Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 25 Juni 2020

KESEHATAN OTAK: Mewaspadai Aneurisma, Gelembung pada Pembuluh Darah (ATIKA WALUJANI MOEDJIONO)


DRAWING/ILHAM KHOIRI

Atika Walujani Moedjiono, wartawan Kompas.

Kematian orang-orang muda seringkali mengagetkan. Apalagi kalau penyebabnya penyakit degeneratif, seperti stroke, yang dulu dianggap penyakit orang lanjut usia.

Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2018 menunjukkan, prevalensi stroke berdasarkan diagnosis pada penduduk berusia lebih dari 15 tahun adalah 10,85 persen. Kalau penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas 194.779.441 orang, artinya ada 21,13 juta penderita stroke.

Prevalensi stroke dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 1990, stroke berada di urutan ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, tetapi sejak 2010 menjadi urutan pertama penyebab kematian di Indonesia.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2016, stroke menjadi penyebab utama kematian kedua dan penyebab utama disabilitas ketiga di seluruh dunia.

KOMPAS/ZULKARNAINI

Warga Banda Aceh, Aceh, mengikuti senam antistroke, Jumat (27/10/2017). Jumlah penderita stroke di Aceh termasuk peringkat ke-10 nasional.

Sebanyak 70 persen dari stroke serta 87 persen dari kematian akibat stroke dan disabilitas terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sementara  insiden stroke di negara maju justru menurun.

Hasil Multinational Monitoring of Trends and Determinants in Cardiovascular Disease (Monica Project) WHO, kasus stroke mencapai 48-240 per 100.000 orang per tahun pada populasi usia 45-54 tahun.

Ada sekitar 500.000 kematian setiap tahun di dunia akibat aneurisma otak. Separuhnya berusia di bawah 50 tahun.

Salah satu bentuk stroke adalah pecahnya aneurisma otak. Menurut laman the Brain Aneurysm Foundation, hal itu merupakan 3-5 persen kasus stroke. Ada sekitar 500.000 kematian setiap tahun di dunia akibat aneurisma otak. Separuhnya berusia di bawah 50 tahun.

Dinding yang lemah

Aneurisma di otak terjadi jika ada dinding pembuluh darah di otak yang lemah sehingga menggelembung. Bentuknya mirip bagian balon yang tipis atau bagian ban dalam yang sudah aus.

Karena dinding lemah dan tipis, ada risiko pembuluh darah pecah. Jika terjadi, darah akan menggenangi daerah antara otak dan jaringan pembungkus (membran) otak, disebut sebagai perdarahan subarachnoid. Sementara itu, bagian lain otak terputus pasokan oksigennya lewat darah.

Gejala pecahnya aneurisma otak antara lain sakit kepala mendadak dan parah, mual, muntah, leher kaku, penglihatan kabur atau ganda, sensitif terhadap cahaya, kejang, kelopak mata lemah dan menutup, pupil melebar, nyeri di atas atau di belakang mata, kehilangan kesadaran, bingung, kelemahan anggota gerak dan/atau mati rasa.

Aneurisma bisa berkembang perlahan selama bertahun-tahun dan tidak menunjukkan gejala. Diperkirakan 50-80 persen kasus aneurisma tidak sampai pecah.

KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN

Alat CT scan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Buru di Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, Jumat (11/5/2018).

Aneurisma otak yang belum pecah biasanya ditemukan saat pemeriksaan otak karena penyakit lain. Namun, kalau gelembung aneurisma membesar dan menekan saraf otak, akan terasa gejala mirip pecahnya aneurisma. Jika ini terjadi, segera periksa ke dokter. Diagnosis akurat menjadi sangat penting dalam menyelamatkan jiwa penderita serta meminimalkan disabilitas.

Aneurisma dapat diketahui lewat pemeriksaan penapisan dengan pencitraan otak non-invasif. Antara lain dengan CT scan, CTA (computerized tomography angiography), yakni CT scanditambah suntikan zat warna kontras ke aliran darah, MRI (magnetic resonance imaging) menggunakan gelombang radio dan medan magnet kuat untuk mendapatkan gambaran otak, ataupun MRA (magnetic resonance angiography), seperti MRI, tetapi memakai zat warna kontras.

Lebih banyak perempuan

Penyebab aneurisma otak sering kali tidak diketahui. Bisa karena genetik, usia tua, penyalahgunaan obat terutama kokain, konsumsi alkohol berlebihan, merokok, infeksi ataupun cedera kepala berat. Namun, aneurisma bisa terjadi pada anak.

KOMPAS/ZULKARNAINI

Para pengunjung sebuah warung kopi di Banda Aceh, Aceh, sedang merokok, Sabtu (20/7/2019). Merokok, selain menyebabkan gangguan saluran pernapasan, gangguan jantung dan kanker, juga menjadi salah satu penyebab aneurisma otak.

Perempuan lebih banyak menderita aneurisme otak dibandingkan dengan laki-laki, yakni 3 banding 2. Perempuan, terutama di atas usia 55 tahun, berisiko lebih tinggi mengalami pecah aneurisma dibandingkan dengan pria.

Faktor risiko lain ialah tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, ras kulit berwarna, adanya penyakit, seperti malformasi arteriovenosa, sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Marfan, penyakit ginjal polikistik autosomal dominan, dan displasia fibromuskular (pertumbuhan pembuluh darah tidak normal).

Aneurisma bisa terjadi di berbagai bagian tubuh, demikian laman American Heart Association. Akan tetapi, umumnya terjadi di arteri terbesar (aorta) di jantung, otak, kaki bagian belakang lutut, usus serta limpa.

Mengatasi ataupun mencegah pecahnya aneurisma otak bisa dilakukan lewat operasi dengan membuka tengkorak kepala dan memasang klip logam pada gelembung dinding pembuluh darah agar tidak pecah atau untuk menghentikan perdarahan.

Cara lain dengan tindakan endovaskular. Metode ini digunakan sejak 1990-an sebagai pilihan bagi penderita yang tidak bisa dioperasi terbuka. Dalam hal ini, koil platina dijejalkan pada gelembung dinding pembuluh darah sehingga darah membeku. Tindakan dilakukan melalui kateter halus lewat pembuluh darah di pangkal paha.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Dokter spesialis jantung melakukan prosesprimary percutaneous coronary intervention(PPCI), yaitu tindakan membuka sumbatan pada pembuluh darah koroner pada pasien di ruang kateterisasi Rumah Sakit Jantung Diagram, Cinere, Depok, Jawa Barat, Kamis (29/8/2019). Tidak hanya untuk mengatasi gangguan jantung, kateterisasi juga bisa dilakukan untuk mengatasi penyakit lain, seperti aneurisma otak.

Selain koil, bisa juga ditambah pemasangan cincin (stent) dari nikel dan titanium ataupun alat pengalih aliran darah (flow diversion device) sehingga darah tidak mengalir ke daerah yang menggelembung. Setelah pemasangan cincin, biasanya penderita harus minum obat pengencer darah selama beberapa minggu.

Biaya mencegah jauh lebih murah daripada tindakan sama untuk mengatasi pecahnya aneurisma. Namun, alat pengalih aliran darah yang disetujui penggunaannya oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat sejak 2011 masih sangat mahal.

Menurut Eka Wahjoepramono, Guru Besar dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, dalam webinar yang diselenggarakan Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia Cabang Banten, Minggu (21/6/2020), harga alat yang terbuat dari platina dan nikel-kobalt itu masih ratusan juta rupiah.

Sejauh ini, angka kasus aneurisma sekitar 20 per 100.000 penduduk per tahun. Namun, kasus aneurisma sering tidak terdiagnosis. Bahkan, kematian akibat pecahnya aneurisma di otak banyak yang tidak terdata karena orang yang meninggal tidak diotopsi.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Puluhan aparatur sipil negara mengikuti senam yoga bersama di pelataran Candi Sukuh, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (9/11/2018). Pola hidup sehat dan pola makan sehat diharapkan mampu menjaga kesehatan serta mencegah berbagai penyakit degeneratif.

Karena itu, pencegahan aneurisma otak menjadi penting, yakni mengontrol tekanan darah, menerapkan pola makan sehat, berolahraga, tidak merokok, dan mengelola stres.

Untuk mengatasi kasus aneurisma, peran dokter spesialis radiologi, peralatan pemeriksaan dan tindakan radiologi menjadi penting. Masalahnya, Indonesia masih sangat kekurangan dokter ahli radiologi, yang saat ini hanya sekitar 1.500-2.000 orang. Demikian juga peralatan radiologi dan pemerataannya di seluruh pelosok Indonesia. Menjadi pekerjaan rumah bersama untuk mengatasi hal itu.

Kompas, 24 Juni 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger