Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 05 Agustus 2013

Program Darurat Kependudukan (Kompas)

Terabaikannya masalah kependudukan berdampak terhadap masa depan Indonesia, seperti rendahnya kualitas dan lonjakan penduduk di luar perkiraan.

Dampak buruknya tidak sekarang. Kita garis bawahi amatan sosiolog UI Imam B Prasodjo pekan lalu. Kelalaian menangani masalah kependudukan disebabkan kita lebih suka mengurusi persoalan jangka pendek. Padahal, jika jumlah kelahiran dapat dikendalikan, keluarga disiapkan lebih baik, kemungkinan anak mendapat pendidikan dan layanan kesehatan menjadi lebih tinggi.

Selain kualitas penduduk, tidak terkendalinya pertambahan penduduk mengakibatkan ketersediaan dan kedaulatan pangan menjadi problem serius. Peluang bonus demografi yang hanya sekali terjadi pada suatu bangsa, Indonesia akan mengalaminya tahun 2020-2030, lewat begitu saja. Rasio per 100 penduduk usia kerja menanggung 44 anak di bawah usia 15 tahun tersia-siakan. Padahal, di 2025, Indonesia mengalami ledakan penduduk lansia.

Menurut data, dengan pertumbuhan rata-rata 1,49 persen tiap tahun, padahal rata-rata dunia 1,16 persen, selama 40 tahun terakhir penduduk Indonesia naik dua kali lipat, sementara tahun ini 240 juta jiwa lebih. Indonesia bersama 25 negara berkembang menyumbang 75 persen populasi dunia, yang tahun ini besarnya sekitar 7,2 miliar. Kita apresiasi pengakuan jujur Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Fasli Jalal.

Masalah kependudukan kedodoran disebabkan antara lain belum lengkapnya peraturan perundangan dan belum terbentuknya badan kependudukan keluarga berencana di daerah. Target pengendalian angka kelahiran gagal. Pemerintah, elite politik, tidak berpikir jangka panjang, tetapi berkutat pada persoalan jangka pendek, berebut memperkaya diri dan kelompok lewat berbagai jabatan publik.

Kelalaian berpikir jangka panjang turunan langsung paradigma pragmatisme berlebihan. Jangan harapkan mendekati persoalan out of the box, sebab semua ditempatkan dalam semangat carpe diem (petik hari ini) yang satu mazhab dengan hedonistis, dan tak peduli besok. Serba reaktif menjadi kata kunci, bahkan yang reaksi cepat, padahal sikap dan cara kerja ini menjadi jiwa raga manusia hedonis, di antaranya kegemaran mengimpor apa saja.

Orde Baru memberi perhatian pada pengendalian angka kelahiran lewat pembangunan keluarga terencana. Sebaliknya zaman Reformasi. Semua serba kedodoran. Elite politik dan pemerintah mengenakan topeng pencitraan dan pragmatisme yang tanpa sengaja menggali kubur untuk generasi masa depan bangsa.

Membiarkan masalah kependudukan dengan segala ikutannya, terbengkalai karena fokus pada persoalan dan kepentingan jangka pendek, perlu dihentikan. Di tengah berbagai persoalan besar yang membelit bangsa ini, sudah waktunya kita beri perhatian serius masalah kependudukan. Diperlukan program darurat kependudukan berikut implikasi dan langkah konkretnya. Kita wariskan kehidupan dan bukan liang kubur untuk anak cucu.

(Kompas cetak, 5 Agustus 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger