Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 02 Juni 2023

TAJUK RENCANA - KEDISPLINIAN POLITIK

Memisahkan antara posisi saat sebagai politisi dan pejabat negara, termasuk tak memakai kekuasaan dan fasilitas sebagai pejabat negara untuk kepentingan politik praktis, menjadi hal yang diharapkan dari politisiPresiden Joko Widodo saat bertemu para pemimpin redaksi di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/5/2023). SEKRETARIAT PRESIDEN

Presiden Joko Widodo saat bertemu para pemimpin redaksi di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/5/2023).

Pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa dirinya akan cawe-cawe dalam Pemilu 2024 untuk kepentingan negara memicu berbagai pendapat.

Saat bertemu pemimpin redaksi media massa di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/5/2023), Presiden menegaskan, cawe-cawe yang dimaksud adalah untuk kepentingan nasional agar Pemilu 2024 berlangsung demokratis, jujur, dan adil. Cawe-cawe itu tidak untuk kepentingan politik praktis, seperti penentuan calon presiden/wakil presiden (capres/cawapres).

Pernyataan itu memicu beragam pendapat, tak hanya karena sebelumnya ada sejumlah peristiwa, seperti pertemuan Presiden dengan sejumlah bakal capres dan petinggi partai politik. Namun, juga ada ingatan dari masa lalu, seperti saat Orde Baru, bahwa akan muncul persoalan serius terhadap demokrasi jika kekuasaan tidak netral dalam pemilu.

Terlepas dari polemik yang muncul, pemerintah memang mesti ikut bertanggung jawab atas keberhasilan Pemilu 2024. Saat Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia tahun 2023 di Balikpapan, Kalimantan Timur, Februari lalu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan, ada empat indikator keberhasilan pemilu dan pilkada serentak tahun 2024.

Pertama, pemilu dan pilkada berlangsung aman dan lancar sesuai aturan yang berlaku. Kedua, partisipasi pemilih yang tinggi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menargetkan, partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 adalah 81 persen. Ketiga, tidak terjadi konflik yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa, terutama kekerasan. Keempat, pemerintahan tetap berjalan lancar, baik di pusat maupun daerah.

Terkait hal itu, pernyataan Presiden bahwa akan menjaga netralitas TNI, Polri, dan aparatur sipil negara patut digarisbawahi. Birokrasi yang apolitis, netral, tetap legal, dan rasional menjadi salah satu kunci keberhasilan pemilu. Adalah salah satu tugas presiden untuk memastikan terwujudnya hal itu.

Birokrasi yang apolitis, netral, tetap legal, dan rasional menjadi salah satu kunci keberhasilan pemilu. Salah satu tugas presiden untuk memastikan terwujudnya hal itu.

Kondisi ini tak berarti para politisi yang tengah menjabat di eksekutif ataupun legislatif dilarang menjalankan aktivitas politik terkait Pemilu 2024. Namun, terkait hal itu, menarik menyimak kisah Umar bin Abdul Aziz, salah satu khalifah dan lampu milik negara.

Dikisahkan, ketika Umar tengah sibuk merampungkan sejumlah tugas di ruang kerja istananya, tiba-tiba putranya masuk ke ruangan. Saat mengetahui putranya datang untuk urusan keluarga, Umar lalu mematikan lampu penerang di ruangannya. Hal ini karena lampu itu milik negara. Minyak yang dipakai juga dibeli dengan uang negara. Umar baru memulai pembicaraan dengan anaknya setelah penerangan di ruangan itu digantikan dengan lampu milik keluarganya.

Memisahkan dengan tegas antara posisi saat sebagai politisi dan pejabat negara, termasuk tidak menggunakan kekuasaan dan fasilitas yang dimilikinya sebagai pejabat negara untuk kepentingan politik praktis, menjadi hal yang saat ini amat diharapkan dari para politisi. Kedisiplinan itu bahkan menjadi sumbangan amat penting dari para politisi, bagi keberhasilan Pemilu 2024 dan masa depan demokrasi kita.

 

Link:  https://www.kompas.id/baca/opini/2023/06/01/kedisiplinan-politik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger