Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 14 Mei 2020

PENYAKIT MENULAR: Pilek dan Influenza, Serupa tapi Tak Sama (ATIKA WALUJANI MOEDJIONO)


DRAWING/ILHAM KHOIRI

Atika Walujani Moedjiono, wartawan Kompas

Jika hidung mampet, tenggorokan gatal, dan kepala berdenyut-denyut, bisa jadi Anda ragu, ini gejala pilek biasa atau influenza. Kedua penyakit ini mirip gejalanya, tetapi akibatnya bisa berbeda jauh.

Di laman Healthline.com ada beberapa pedoman dasar untuk membedakan gejala pilek dan influenza.

Pada pilek, infeksi terjadi pada saluran pernapasan atas (hidung, tenggorokan, sinus, saluran eustachius, trakea, laring, dan saluran bronkial). Gejalanya berupa hidung mampet atau beringus (meler), bersin, batuk, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan nyeri badan.

Gejala pilek datang bertahap selama beberapa hari. Biasanya lebih ringan daripada influenza dan membaik dalam 7-10 hari.

Menurut Asosiasi Paru Amerika Serikat (ALA), lebih dari 200 virus bisa menyebabkan pilek. Penyebab terbanyak, menurut laman Mayo Clinic, adalah rhinovirus. Pilek sangat menular dan biasanya terjadi lewat percikan cairan bersin atau batuk di udara dan terhirup orang lain atau lewat virus yang menempel di permukaan benda yang banyak dipegang (meja, kursi, pegangan pintu). Saat orang kemudian memegang hidung, mulut atau mata, virus masuk menuju saluran pernapasan. Meski bisa berjangkit sepanjang tahun, umumnya orang di daerah tropis kena pilek di musim pancaroba atau musim hujan. Sementara di daerah subtropis, kasus pilek banyak terjadi di musim dingin.

Virus influenza bersirkulasi terus-menerus, menyebabkan epidemi musiman di daerah subtropis, dan epidemi sepanjang tahun di daerah tropis.

Adapun influenza adalah infeksi akut pada saluran pernapasan atas maupun bawah (paru). Penyebabnya adalah virus influenza.Virus bersirkulasi terus-menerus, menyebabkan epidemi musiman di daerah subtropis, dan epidemi sepanjang tahun di daerah tropis.

Gejalanya meliputi batuk kering, demam sedang hingga tinggi, sakit tenggorokan, menggigil kedinginan, nyeri otot dan badan, sakit kepala, hidung mampet dan beringus, rasa letih, mual, dan muntah. Pada anak-anak sering kali disertai diare.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Ibu hamil, anak balita, orang lanjut usia (65 tahun atau lebih tua), penderita penyakit kronis serta orang yang kekebalan tubuhnya rendah merupakan kelompok risiko tinggi mengalami sakit berat atau komplikasi jika terkena influenza.

Berbeda dengan pilek yang bertahap, gejala influenza terjadi secara akut dan bisa langsung parah. Umumnya penyakit berlangsung sekitar dua minggu dengan masa inkubasi 1-4 hari. Jika Anda merasa terkena influenza, sebaiknya segera ke dokter dalam 48 jam setelah timbul gejala untuk diperiksa dan mendapatkan pengobatan yang tepat.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada 4 tipe virus influenza, yakni A, B, C dan D.  Virus influenza A dan B bersirkulasi dan menyebabkan epidemi influenza musiman di dunia.

Virus influenza A lebih jauh diklasifikasikan menjadi subtipe berdasarkan kombinasi hemaglutinin dan neuraminidase, yaitu protein permukaan dari virus. Saat ini virus influenza yang sedang beredar pada manusia adalah subtipe A(H1N1) dan A(H3N2). Virus A(H1N1) sering ditulis sebagai A(H1N1)pdm09 karena menimbulkan pandemi tahun 2009.

Virus influenza B tidak diklasifikasikan menjadi subtipe, tetapi dibagi berdasar garis keturunan. Saat ini virus influenza B yang beredar merupakan keturunan Yamagata atau Victoria.

Virus influenza C jarang ada dan hanya menimbulkan infeksi ringan sehingga kurang dianggap penting. Adapun virus influenza D umumnya menginfeksi ternak dan tidak menimbulkan penyakit pada manusia.

Rentang penyakit influenza dari ringan hingga berat bahkan menimbulkan kematian. Umumnya yang perlu rawat inap atau meninggal adalah kelompok risiko tinggi, yakni ibu hamil, anak balita, orang lanjut usia (65 tahun atau lebih tua), penderita penyakit kronis (misalnya gangguan jantung, paru, ginjal, hati) serta orang yang kekebalan tubuhnya rendah (pengidap HIV/AIDS, penderita kanker, menjalani kemoterapi, minum steroid). Selain itu, tenaga kesehatan yang bekerja di tempat berisiko tinggi terkena influenza.

Bukan antibiotik

Pilek dan influenza disebabkan virus, bukan bakteri. Karena itu, antibiotik bukan obat yang tepat. Obat seperti antihistamin (anti alergi), pelega sumbatan hidung, asetaminofen, dan anti radang nonsteroid dapat mengurangi hidung mampat, rasa nyeri, dan gejala lain. Penderita disarankan minum banyak cairan untuk mencegah dehidrasi yang bisa memperburuk kondisi.

Sebagian orang memilih minum suplemen, seperti vitamin C, seng, atau obat tradisional (jahe, kunyit, kencur, jeruk nipis, cengkeh) untuk mencegah dan menyembuhkan pilek dan batuk.

Sebuah penelitian menunjukkan, pemberian suplemen seng dosis tinggi (80 mg) dalam 24 jam sejak gejala timbul, dapat memperpendek masa pilek. Penelitian lain memperlihatkan, vitamin D membantu mencegah pilek dan influenza.

Vitamin C belum terbukti mencegah pilek, tetapi jika dikonsumsi teratur bisa meringankan gejala pilek. Segera ke dokter jika pilek belum membaik setelah satu minggu, atau timbul demam tinggi. Bisa jadi ada infeksi sekunder oleh bakteri sehingga perlu antibiotik.

Bagi penderita influenza yang bukan dari kelompok risiko tinggi, pengobatan hanya diberikan untuk mengatasi gejala, misalnya obat penurun demam, penghilang rasa sakit. Penderita disarankan beristirahat di rumah untuk mengurangi penularan ke orang-orang lain. Sementara bagi penderita kelompok risiko tinggi yang penyakitnya bisa menjadi parah atau timbul komplikasi, perlu ditambah obat antivirus yang sesuai, misalnya oseltamivir yang harus diminum dalam 48 jam setelah timbul gejala.

Influenza sangat menular dan sama-sama ditularkan lewat percikan bersin atau batuk. Untuk mencegah penularan, disarankan menutup mulut dan hidung dengan tisu jika batuk atau bersin. Juga menerapkan pola hidup bersih, rajin mencuci tangan serta menghindari memegang mulut, hidung, dan mata.

Rempah-rempah, seperti kunyit, jahe, kencur, jeruk nipis, cengkeh biasa digunakan sebagai obat tradisional untuk mencegah dan menyembuhkan batuk pilek.Di dunia, epidemi influenza setiap tahun diperkirakan menyebabkan 3-5 juta orang sakit berat dan sekitar 290.000-650.000 meninggal akibat gangguan pernapasan, terutama pneumonia.

Di negara maju, yang berisiko tinggi mengalami gejala berat adalah orang lanjut usia. Sementara di negara berkembang, anak balita menjadi kelompok rentan dan banyak meninggal akibat infeksi pernapasan.

Akibat pandemi Covid-19, di mana diberlakukan pembatasan jarak, tahun ini kasus influenza menurun drastis. Pantauan WHO per 12 April 2020, di berbagai belahan dunia, jumlah kasus influenza bisa dibilang sangat rendah.

Belum populer

Vaksinasi influenza belum terlalu populer dan cenderung diabaikan masyarakat Indonesia. Padahal, itu merupakan cara paling tepat untuk mencegah influenza. Biasanya vaksin dibuat dari virus influenza yang dinonaktifkan. Vaksinasi perlu dilakukan setiap tahun mengingat kekebalan yang ditimbulkan dari vaksinasi berkurang dari waktu ke waktu.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, vaksin influenza bisa mencegah penyakit dan kunjungan dokter terkait penyakit itu. Sebagai gambaran, tahun 2017-2018, vaksinasi influenza mencegah sekitar 6,2 juta penyakit, 3,2 juta kunjungan ke dokter, 91.000 rawat inap, dan 5.700 kematian terkait influenza di AS.

Peneliti senior Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Guru Besar Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, David Handojo Muljono mengatakan, bagi orang dewasa sehat, vaksin influenza memberikan perlindungan bahkan jika tipe virus yang sedang beredar tidak sama dengan virus dalam vaksin.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Satu dari 120 atlet Indonesia untuk Asian Games Jakarta-Palembang 2018 diberikan vaksin influenza di Kementerian Pemuda dan Olahraga, Jakarta, Senin (16/7/2018). Tujuan pemberian vaksin itu untuk mengantisipasi virus flu menyerang atlet.

Pada orang lanjut usia, vaksin yang virusnya tidak sama dengan yang beredar memang kurang efektif mencegah penyakit, tetapi membantu mengurangi keparahan penyakit serta timbulnya komplikasi.

WHO merekomendasikan vaksinasi setiap tahun bagi ibu hamil, anak balita, orang lanjut usia (lebih dari 65 tahun), penderita penyakit kronis, serta petugas kesehatan.

Vaksin influenza paling efektif jika virus yang beredar sesuai dengan virus dalam vaksin. Karena virus influenza terus bersirkulasi dan bermutasi, Sistem Pengawasan dan Respons Influenza Global WHO (GISRS), yakni Pusat Influenza Nasional dan Pusat Kolaborasi WHO di seluruh dunia, terus memantau virus yang beredar dan memperbarui komposisi vaksin influenza dua kali setahun.

WHO terus memperbarui rekomendasi tentang komposisi vaksin (trivalen) yang menargetkan tiga jenis virus paling representatif dalam sirkulasi. Vaksin ini mengandung dua galur virus influenza A (H1N1 dan H3N2), serta satu galur virus influenza B.

Anak balita dan anak-anak divaksinasi di Puskesmas Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Senin (18/7/2016). Vaksin yang diberikan adalah vaksin DPT (Difteri Pertusis dan Anti-Tetanus), HB (Hepatitis B), dan HiB (Haemophilus Influenza type B) serta oral polio vaccine (OPV).

Sejak 2013-2014, komponen virus ke-4 direkomendasikan untuk mendukung pengembangan vaksin kuadrivalen. Dalam hal ini dimasukkan virus influenza B kedua sehingga diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih luas.

Sejumlah vaksin dari virus influenza non-aktif dan vaksin rekombinan tersedia dalam bentuk injeksi. Sementara vaksin dari virus influenza hidup yang dilemahkan tersedia dalam bentuk semprotan hidung. 

Tubuh perlu sekitar dua minggu setelah vaksinasi untuk memproduksi antibodi dan memberikan perlindungan terhadap infeksi virus influenza. Karena itu, sebaiknya vaksinasi dilakukan sebelum virus influenza menyebar. Kalau di Indonesia, bisa sebelum pergantian musim kemarau ke musim hujan. Dengan demikian, vaksinasi bisa efektif mencegah influenza.

Kompas, 12 Mei 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger