Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 10 April 2020

TAJUK RENCANA: Saatnya Mendekat ke Rakyat (Kompas)


KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Mural dan tulisan yang menyindir perilaku pejabat yang senang membuat janji tetapi sering ingkar janji menghiasi tembok di Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Rabu (8/4/2020).

Dalam rangka mengatasi pandemi Covid-19, banyak negara, bahkan dunia, menunda agenda besarnya. Mereka memusatkan seluruh kekuatan untuk melawan virus ini.

Ada sekitar 20 negara yang menunda agenda pemilihan umum atau lokal. Banyak agenda besar dunia, termasuk Olimpiade 2020 Tokyo, yang seharusnya digelar 24 Juli hingga 9 Agustus 2020 pun telah ditunda ke tahun 2021.

Pemusatan seluruh kekuatan semacam itu yang belum tecermin di negeri ini. Kendati pandemi kian menjadi, bahkan bisa tak terkendali, yang terlihat dari lonjakan kasus baru dan jumlah pasien meninggal hari demi hari, fokus bangsa ini masih saja terbagi.

Pandemi kian menjadi, fokus bangsa masih terbagi.

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak yang akan diadakan di 270 daerah pada 2020, hingga saat ini, belum ada dasar hukum untuk penundaan. Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah pun masih berencana melanjutkan pembahasan rancangan undang-undang yang banyak mengundang perdebatan dan menguras energi publik.

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) ataupun RUU Cipta Kerja yang disusun melalui metode omnibus law adalah beberapa di antaranya. Kelompok masyarakat sipil terus mendesak DPR dan Presiden agar menundanya, tidak terus dipaksakan (Kompas, 7/4/2020).

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Baliho penolakan kaum buruh terhadap RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menghiasi Jalan Gading Golf Boulevard, Desa Cihuni, Kecamatan Pagedangan, Tangerang, Banten, Minggu (5/4/2020).

Alasan normatif DPR adalah tidak mungkin menghentikan proses legislasi. Sementara alasan pragmatis, yang dikhawatirkan banyak pihak, boleh jadi adalah justru kejar tayang untuk menghindari sorotan publik.

Pandemi Covid-19 adalah sebuah fenomena global yang luar biasa. Penyikapannya pun semestinya tidak biasa-biasa. Alasan normatif sangatlah tidak tepat. Alasan pragmatis terlebih lagi. Di tengah situasi pandemi Covid-19, konsultasi publik pasti sangat terbatas. Memaksakan pengesahan RUU, apalagi masih banyak diperdebatkan, sungguh tidak bijaksana.

Dalam negara demokratis, tujuan ideal sebuah produk legislasi adalah untuk menata perikehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Konsultasi publik pun menjadi salah satu prasyaratnya. Proses legislasi yang benar menjadikan regulasi yang dihasilkan pun memiliki "roh", bukan sekadar kertas.

Regulasi bukan sekadar kertas.

Saat ini, semua elemen bangsa hendaknya memusatkan perhatian hanya pada satu hal, yaitu bagaimana agar bangsa ini dapat mengatasi pandemi secepat mungkin. Sesegera mungkin memutus mata rantai penularan yang sudah telanjur meluas serta menangani dengan cepat dan tepat yang terinfeksi. Berbagai agenda yang memperlambat pencapaian tujuan perlu ditangguhkan. Berbagai hal yang dapat mempercepat pencapaian perlu didorong.

Semakin lama bangsa ini mengatasi pandemi, semakin besar pula penderitaan rakyat. Taruhannya, nyawa puluhan ribu rakyat. Kini, seluruh rakyat mencemaskan ini dan mengharapkan badai sesegera mungkin berlalu. Saatnyalah semua elite di kekuasaan total football membantu rakyat. Mencegah penularan virus, kita perlu jaga jarak. Soal satu ini, para elite janganlah jaga jarak. Mendekatlah ke rakyat.

Kompas, 9 April 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger