Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 11 April 2019

MEDIA SOSIAL: Langkah Maju Inggris, Denda bagi Perusahaan Media Sosial untuk Konten Berbahaya (ANDREAS MARYOTO)

KOMPAS/ILHAM KHOIRI
Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas.

Euforia penggunaan media sosial sudah mulai memasuki batas yang tak bisa lagi diterima. Banyak pengguna dan pemerintahan di sejumlah negara mengeluhkan berbagai dampak media sosial yang dinilai terlalu bebas.

Mereka mulai mengatur dan bahkan memasuki babak baru dengan mengategorikan berbagai informasi di media sosial sebagai konten berbahaya. Oleh karena itu, mereka mulai memikirkan untuk mendenda perusahaan teknologi yang menyediakan layanan media sosial.

Kabar terbaru muncul dari Inggris. Pemerintah Inggris mengusulkan denda terhadap perusahaan teknologi yang menyediakan layanan media sosial apabila terdapat konten berbahaya (harmful content) di dalam media milik mereka. Konten dalam kategori ini antara lain konten kekerasan, ajaran ekstremisme, informasi palsu, dan material berbahaya bagi anak-anak.

The New York Times menyebut langkah Inggris itu sebagai langkah paling agresif di dunia untuk menangani peredaran konten-konten yang merusak. Beberapa negara sudah membuat aturan, tetapi dinilai masih lemah dan kerap kali diakali oleh pengguna.

Penegakan hukum juga masih lemah dan kadang malah ribet karena harus menangani pembuat konten satu per satu. Sejauh ini memang belum ada cara penanganan konten berbahaya di media sosial yang boleh dibilang efektif.

Dalam proposal yang diumumkan pada awal pekan ini disebutkan, pemerintah Inggris bisa mendenda perusahaan teknologi, memblok akses terhadap laman-laman yang berbahaya, dan menuntut secara hukum para pembuat konten berbahaya. Di tengah masalah politik setempat, Inggris memprioritaskan pemberlakuan aturan ini dalam ketegori perlu segera dilaksanakan.

AFP/MARTIN BUREAU
Perdana Menteri Inggris Theresa May memasuki mobil seusai pertemuan dengan Presiden Perancis di Istana Elysee, Paris, 9 April 2019. Inggris baru saja mengumumkan bakal mendenda perusahaan teknologi yang menyediakan layanan media sosial apabila terdapat konten berbahaya (harmful content).

Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan, internet memang telah menghubungkan orang-orang di seluruh dunia, tetapi perusahaan teknologi belum memberikan proteksi yang kuat agar warga terlindung dari konten berbahaya.

Semua langkah yang ditempuh selama ini dinilai belum mencukupi. Untuk itulah mereka membuat langkah yang berbeda di luar langkah-langkah yang telah dilakukan sebelumnya.

Sejak awal tahun ini, beberapa negara sudah mulai membahas penanganan konten berbahaya. Australia telah membuat aturan denda untuk perusahaan teknologi yang menjadi tempat penyebaran konten berbahaya dan juga memenjarakan para pengelolanya apabila mereka gagal menurunkan konten-konten berbahaya. Selandia Baru kabarnya juga akan membuat aturan serupa.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Warga berpose saat sosialisasi dan deklarasi Masyarakat Indonesia Anti Hoax di hari bebas kendaraan bermotor di Jakarta, beberapa waktu lalu. Konten ujaran kebencian, hoaks atau berita palsu beredar marak melalui media sosial, terlebih menjelang pemilihan umum seperti saat ini.

Perusahaan teknologi juga mulai melakukan sejumlah langkah, terutama di beberapa negara yang sedang mengadakan pemilihan umum. Mereka berusaha mengedukasi pengguna agar tidak menyebarkan konten-konten hoaks dan fitnah.

Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, sendiri telah mengatakan bahwa pengaturan baru dibutuhkan, tetapi kriteria tentang konten-konten yang berbahaya itu perlu didefinisikan secara jelas. Beberapa pengamat juga mengkritik jika tak didefinisikan secara jelas, bisa menekan keterbukaan bersuara dan berpendapat.

Google dalam salah satu pernyataannya menyebutkan, pihaknya akan berkomunikasi dengan Pemerintah Inggris untuk menyeimbangkan antara keamanan konten dan  menjaga keterbukaan informasi. Mereka mengaku telah membuat perangkat lunak untuk menangani konten-konten yang berbahaya. Mereka juga melibatkan beberapa ahli untuk menangani berbagai konten yang dianggap berbahaya.

Pemerintah Indonesia sepertinya perlu mencermati perkembangan ini di tengah berbagai upaya yang telah dilakukan, seperti menangani konten-konten hoaks dan fitnah di media sosial serta menegakkan hukum terhadap mereka yang membuat dan menyebarkan konten berbahaya. Di sisi lain, penyadaran untuk membuat konten yang sehat masih perlu dilakukan agar warga tidak seenaknya membuat konten berbahaya saat di dunia maya.

Kompas, 11 April 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger