Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 28 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Adakah Pengganti Yingluck (Kompas)

Mantan PM Thailand Yingluck Shinawatra meninggalkan Bangkok. Namun, bukan tidak mungkin keluarga Shinawatra kembali ke tampuk kekuasaan.

Keluarga Shinawatra yang lahir di Chiang Mai, sebuah provinsi di utara Thailand, sudah lama terlibat dalam perpolitikan di Thailand. Diawali oleh Lert Shinawatra, ayah Thaksin dan Yingluck, yang menjadi anggota parlemen dan dilanjutkan Suraphan, adik Lert.

Thaksin dan Yingluck membantu ayahnya ketika mereka menjadi anggota Parlemen Thailand. Dengan demikian, keduanya tidak asing dengan politik. Dua sepupu Thaksin, Jenderal Chaisit pernah menjadi Panglima Militer dan kakak Chaisit, Jenderal Uthai, menjadi Sekretaris di Kementerian Pertahanan. Chaisit dan Uthai adalah anak Sak, saudara kandung Lert.

Pensiun dari militer, Chaisit masuk dunia politik menjadi kandidat dari Partai Pheu Thai di wilayah Ratchaburi. Pada pemilu 3 Juli 2011, dia gagal, tetapi tetap aktif di partai yang didirikan Thaksin tersebut.

Dukungan rakyat terhadap keluarga Shinawatra dan Partai Peu Thai tidak akan mudah hilang. Mayoritas pemilih kelas bawah di bagian selatan dan timur laut, populasinya lebih dari 45 persen dari seluruh rakyat. Paul Chambers, pengajar di Naresuan University di Thailand utara memperkirakan, "Pemimpin Partai Pheu Thai akan segera muncul."

Kepergian Yingluck diduga akan melemahkan gerakan populis Thailand yang kehilangan tokoh. Apalagi, gerakan partai ini dibatasi junta militer. Kakak perempuan Yingluck, Monthathip yang pebisnis, mengaku tidak punya kemampuan politik.

Yingluck diadili di Mahkamah Agung Thailand terkait dengan mismanajemen subsidi beras. Jika terbukti, dia terancam hukuman 10 tahun penjara. Dia diduga kabur dengan pesawat jet pribadi lewat Kamboja lalu ke Singapura, sebelum berhenti di Dubai.

Terpilih sebagai perdana menteri tahun 2011, kekuasaan Yingluck berakhir dengan sengit ketika pengadilan memaksa dia turun karena penyalahgunaan kekuasaan. Dia meluncurkan kebijakan subsidi beras kontroversial, yaitu membeli beras dari petani dengan harga tinggi untuk meningkatkan pendapatan mereka.

Setelah tidak menjabat, popularitas Yingluck di mata petani dan kelas bawah terus bertahan. Itu terbukti ketika referendum untuk mengesahkan konstitusi baru yang dibuat militer, jumlah pemilih yang hadir hanya 55 persen, dan dari jumlah itu hanya 61,4 persen yang setuju. Mereka yang menentang referendum ditangkap junta militer. Bagi militer, untuk sementara lebih baik Yingluck berada di luar Thailand daripada dekat dengan rakyatnya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Adakah Pengganti Yingluck".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger