Sejumlah kalangan telah mengeluarkan pandangan tentang masa akhir wabah Covid-19. Ada yang memprediksi akan berakhir bulan Juni sehingga bulan Juli kondisi normal kembali. Prediksi ini berdasarkan laporan kasus positif yang mulai menurun di beberapa wilayah.
Namun, di sisi lain, ada banyak pakar yang mengingatkan bahwa sulit kemungkinannya masa akhir wabah bisa begitu cepat. Alasannya, sebaran wilayah terjangkit semakin meluas, demikian pula dengan jumlah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) juga masih terus meningkat.
Memang, tidak mudah memastikan kapan wabah berakhir. Yang penting adalah jangan sampai prediksi yang belum pasti ini membuat semua pihak abai dan lalai sehingga akhirnya meremehkan tingkat bahaya dan jangan-jangan malah memicu gelombang baru penularan.
Sudah seharusnya pemerintah bertanggung jawab maksimal untuk menghentikan sebaran. Penanganan korban juga harus semakin diperhatikan.
Memberikan kelonggaran dengan berbagai kebijakan baru justru bukan keputusan tepat.
Aridha Nur Salim
Pondok Asri Sudiang, Biringkanaya, Makassar 90242
Beribadah di Rumah
Pemerintah Indonesia telah mengimbau agar umat beragama berkontribusi mencegah penyebaran Covid-19, salah satunya dengan beribadah di rumah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga meminta kaum muslimin dan muslimah untuk beribadah di rumah.
Akan tetapi, saya perhatikan anjuran ini tidak selaras dengan apa yang ditayangkan media televisi. Saat berbuka puasa, hampir semua media televisi menayangkan seseorang yang sedang shalat di masjid meskipun ia sendirian.
Apakah tidak lebih elok dengan mempertunjukkan, misalnya, tentang keluarga yang terdiri dari bapak, ibu, dan anak melakukan shalat bersama di rumah?
Selain sejalan dengan imbauan pemerintah dan MUI, shalat dengan keluarga di rumah menunjukkan bahwa beribadah bisa di mana saja, termasuk di rumah bersama keluarga.
Zulkifli Nasution
Cilandak Timur, Jakarta Selatan
Didi Kempot
Meninggalnya sang maestro campur sari, Didi Kempot, meninggalkan duka mendalam bagi penggemarnya yang populer disebut Sobat Ambyar.
Mendengar cerita dari orang terdekat, almarhum tidak menunjukkan tanda-tanda menderita sakit. Bahkan, satu hari menjelang dipanggil Tuhan, ia tetap bekerja.
Kita semua sedih, tetapi juga mendapat pelajaran luar biasa dari kisah hidup Didi Kempot bahwa untuk mencapai kesuksesan butuh perjuangan dan kerja keras.
Didi Kempot memulai kariernya dengan menjadi pengamen jalanan di Kota Solo, baru kemudian hijrah ke Jakarta. Ia bertahun-tahun berjuang sebelum akhirnya memetik kesuksesan. Jelaslah bahwa keberhasilan tidak bisa serta-merta diperoleh.
Hingga kini, 700-an lagu diciptakan Didi Kempot. Beberapa lagu yang populer saat ini adalah "Banyu Langit", "Ambyar", "Cidro", "Suket Teki", "Stasiun Balapan", "Layang Kangen", dan "Pamer Bojo".
Ketika sang maestro menghadap Sang Khalik, jutaan penggemarnya sungguh kehilangan panutan sosok yang pekerja keras, baik budi, penuh empati, dan luhur.
Seperti diungkapkan pengiring setianya—sebagai penabuh gendang, yaitu Dory Harsa—Didi Kempot tidak pernah berkeluh kesah, padahal pengiringnya sudah capai. Didi Kempot adalah pejuang sejati di bidangnya.
Di tengah kejayaan, ia tetap sederhana. Kemuliaan hatinya terbukti dari Konser Amal dari Rumah bersama Kompas TV. Dalam acara yang berlangsung pada Sabtu (11/4/2020), Didi Kempot berhasil mengumpulkan Rp 7,6 miliar untuk membantu mengatasi Covid-19.
Selamat jalan Didi Kempot.
FX Triyas Hadi Prihantoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar