Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 16 April 2020

Stres Melemahkan Kekebalan Tubuh (ATIKA WALUJANI MOEDJIONO)


DRAWING/ILHAM KHOIRI

Atika Walujani Moedjiono, wartawan Kompas

Pandemi Covid-19 membuat kehidupan berubah drastis. Banyak yang terpapar virus dan sebagian di antaranya tak tertolong. Kekhawatiran tertular virus korona membuat kita paranoid.

Siapa pun bisa menjadi pembawa virus, baik yang sedang bersin, batuk, pilek maupun yang tanpa gejala. Belum lagi kekhawatiran terkait masalah finansial akibat berlarutnya pandemi yang mengharuskan pembatasan sosial dan berujung pada melambatnya roda perekonomian.

Ketidakpastian kapan situasi bakal berakhir dan bagaimana kondisi masa depan, ditingkahi berbagai informasi, rumor serta hoaks, membuat kita menjadi gamang, sedih, cemas, dan stres. Padahal, kecemasan dan stres justru menekan sistem kekebalan tubuh dan membuat mudah sakit.

Sistem kekebalan tubuh adalah kumpulan miliaran sel yang bergerak melalui aliran darah. Sel-sel kekebalan masuk dan keluar jaringan dan organ serta menjaga tubuh terhadap benda asing (antigen), seperti bakteri, virus dan sel kanker.

Jenis utama sel kekebalan adalah sel darah putih. Ada dua jenis sel darah putih, yakni limfosit dan fagosit.

Kajian Saul A McLeod dalam laman Simplypsychology.org, 2010, menyatakan, saat stres, kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan antigen berkurang.

Akibatnya, kita lebih rentan terhadap infeksi. Penyebabnya, hormon yang diproduksi tubuh saat stres, yakni kortikosteroid, menekan efektivitas sistem kekebalan tubuh, antara lain dengan menurunkan jumlah limfosit.

Hal itu dibuktikan Janice Kiecolt-Glaser dan kolega dari Institut Riset Kedokteran Perilaku Ohio, Amerika Serikat, tahun 1984, yang meneliti pengaruh stres saat ujian terhadap sistem kekebalan tubuh.

Penurunan jumlah sel T membuktikan bahwa stres mengurangi efektivitas sistem kekebalan tubuh.

Peneliti mengambil contoh darah 75 mahasiswa kedokteran tahun pertama. Contoh darah pertama diambil satu bulan sebelum ujian (stres relatif rendah). Yang kedua diambil saat ujian berlangsung (stres tinggi).

Hasilnya, darah yang diambil sebelum ujian mengandung lebih banyak sel T dibandingkan darah yang diambil saat ujian. Sel T adalah salah satu jenis limfosit yang bekerja sama dengan makrofag (salah satu jenis fagosit) untuk melawan virus atau bakteri.

Jika makrofag menyerang benda asing secara umum, sel T bekerja dengan menghancurkan sel tubuh yang terinfeksi benda asing. Penurunan jumlah sel T membuktikan bahwa stres mengurangi efektivitas sistem kekebalan tubuh.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Di tengah situasi pandemi Covid-19, sangat penting menjaga pikiran terhindar dari stres. Stres dapat mengganggu sistem kekebalan sehingga tubuh rentan terhadap infeksi.

Hal lain, saat seseorang merasa cemas dan stres, menurut artikel di laman Healthline.com, otak akan membanjiri sistem saraf dengan hormon kortisol dan adrenalin untuk membantu merespons ancaman.

Hormon ini akan meningkatkan denyut nadi dan laju pernapasan sehingga otak mendapatkan lebih banyak oksigen. Tujuannya, mempersiapkan tubuh untuk merespons situasi yang mengancam. Jika stres berlalu, tubuh kembali berfungsi normal.

Namun, jika stres dan kecemasan terus terjadi, tubuh tidak kunjung mendapat sinyal untuk berfungsi normal. Kondisi ini akan mengganggu sistem kekebalan sehingga tubuh rentan terhadap infeksi. Selain itu, aktivitas kortisol yang berkelanjutan bisa menyebabkan gangguan pada sistem gastrointestinal.

Kajian meta analisis Jennifer Morey dan kolega dari Universitas Kentucky yang dimuat di jurnal Current Opinion Psychology, 1 Oktober 2015, menyatakan, stres psikologis dapat merusak sistem kekebalan tubuh. Penyebabnya, stres meningkatkan kadar sitokin proinflamasi (zat yang menimbulkan peradangan) dalam darah.

Peradangan diperlukan untuk mematikan patogen dan memulai penyembuhan. Namun, peradangan dalam jangka lama akan mengganggu sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penyakit, termasuk aterosklerosis (penumpukan plak di dinding pembuluh darah yang menyebabkan gangguan jantung dan strok), aktivasi virus laten atau virus yang dorman dalam tubuh, serta melemahnya kemampuan melawan kuman.

Mengatasi stres

Covid-19 merupakan tantangan besar kesehatan masyarakat yang harus disikapi secara serius, tetapi menghadapinya dengan rasa takut dan khawatir tidak banyak membantu. Menjaga kesehatan tubuh dapat mengurangi stres, membuat kita lebih tenang, dan bertindak efektif dalam masa sulit ini.

Memastikan kecukupan waktu tidur adalah penting, demikian laman Mayo Clinic. Tidur memberikan kesempatan tubuh untuk memulihkan dan mengganti jaringan yang rusak. Tidur yang cukup dan nyenyak juga menciptakan suasana hati yang baik.

Cara lain dengan melakukan aktivitas fisik dan olahraga teratur. Olahraga yang bisa dilakukan, antara lain jalan cepat atau lari di lapangan yang memungkinkan menjaga jarak dengan orang lain, menggenjot sepeda statis atau menari.

Baca juga: Sejarah Panjang Virus Korona

Bekerja di rumah atau harus tinggal di rumah memberikan kita kesempatan untuk melakukan hobi memasak, menata ulang dekorasi rumah, atau berkebun yang juga merupakan aktivitas fisik dan menyenangkan.

Untuk menjaga kesehatan, pastikan pola makan seimbang, serta mengurangi asupan lemak, gula, dan garam. Hindari rokok karena rokok mengganggu paru. Infeksi virus korona berdampak pada paru. Karena itu, perokok akan berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi parah.

Saat begitu banyak hal yang tidak pasti dan berada di luar kendali, salah satu cara paling efektif untuk mengatasi kecemasan dan stres adalah fokus pada hal-hal yang ada dalam kendali kita.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Warga mencuci tangan di wastafel sebelum keluar dari Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Senin (23/3/2020). Menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan dengan air dan sabun, mengenakan masker di tempat umum, merupakan upaya agar tidak terpapar Covid-19.

Yang utama adalah memahami cara menjaga diri dan keluarga agar tidak terjangkit Covid-19. Misalnya, menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan dengan air dan sabun, membersihkan benda-benda yang banyak dipegang dengan disinfektan, mengenakan masker saat keluar rumah dan bertemu orang lain, tidak berada dalam kerumunan, dan menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain.

Kemudian, terima perasaan Anda. Beri waktu untuk memperhatikan dan mengungkapkan apa yang Anda rasakan. Bisa mengobrol dengan orang lain, menulis buku harian, serta menyalurkan emosi menjadi hal kreatif, seperti melukis, menulis puisi, atau bermusik. Latihan meditasi dapat membantu untuk tetap tenang di tengah badai emosi.

Baca juga: Lomba Cepat Membuat Vaksin Covid-19

Untuk menjaga ketenangan pikiran, kurangi menonton dan membaca berita atau berselancar di media sosial terkait Covid-19. Baca dan cari informasi hanya dari sumber tepercaya dan terverifikasi.

Sediakan waktu untuk bersantai, membaca buku yang menyenangkan, mendengarkan musik, meditasi atau apa pun yang membuat Anda tenang dan senang. Tingkatkan kehidupan spiritual agar mampu berserah diri dan merasa nyaman.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN (HAS) 10-04-2020

Aparat Polda Metro Jaya memeriksa kendaraan yang memasuki wilayah DKI Jakarta di Jalan Ciputat Raya, Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Pembatasan sosial berskala besar di wilayah DKI Jakarta untuk menekan penyebaran Covid-19 berlangsung hingga 23 April 2020.

Meski tidak bertemu secara fisik, kita bisa tetap menjaga hubungan dengan saudara, tetangga, dan teman-teman dekat, lewat berbagai aplikasi, telepon serta panggilan video. Yang pasti, keharusan tinggal di rumah memberikan kesempatan untuk berinteraksi lebih baik dan intensif dengan anggota keluarga.

Untuk mengalihkan pikiran dari rasa khawatir, ada baiknya mulai menoleh ke orang lain. Misalnya, menghibur dan menenangkan mereka yang sedang sakit, lewat telepon atau panggilan video.

Jika ada rezeki berlebih, bisa membantu mereka yang sedang kesulitan dengan memberi kebutuhan sehari-hari, baik secara pribadi maupun mengorganisasikannya dengan tetangga serta teman untuk melakukan kegiatan tersebut.

Kalau kita mengisi waktu selama pembatasan sosial secara bijaksana, berpikir positif, menghitung nikmat dan bersyukur, kita tidak akan punya waktu untuk cemas dan stres. Dengan demikian, kita bisa tetap sehat fisik dan mental hingga masa sulit ini berlalu.


Kompas, 12 April 2020


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger