi Indonesia untuk mewujudkannya. Perubahan struktur ekonomi ini bisa menjadi langkah nyata dalam mengurangi tingkat risiko ekonomi Indonesia yang saat ini masih sangat tinggi. Jika krisis ekonomi kembali terjadi di masa yang akan datang, Indonesia akan jauh lebih siap dan jauh lebih kuat dalam menghadapinya.

(Agus Herta Sumarto, Dosen FEB UMB dan Ekonom Indef)

Kompas, 17 April 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger