Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 07 April 2020

PANDEMI COVID-19: Mudik di Tengah Wabah Covid-19 (HARI KUSNANTO)


KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Para perantau memasuki Terminal Pasar Lembang, Kota Tangerang, Banten, untuk berburu tiket bus pulang ke kampung halaman, Sabtu (28/3/2020).

Mudik di tengah menyebarnya Covid-19 tidak dianjurkan, tetapi aliran mudik kali ini sulit dibendung. Pengalaman krisis ekonomi 1998, mereka yang kehilangan pekerjaan di kota-kota besar memilih berjuang di daerah, khususnya di desa, untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kegiatan ekonomi di kota sudah sangat melambat, masyarakat tidak mampu lagi menyiasati penghidupan mereka jika tetap bertahan di daerah perkotaan.

Masalahnya menjadi tidak sederhana ketika mudik dikhawatirkan membawa gelombang baru penularan virus korona kepada penduduk yang tidak memiliki kekebalan. Pada saat ini, lebih dari 70 persen kasus-kasus Covid-19 yang dilaporkan berasal dari Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, sementara tujuan mudik berada di luar wilayah-wilayah wabah tersebut.

Menurut Google Mobility Report, dibandingkan median mobilitas selama lima minggu (dari 3 Januari sampai 6 Februari, 2020), pada akhir Maret 2020 diperkirakan telah terjadi penurunan mobilitas di Indonesia. Penurunan mobilitas berkisar 15 persen (tempat kerja) sampai 54 persen (stasiun, halte, terminal transportasi publik). Sementara peningkatan mobilitas 15 persen terpantau di wilayah permukiman.

Tren kematian akibat Covid-19

Masyarakat di daerah berangsur sadar akan bahaya penularan virus korona, ada yang sedemikian agresif dalam membubarkan kerumunan dan menutup kampung sebagai upaya karantina lokal. Jumlah kematian akibat Covid-19 di Indonesia memang benar paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, tetapi tren kematian sebenarnya tergolong landai, menyerupai Malaysia, Filipina, dan Thailand, bahkan Korea Selatan yang dikenal sukses memerangi wabah Covid-19.

Kegiatan ekonomi di kota sudah sangat melambat, masyarakat tidak mampu lagi menyiasati penghidupan mereka jika tetap bertahan di daerah perkotaan.

Optimisme ini didukung data tren jumlah kematian yang tidak menunjukkan suatu ledakan kematian akibat Covid-19, seperti di Italia dan Spanyol, sebuah apresiasi atas perjuangan para dokter dan perawat ketika sering mereka hanya mengenakan alat pelindung diri yang tidak optimal.

Skenario yang tidak diharapkan dapat terjadi jika pergerakan manusia ke arah penduduk dengan kekebalan (herd immunity) rendah tidak mengindahkan anjuran pemerintah untuk jaga jarak dan tidak berkerumun, menutup bersin dengan lengan, memakai masker, dan sering mencuci tangan memakai sabun.

Pengalaman di China, pergerakan orang selama Tahun Baru China mengakibatkan penyebaran sumber infeksi, terutama di kota-kota yang terhubung dengan Wuhan. Begitu pula pergerakan orang dari Lombardi ke daerah lain di Italia telah menyebarkan virus korona sehingga menimbulkan ledakan kasus dan kematian yang luar biasa di negara tersebut. Pembatasan pergerakan di Lombardi sudah tidak lagi mampu membendung peningkatan kasus-kasus Covid-19 di seluruh Italia.

Pembatasan wilayah

Italia, Spanyol, dan Perancis menutup perbatasan dan memberlakukan lockdown secara ketat sampai sekitar pertengahan April. Orang harus mengisi formulir yang menjelaskan alasan mereka keluar rumah. Tentara dan polisi dikerahkan untuk mengawasi masyarakat. Kebijakan di Jerman agak lebih longgar dibandingkan dengan negara- negara Eropa yang lain, hanya menghentikan kehidupan publik dan menguatkan social distancing.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Penjagaan di gerbang akses masuk RW 8 di Kampung Menteng, Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Kamis (2/4/2020).

Amerika Serikat melaporkan jumlah kasus Covid-19 tertinggi, 57 persen di antaranya tinggal di New York dan negara-negara bagian di sekitarnya, yang mencerminkan pergerakan orang Trans-Atlantik secara masif sebagai sumber penularan. Presiden AS Donald Trump tak berani menutup New York dan sekitarnya, takut menimbulkan kekacauan ketika mesin ekonomi Amerika diperlambat secara drastik.

Jepang selama ini tidak melakukan pembatasan wilayah (lockdown) walaupun pemerintah mempertimbangkan untuk melakukannya jika wabah menjadi sulit terkendali. Korea Selatan dianggap sukses tanpa melakukan pembatasan wilayah. India gagal melaksanakan lockdown karena banyaknya migran perkotaan dan tunawisma dalam jumlah besar berbondong menuju daerah perdesaan, berpotensi menyebarkan virus korona ke daerah yang luas.

Filipina melakukan lockdown kota Manila dan Pulau Luzon, di bawah ancaman tembak di tempat bagi pembangkang, dengan harapan dapat meredakan wabah Covid-19. Orang miskin di Filipina yang meliputi hampir seperempat jumlah penduduk harus berjuang untuk tidak mati kelaparan.

Bagaimana dengan Indonesia ketika sebagian penduduk sudah melakukan mudik dan dalam beberapa hari mendatang semakin banyak orang yang menuju kampung halaman mereka walaupun pemerintah sudah mencoba menghambatnya? Mayoritas (80 persen) mereka yang dapat menginfeksi virus korona kepada orang lain tidak menunjukkan gejala penyakit atau gejala ringan dan tidak dapat dikenali, kecuali dengan pemeriksaan laboratorium.

Mayoritas (80 persen) mereka yang dapat menginfeksi virus korona kepada orang lain tidak menunjukkan gejala penyakit atau gejala ringan dan tidak dapat dikenali, kecuali dengan pemeriksaan laboratorium.

Ketika Lombardi di Italia gagal membendung merebaknya Covid-19, Veneto, sebuah kota yang juga terletak di wilayah Italia utara, dapat meminimalkan jumlah kasus dan kematian akibat virus korona. Kunci keberhasilannya adalah melakukan pemeriksaan di komunitas, bahkan dapat dilakukan secara drive- through, tentu dengan perlindungan optimal petugas laboratorium.

Seorang dokter di Veneto menggambarkan perjuangan para petugas kesehatan seperti pemain boling yang harus melihat pin di ujung lajur permainan untuk dapat menjatuhkannya dan mencapai strike.

Sebanyak mungkin sumber penularan harus dapat dikenali dan diisolasi untuk menghentikan kasus-kasus baru. Korea Selatan telah sukses menghentikan wabah Covid-19 dengan pemeriksaan cepat secara massal tanpa melakukan pembatasan wilayah. Indonesia juga akan melakukan hal yang serupa. Virus korona ini lebih cepat dari birokrasi, kata pejabat dinas sosial di Italia. Semoga birokrasi, tenaga kesehatan dan masyarakat, khususnya di daerah mudik, dapat lebih cepat dari virus korona.

Beberapa desa menyiapkan kedatangan para pemudik dengan kearifan lokal masing-masing. Sebuah desa di dekat lereng Merapi menyiapkan rumah- rumah untuk penduduk setempat yang diketahui sehat, sementara rumah mereka digunakan untuk karantina saudara mereka masing-masing yang datang mudik.

Beberapa desa mulai menggalang dana untuk menyiapkan lumbung pangan. Di sebuah perumahan padat telah dibuka akses internet melalui router wifi yang digunakan bersama, atau tethering (phone-as-modem) yang dimanfaatkan untuk berkomunikasi secara virtual sehingga membatasi kontak fisik. Ada kepala desa yang membagikan sabun kepada keluarga-keluarga yang membutuhkan. Beberapa keluarga menggantungkan makanan kering di pagar bagi siapa saja yang membutuhkan.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Petugas pemadam kebakaran membantu penyemprotan disinfektan untuk mengantisipasi penyakit Covid-19 di lingkungan SDN 05, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan, Kamis (26/3/2020).

Kreativitas menghadapi fenomena mudik tak hanya diperlukan oleh masyarakat di suatu wilayah tujuan mudik. Petugas kesehatan masyarakat perlu mengembangkan inovasi sistem pemantauan wilayah setempat untuk cermati pergerakan orang, dengan memanfaatkan teknologi informasi. Sebagaimana sebaran ODP (orang dalam pemantauan), PDP (pasien dalam pengawasan), dan pasien positif dapat dipantau saat ini dengan memilih radius 3 kilometer, 5 kilometer, dan lain-lain, kerumunan orang (pemudik atau bukan) dapat pula dipetakan dengan memanfaatkan teknologi informasi geografik yang sama.

Aplikasi yang dikembangkan pemerintah dengan nama LindungiPeduli segera dapat dimanfaatkan untuk mengetahui jika kita berada di dekat ODP atau OTG (orang tanpa gejala) yang telah terpapar pasien positif virus korona.

Ketika pemerintah dan masyarakat, terutama petugas rumah sakit, masih berkutat dengan mengamankan pasien dan petugas rumah sakit dari penularan virus korona dan komplikasi penyakit Covid-19 yang bisa berakhir fatal, fenomena mudik yang dihambat, tetapi sulit dicegah, mengharuskan petugas kesehatan dan masyarakat untuk bersama mencermati dan mengimplementasikan secara lebih ketat upaya-upaya pencegahan transmisi virus korona.

Pendekatan berpusat komunitas (community-centered) harus menyertai penanganan berpusat pasien (patient-centered), tidak cukup dengan wacana "Anda tinggal di rumah buat kami, saat kami bekerja untuk Anda".

(Hari Kusnanto Guru Besar Departemen Kedokteran Keluarga dan Komunitas Universitas Gadjah Mada)

Kompas, 6 April 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger