Sampah plastik semakin menjadi masalah serius bagi lingkungan dan kesehatan. Pemerintah bersama masyarakat harus segera menyelesaikan persoalan ini.
Harian ini memberitakan, penelitian terpisah tim peneliti Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, dan Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menemukan kandungan mikroplastik pada garam dan ikan laut.
Contoh garam dan ikan diambil masing-masing di tambak garam di Jeneponto, Sulawesi Selatan, dan di pantai utara Jawa Tengah di Pati, Kudus, Demak, dan Rembang.
Jenis plastik mikro pada garam sama dengan jenis yang ditemukan pada air laut, sedimen, dan biota laut. Sumber plastik mikro diduga kuat adalah sampah plastik di laut dan atau dari proses pemanenan garam karena banyak menggunakan plastik.
Meski masih diselidiki penyebab pasti kematian, di saluran cerna paus sperma yang mati di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, ditemukan 5,9 kilogram sampah plastik.
Selain plastik, kita juga menghadapi ancaman cemaran lain di perairan. Di perairan Kepulauan Seribu, selain sampah plastik, juga terdapat limbah minyak dan sampah lain. Sungai Citarum sebagai sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat tercemar berat limbah industri, rumah tangga, dan kotoran hewan.
Sampah plastik menjadi perhatian dunia karena jumlahnya masif dan mencemari lautan dunia. Penelitian memperlihatkan saluran pencernaan ikan, mulai dari teri hingga tuna, kepiting, kerang, hingga hewan berukuran renik (zooplankton) dari perairan Indonesia mengandung nanoplastik berukuran kurang dari 0,5 milimeter.
Dampak kesehatan pada manusia akibat mengonsumsi pangan laut tercemar plastik masih harus diteliti, tetapi belum pernah sebelumnya plastik masuk sebagai pangan kita.
Kita menghargai komitmen pemerintah yang disampaikan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dalam Konferensi Laut di New York, Amerika Serikat, Juni 2017, untuk menurunkan 70 persen sampah plastik yang bocor ke laut pada tahun 2025. Pemerintah harus mewujudkan komitmen itu, bukan hanya untuk kepentingan masyarakat dunia, melainkan terutama untuk kepentingan masyarakat Indonesia.
Pemerintah perlu membuat langkah nyata dan konsisten untuk mengatasi limbah plastik dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Industri besar dan kecil harus didorong dan dibantu mengurangi plastik sebagai kemasan.
Riset dan penggunaan bahan baku lebih ramah lingkungan dan kesehatan manusia oleh industri dapat diberi insentif, antara lain, pengurangan pajak. Ekonomi sirkuler harus menjadi norma.
Pemerintah daerah didorong menangani dan mengolah sampah. Pengolahan sampah plastik harus dilihat sebagai peluang usaha, bukan beban anggaran. Kita dapat belajar dari banyak kota di dunia yang mendaur ulang sampah, termasuk menjadi listrik.
Pendidikan mengenai dampak plastik pada lingkungan dan membuang sampah pada tempatnya harus dimulai sejak dini. Meskipun hasilnya akan terlihat dalam jangka panjang, pendidikan merupakan jalan terbaik mengubah cara berpikir dan bertindak demi keberlangsungan kehidupan di Bumi.
Kompas, 3 Desember 2018
#tajukrencanakompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar