Pemerintah Arab Saudi akhirnya hari Senin (22/6) mengumumkan, tetap menyelenggarakan ibadah haji tahun 2020, dengan jumlah calon jemaah sangat terbatas dari warga yang berdomisili di Arab Saudi saja.
Bahkan, Menteri Urusan Haji dan Umrah Arab Saudi Mohammad Saleh bin Taher Benten, dalam konferensi pers hari Selasa (23/6), mengungkapkan, jumlah calon jemaah haji yang akan diizinkan melakukan ibadah haji tahun ini sangat terbatas, tidak lebih dari 10.000 orang.
Menurut Benten, hal itu dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19 yang masih menyebar luas di Arab Saudi dan seluruh dunia. "Masih dalam proses evaluasi tentang jumlah calon jemaah haji itu. Mungkin hanya 1.000 atau kurang atau lebih sedikit dari 1.000. Namun, tidak mungkin mencapai 10.000 dan apalagi ratusan ribu," lanjut Menteri Urusan Haji dan Umrah Arab Saudi itu.
Menurut Worldometer, jumlah positif Covid-19 di Arab Saudi hingga hari Rabu (24/6) mencapai 164.144, di antaranya 1.346 meninggal dunia dan 109.885 dinyatakan sembuh. Kurva positif Covid-19 di Arab Saudi per hari cukup tinggi mencapai rata-rata di atas 3.000. Kementerian Kesehatan Arab Saudi menyampaikan, korban positif Covid-19 pada hari Selasa (23/6/2020) mencapai jumlah 3.139 orang. Arab Saudi merupakan episentrum Covid-19 terbesar ketiga di Timur Tengah, setelah Iran dan Turki.
Pengumuman Arab Saudi tetap berkeras menggelar ibadah haji di tengah pandemi Covid-19 itu sesungguhnya sebuah pesan besar dari keluarga besar al-Saud yang berkuasa di Arab Saudi bahwa ibadah haji adalah pilar kekuasaan dan sekaligus pertaruhan citra mereka.
Ada tiga pilar kekuasaan keluarga besar al-Saud yang berada di balik berdirinya negara Arab Saudi modern tahun 1932, yaitu satuan elite Garda Nasional (SANG), minyak, dan haji. Tiga pilar tersebut sebagai penyangga utama negara Arab Saudi yang didirikan Raja Abdelaziz tahun 1932 itu, meraih kejayaan dan kemakmuran sehingga menjadi negara paling berpengaruh di dunia Arab dan Islam.
Arab Saudi dengan penduduk 34.218.169 berkat Garda Nasional, minyak dan haji, berhasil menjadi anggota G-20, yakni kelompok 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Arab Saudi kini memiliki GDP (produk domestik bruto/PDB) 779.289 miliar dollar AS atau urutan ke 18 terbesar di dunia, dan pendapatan per kapita 23.566 dollar AS per tahun atau urutan terbesar ke-35 di dunia.
Pencapaian ekonomi Arab Saudi yang cukup fantastis itu, tentu tidak semudah membalik tangan. Ada hasil kerja terpadu yang saling melengkapi antara Garda Nasional, produksi minyak dan pelaksanaan ibadah haji plus umrah yang berhasil mengantarkan Arab Saudi mencapai kemakmuran seperti sekarang ini.
Satuan elite Garda Nasional (Saudi Arabia National Guard/SANG) plus militer reguler Arab Saudi adalah pihak yang berjasa besar menciptakan stabilitas politik, ekonomi, dan sosial-budaya sekaligus langgengnya kekuasaan keluarga besar al-Saud di Arab Saudi sejak berdirinya negara itu tahun 1932.
SANG adalah pasukan elite yang berintikan atau direkrut dari elemen kabilah-kabilah yang kesetiaannya tidak diragukan terhadap keluarga besar Al-Saud. SANG, yang anggotanya diperkirakan mencapai 325.000 personel, memiliki tugas khusus melindungi keluarga besar al-Saud dari kemungkinan aksi kudeta dari mana pun. SANG berada di bawah komando langsung raja Arab Saudi.
SANG adalah menjadi ujung tombak pasukan Arab Saudi yang menggagalkan pemberontakan kelompok Juhayman al-Otaybi pada 1979 dan sempat menduduki Masjidil Haram selama 14 hari.
SANG juga turut berpartisipasi dalam perang Teluk untuk pembebasan Kuwait dari pendudukan Irak tahun 1991. SANG menjadi satuan inti yang menjaga ladang-ladang minyak di seluruh Arab Saudi.
Adapun sektor minyak telah membawa berkah negeri Arab Saudi yang tandus, menjadi negara kaya raya. Minyak pertama kali ditemukan di Arab Saudi pada tahun 1938 di Distrik Al-Ahsa, Arab Saudi Timur, oleh perusahaan minyak asal Amerika Serikat (AS), California-Arabian Standard Oil (CASOC).
Berkat minyak, kekuasaan keluarga besar al-Saud yang diperkirakan berjumlah 15.000 orang, semakin kuat dan makmur di Arab Saudi. Negara al-Saud itu dilaporkan memiliki cadangan minyak terbesar kedua di dunia dengan perkiraan kandungan minyaknya mencapai 268 miliar barel.
Karena itu, sektor minyak menjadi basis utama ekonomi Arab Saudi dengan menyumbang 75 persen anggaran belanja negara dan merupakan 90 persen dari ekspor komoditas. Arab Saudi mengekspor minyak sekitar 10-12 juta barel per hari. Pendapatan Arab Saudi dari minyak mencapai sekitar 160 miliar-180 miliar dollar AS per tahun, tergantung harga minyak yang bisa turun-naik.
Arab Saudi juga memiliki cadangan gas sangat melimpah mencapai lebih dari 7 triliun kubik meter. Oleh karena itu, sektor minyak dan gas sangat strategis untuk memperkuat dan menstabilisasi kekuasaan keluarga besar al-Saud di Arab Saudi.
Adapun sektor ibadah haji yang juga menjadi pilar kekuasaan, tidak kalah strategisnya di mata keluarga besar al-Saud. Ibadah haji merupakan warisan ritual yang ada sejak pra-Islam dan terus dilestarikan pada era Islam hingga era kekuasaan keluarga besar al-Saud saat ini. Ibadah haji pun merupakan rukun Islam kelima agama Islam.
Bahkan, ibadah haji menjadi sumber legitimasi kekuasaan keluarga besar al-Saud. Hal itu ditunjukan oleh Raja Arab Saudi yang menyandang julukan "Khadim al-Haramain" atau pelayan dua tanah suci. Oleh karena itu, Raja Arab Saudi senantiasa berupaya agar ibadah haji tetap terselenggara setiap tahun, apa pun rintangannya.
Inilah yang ditunjukkan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud yang tetap berkeras menggelar ibadah haji tahun 2020 ini di tengah tantangan yang sangat besar, yakni pandemi Covid-19, meskipun dengan jumlah partisipasi calon jemaah haji yang sangat terbatas.
Tujuan Raja Salman tetap menggelar ibadah haji tahun 2020 ini, jelas bukan faktor ekonomi, tetapi lebih pada masalah psikologis dan politik. Penyelenggaraan ibadah haji secara normal dengan partisipasi jemaah haji sekitar 2,5 juta bisa meraup pendapatan antara 5 miliar-6 miliar dollar AS.
Secara ekonomi, menggelar ibadah haji dengan partisipasi jemaah haji hanya sekitar 1.000 hingga 2.000 orang, tentu tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap ekonomi Arab Saudi.
Sebaliknya, Arab Saudi secara ekonomi bisa jadi rugi menggelar ibadah haji dengan partisipasi sangat sedikit itu. Arab Saudi harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk pengadaan alat protokol kesehatan untuk jemaah haji agar mereka selamat dan aman dari penularan Covid-19 ketika melaksanakan ibadah haji itu.
Arab Saudi juga harus mengerahkan aparat keamanan yang bisa jadi jumlah personel dan biayanya tidak sedikit untuk mengamankan jalannya ibadah haji tersebut. Belum lagi biaya menyiapkan kota Mekkah, kompleks Masjidil Haram, kota Mina dan padang Arafah, agar steril dari kemungkinan penyebaran Covid-19.
Namun, misi Arab Saudi melalui ibadah haji tahun 2020 ini adalah lebih pada motif psikologis dan politik. Pesan politik Raja Salman dan keluarga besar al-Saud, ibadah haji tetap digelar apa pun rintangannya dan tidak boleh ada pembatalan haji selama kekuasaan keluarga besar al-Saud sejak tahun 1932 sampai kapan pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar