Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 26 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Mempertanyakan Inspektorat (Kompas)

Serial penangkapan pejabat tinggi pemerintahan oleh KPK menandakan sistem pencegahan korupsi belum berjalan. Peran inspektorat dipertanyakan.

Dua hari lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono dan Adiputra Kurniawan (Komisaris PT Adhi Guna Keruktama) bersama barang bukti berupa 33 tas berisi uang yang nilainya lebih dari Rp 20 miliar. Publik patut berterima kasih kepada KPK yang tak kenal lelah memberantas korupsi. Di tengah tekanan politik DPR, termasuk ancaman penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk melemahkan KPK, KPK tetap bekerja. Meski tanpa dukungan politik DPR, satu per satu pejabat korup dijerat KPK.

Penangkapan Tonny dan pejabat lain menandakan tidak berjalannya pengawasan di kementerian. Retorika revolusi mental belum membuat birokrasi berubah. Inspektorat jenderal kementerian gagal mendeteksi penyelewengan yang berujung korupsi. Bahkan, dalam beberapa kasus, itjen terlibat dalam korupsi, seperti Inspektur Jenderal Kementerian Desa dan PDTT Sugito yang ikut terlibat dalam penyuapan auditor Badan Pemeriksa Keuangan.

Tonny telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama Adiputra Kurniawan. Mengutip Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, Adiputra diduga menyuap Tonny terkait pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. KPK menyita 33 tas yang berisi uang dalam mata uang dollar AS dan ringgit Malaysia. Jumlah uang dalam tas Rp 18,9 miliar. Juga ada uang dalam rekening bank dengan saldo Rp 1,174 miliar. KPK menemukan modus baru suap dengan penyerahan kartu ATM.

Maraknya korupsi di kementerian mengharuskan kita melihat kembali peran inspektorat. Pejabat KPK pernah mengatakan, hampir tidak ada temuan korupsi yang ditemukan inspektorat. Operasi tangkap tangan KPK bermula pada laporan masyarakat. Fakta ini menunjukkan inspektorat belum berperan dalam pencegahan korupsi.

Padahal, irjen harus mampu mendeteksi kemungkinan terjadinya penyelewengan.Whistle blower system yang terkoneksi dengan KPK harus diciptakan untuk mencegah terjadinya korupsi. Para inspektur bukanlah orang yang secara mental menempatkan diri sebagai bawahan menteri atau merasa punya tugas mengamankan kebijakan menteri. Irjen haruslah orang yang punya kompetensi, integritas, dan punya komitmen antikorupsi. Independensi inspektorat bisa jadi jalan ke luar.

Langkah kementerian mengangkat mantan komisioner KPK menjadi irjen, seperti Muhammad Yasin di Kementerian Agama dan Haryono Umar di Kemdikbud, diharapkan bisa menularkan pembangunan sistem untuk pencegahan korupsi di masa mendatang.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Mempertanyakan Inspektorat".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger