Sebuah lagu Chrisye berjudul "Rindu Ini" tercecer di Musica Studio's. Setelah 28 tahun tertimbun di antara puluhan lagu kondang Chrisye, lagu tersebut dirilis sebagai singel pada 25 September 2020. "Rindu Ini" seperti artefak lagu yang mengingatkan akan kebintangan Chrisye di pentas musik pop Indonesia.
Bagai penggalian artefak, Musica Studio's melakukan pendokumentasian master secara digital dari koleksinya. Dari pendokumentasian itu terdata, antara lain, lagu-lagu yang belum dirilis. Di antara unreleased songs tersebut terdapat lagu Chrisye "Rindu Ini" rekaman tahun 1992. Lagu ciptaan Tito Sumarsono dan Cecep AS ini diaransemen oleh Dwiki Dharmawan yang juga menjadi produser lagu tersebut.
Dalam bisnis rekaman, materiunreleased semacam ini sudah lazim. The Beatles, misalnya, mempunyai sejumlah lagu yang baru dirilis belakangan setelah mereka bubar, seperti lagu "Black Dog Blues" atau "Because I Know You Love Me So". Lagu Chrisye "Rindu Ini" oleh Indrawati Widjaja, Direktur Musica Studio's, dikatakan sebagai kado pengobat rindu bagi penggemar Chrisye.
Setelah merekam "Rindu Ini" pada 1992, Chrisye sampai saat wafatnya masih membuat setidaknya enam album di Musica Studio's. Album tersebut adalah Sendiri Lagi pada 1993, AkustiChrisye (1996), Kala Cinta Menggoda (1997), Badai Pasti Berlalu (1999), Konser Tur 2001 (2001), dan Senyawa (2004). Sementara sebelum "Rindu Ini", Chrisye telah membuat 13 album di Musica. Itu belum termasuk album di luar Musica.
Jika ditilik dari kronologi perekaman album-album Chrisye, maka "Rindu Ini" berada di antara album Pergilah Kasih (1989) dan Sendiri Lagi (1993). Dua album tersebut digarap Youngki Soewarno sebagai penata musik yang memang sedang naik daun pada zamannya. Di antara dua album garapan Youngki itu "tiba-tiba" muncul nama Dwiki Dharmawan sebagaiarranger. Dikatakan tiba-tiba, karena sebelum itu, Dwiki lebih banyak berkutat di Krakatau.
Mungkin, Musica memilih Dwiki karena pertimbangan reputasi, antara lain, Dwiki sukses ikut menggarap aransemen musik Krakatau sejak 1984. Dia juga menjadi penata musik terbaik Festival Film Indonesia 1991 untuk film Cinta dalam Sepotong Roti arahan Garin Nugroho.
Cerdas
Menilik diskografi Chrisye sejak paruh 1970-an, tampak betapa ia mampu dengan gayanya sendiri "melalap" berbagai rasa musik, aransemen, dan beragam kartakter lagu. Dari album Badai Pasti Berlalu sampai singel "Rindu Ini", Chrisye terbiasa menghadapi materi lagu dari penulis lagu yang beragam, serta penggarap aransemen yang berganti-ganti. Ia luwes menghadapi rekan kerja dengan jarak usia berapa pun. Saat merekam "Rindu Ini", Chrisye berusia 43 tahun, sedangkan Dwiki "masih" 26 tahun.
Chrisye mencerna bukan hanya materi lagu. Ia juga mampu dengan tepat meletakkan lagu tersebut dalam aransemen yang tersedia. Lagu dan aransemen diolahnya kembali menjadi satu kesatuan ekspresi. Lagu, aransemen, dan cara dia bernyanyi bukan merupakan elemen-elemen yang terpisah. Aransemen bagi Chrisye juga bukan sekadar musik pengiring, melainkan satu kesatuan ucap.
Dwiki Dharmawan menceritakan bagaimana Chrisye sangat kooperatif dalam penggarapan album. Dalam arti, ia percaya sepenuhnya kepada Dwiki sebagai penggarap aransemen. Chrisye dan Dwiki menerima materi lagu dalam bentuk semacam sampel, mentah dan sederhana.
Baca juga : Lagu dan Jejak Masa Lalu
"Saya duduk bareng Chrisye sebelum memulai aransemen. Kami mengukur nada dasar dan tempo yang diinginkan," tutur Dwiki tentang penggarapan aransemen. "Setelahdapet, Mas Chrisye menyerahkan sepenuhnya kepada imajinasi saya," kata Dwiki melanjutkan.
Dwiki lalu memperdengarkan aransemen garapannya kepada Chrisye dan dia menyatakan puas. Ketika itu, Chrisye tidak langsung melakukan take vocal atau perekaman suara, melainkan mendalami feeling atau rasa lagu dalam aransemen Dwiki. Saat takevocal, Chrisye meminta Dwiki untuk menemani. "Pada dasanya, seorang Chrisye mempunyai teknik tersendiri dan tidak perlu di-direct karena beliau sudah kawakan dan punya gaya khas," kata Dwiki.
Chrisye meminta Dwiki hadir lebih sebagai bentuk semangat kebersamaan dalam pengolahan lagu tersebut. Dan benar, ternyata ada hal-hal tak terduga dalam proses rekaman. Ketika itu, arranger Billy J Budiardjo secara kebetulan datang ke studio.
Dia tertarik dengan lagu, aransemen, dan cara Chrisye membawakan "Rindu Ini." Billy langsung menawarkan diri untuk mengisi gitar akustik dalam lagu tersebut. "Saat itu juga, sebelum Mas Chrisye take vocal, Mas Billy dubbinggitar akustik," kata Dwiki.
Chrisye puas dengan tambahan sentuhan gitar Billy J Budiardjo dalam lagu tersebut. Ada kombinasi antara aransemen yang bernuansa pop modern (untuk ukuran saat itu) dengan balutan cita suara gitar akustik.
Chrisye berpengalaman sebagai anak band. Ia mengerti benar arti kebersamaan dalam sebuah band. Keberadaan kawan main dalam band memberi kontribusi pada keseleuruhan penampilan. Pada saat musik berjalan, selalu saja hadir spontanitas intuitif dari setiap personel. Proses perekaman "Rindu Ini" diwarnai spontanitas intuitif seperti itu. Terasa fresh, hidup, spontan.
Jam terbang
Saat rekaman "Rindu Ini", Chrisye total sudah membuat setidaknya 15 album. Pada awalnya memang tidak mudah baginya untuk menyanyikan lagu dengan aransemen dan penata musik yang berbeda-beda. Namun, seiring jam terbangnya di jagat rekaman, Chrisye mulai terlatih dan terbiasa menghadapi materi lagu apa pun dan penata musik mana pun.
Kita runut saat Chrisye mulai populer lewat album Badai Pasti Berlalu dan lagu "Lilin-Lilin Kecil" pada 1977. Sebelumnya, pada 1976 ia juga tampil di album Guruh Gipsy, namun nama Chrsiye baru dikenal luas setelah dua album di atas. Pada masa itu, Chrisye mengalami peralihan dari pemain band yang lebih banyak menyanyikan lagu Barat ke lagu berbahasa Indonesia.
Masa adaptasi dilalui dengan tidak mudah. Pada awalnya ia sempat jengah ketika ditawari untuk menyanyikan lagu "Lilin-Lilin Kecil." Toh, akhirnya lagu itu terbukti diterima publik pada zamannya.
"Lilin-lilin Kecil" karya James F Sundah itu termuat dalm albumLomba Cipta Lagu Remaja (LCLR) yang diselenggarakan Radio Prambors. Lagu tersebut menjadi alternatif dengaran pada paruh kedua era 1970-an. Ketika itu, musik pop Indonesia sedang diramaikan oleh jenis lagu-lagu dari Eddie Silitonga, Diana Nasution, Ade Manuhutu, Koes Plus, sampai Rhoma Irama.
Yockie Suryo Prayogo saat itu selaku pengarah musik dan juri LCLR mencari penyanyi yang pas untuk lagu itu dan pilihan jatuh pada Chrisye. Timbre suara Chrisye yang softdan tinggi itu dalam pertimbangan Yocke sangat gampang membaur dengan karakter keyboard Yockie.
Masih bersama Yockie, di tahun 1977, lahir album Jurang Pemisah, yang maunya bergaya art rock. Kemudian pasangan Chrisye-Yockie berkawan dengan Eros Djarot membuat albumBadai Pasti Berlalu yang fenomenal itu.
Tahun 1978, Chrisye-Yockie melahirkan Sabda Alam. Semangat perubahan yang dibawa Chrisye, Yocke, dan kawan-kawan itu diadopsi oleh pelaku industri musik, yaitu oleh Musica Studio's yang saat itu dikelola Amin Widjaja.
Guruh Soekarno yang sejumlah lagunya dinyanyikan Chrisye pada album Sabda Alam memuji cara Chrisye menafsir dan mengeksekusi lagu. Lagu seperti "Smaradhana", "Kala Sang Surya Tenggelam", dan "Anak Jalanan" yang melodinya berakar dari khazanah tembang tradisi Bali-Jawa berhasil dibawakan dengan prima oleh Chrisye.
Guruh mengakui lagu karyanya yang dinyanyikan Chrisye mempunyai kualitas tersendiri. "Kala Sang Surya Tenggelam" yang melankolis dan sendu, "Anak Jalanan" yang bernuansa mengentak, dikatakan Guruh, berhasil dibawakan Chrisye secara apik.
Bersiasat
Setelah sukses Sabda Alam, Chrisye dan Yockie menggarap Percik Pesona dan Puspa Indah Taman Hati 1(979). Semua album itu terjual di atas 100.000 kopi. Album Pantulan Cinta (1981) muncul, tapi tak "semeledak" album Chrisye sebelumnya.
Kemudian pada awal era 1980-an, musik dunia dilanda tren yang dipicu lagu-lagu The Police dengan rasa rock reggae. Chrisye dan Yockie merespons tren tersebut dengan album Resesi(1983) dan Metropolitan (1984). Lantas hadir Nona Lisa (1984).
Setelah enam album digarap oleh Yockie, Chrisye mulai ditangani oleharranger lain. Penata musik Addie MS dan penulis lagu Adjie Soetama yang pada saat itu sedang produktif diajak untuk menggarap album-album Chrisye. Dari mereka lahirlah albumSendiri (1984), Aku Cinta Dia (1985), dan Hip Hip Hura (1985). Bisa dikatakan, secara rasa, album-album tersebut bukan tipikal lagu Chrisye pada album-album sebelumnya. Namun ternyata, lagu-lagu tersebut diterima publik.
Pada awalnya, tidak mudah bagi Chrisye untuk berganti "rasa" lagu. Bahkan, Chrisye sempat menolak menyanyikan lagu seperti "Aku Cinta Dia". Terutama pada intro vokal yang genit-genit kemayu "huuuauu... waiaiu...." Tetapi album itu laku keras. Kiat adaptasi itu berlanjut hingga Chrisye digarap Youngki Soewarno pada album Pergilah Kasih (1989) danSendiri Lagi (1993).
Seturut jam terbang, Chrisye semakin matang dalam mengolah lagu mana pun. Pada album Dekade (2002), Chrisye membawakan lagu "Seperti yang Kau Minta" ciptaan Pongki yang berselisih usia 28 tahun dengannya. Musica saat itu tampak ingin mendekatkan Chrisye kepada penggemar muda. Saat itu Pongki sedang populer sebagai penulis lagu dan vokalis band Jikustik.
Chrisye menyadari benar posisinya sebagai penyanyi di kancah musik industri di mana ada pasar dan permintaan. Dia mengetahui bahwa produser memerlukan penyegaran untuk merangkul munculnya para penikmat muda. Sementara sosok Chrisye saat itu masih kuat.
Dia memahami bahwa penulis lagu "muda" itu berpotensi sebagai pembuat lagu laris atau hits maker. Dan benar, album Dekade yang musiknya digarap Erwin Gutawa laku 350.000 kopi. Pasar pembeli album tersebut kebanyakan kalangan berusia muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar