Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 31 Mei 2014

TAJUK RENCANA: Memilih Jalan Kekerasan (Kompas)

APAKAH sepak terjang kelompok Boko Haram yang menginjak- injak nilai-nilai kemanusiaan di Nigeria benar-benar tidak bisa dihentikan?
Pertanyaan itu yang pertama-tama muncul setelah membaca berita tentang semakin merajalela dan ganasnya sepak terjang kelompok Boko Haram di Nigeria. Harian ini kemarin memberitakan, Boko Haram—kelompok yang terkait dengan jaringan teroris Al Qaeda—telah membunuh 33 petugas keamanan: 18 tentara dan 15 polisi.

Tentu pembunuhan itu membuat Pemerintah Nigeria seakan limbung, tak berdaya menghadapi kelompok radikal yang memilih jalan kekerasan untuk mewujudkan keinginannya itu. Padahal, sebelumnya Presiden Nigeria Goodluck Jonathan berjanji akan mengerahkan seluruh kekuatan untuk menghancurkan Boko Haram. Bahkan, masyarakat internasional pun, termasuk PBB, memberikan dukungan penuh pada usaha Nigeria untuk melawan Boko Haram.

Akan tetapi, pembunuhan terhadap 33 petugas keamanan itu memberikan gambaran bahwa yang dilakukan pemerintahan Goodluck Jonathan masih kurang. Apalagi, usaha membebaskan lebih dari 200 siswi sekolah yang diculik Boko Haram, bulan lalu, belum juga menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Sepanjang 2011, Boko Haram telah membunuh 600 orang.

Mengikuti perkembangan situasi di Nigeria, kita lantas bertanya: mengapa orang atau sekelompok orang dengan bermantelkan agama secara mudah meneror, bertindak jahat, dan bertindak brutal terhadap orang lain? Mengapa mereka dengan tanpa merasa bersalah menginjak-injak nilai kemanusiaan untuk memaksakan kehendaknya? Mengapa mereka cenderung menganggap dirinya paling benar dan orang atau pihak lain salah?

Mengapa mereka memilih jalan kekerasan untuk mempertahankan sikap dan pendiriannya yang dianggapnya paling benar dan orang lain salah? Kekerasan—yang terungkap dalam sikap doktriner, otoriter, eksklusif, dan kekerasan fisik—merupakan jalan yang paling pendek untuk memutlakkan suatu pandangan atau penafsiran.

Padahal, kekerasan bertentangan dengan hakikat agama sebagai sumber kedamaian, terbuka terhadap penalaran, dan terbuka untuk semua orang. Namun, mengapa mereka, Boko Haram—juga kelompok-kelompok lain di banyak negara, termasuk di negeri kita ini—tetap memilih jalan kekerasan yang bertentangan dengan ajaran agama apa pun.

Kita akui bahwa tanpa melibatkan Tuhan dan agama, sesungguhnya manusia telah membuat sejarah konflik berdarah-darah tiada henti di banyak belahan dunia. Pertanyaannya adalah apakah ini hakikat keberadaan manusia: berbuat jahat terhadap orang lain dengan segala cara. Fenomena seperti ini harus dicermati dan diantisipasi di Indonesia agar jalan kekerasan tidak menjadi pilihan.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006924068
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger