Indonesia yang pernah menjadi anggota negara pengekspor minyak bumi, OPEC, kini menghadapi kenyataan minyak bumi akan habis dalam 12 tahun ke depan.
Begitu pula cadangan gas yang pernah dibanggakan sebagai salah satu terbesar di dunia, diperkirakan akan habis dalam 33 tahun kecuali ditemukan sumber-sumber baru. Yang masih akan cukup lama bertahan adalah batubara yang akan habis dalam 82 tahun.
Indonesia telah menjadi pengimpor neto minyak bumi sejak 2004. Indonesia juga mengimpor 5 juta ton per tahun atau dua pertiga kebutuhan nasional elpiji. Impor gas alam cair (LNG) diperkirakan akan terjadi pada 2019.
Melebarnya selisih antara kebutuhan dan pasokan energi disebabkan ekonomi Indonesia tumbuh cukup tinggi, sementara cadangan minyak dan gas bumi semakin menipis.. Kalaupun ada, letak sumur berada di tempat-tempat yang sulit dicapai dan infrastrukturnya tidak memadai. Dengan harga minyak bumi dunia hanya sekitar 55 dollar AS per barrel, eksplorasi baru cadangan minyak di tempat-tempat sulit menjadi kurang menarik bagi investor.
Situasi itu menimbulkan pertanyaan tentang ketahanan dan kedaulatan energi nasional. Alternatif pengganti energi fosil adalah energi baru dan terbarukan (EBT), mulai dari panas bumi, tenaga surya, tenaga air, tenaga bayu, sampah, hingga nuklir.
Indonesia menargetkan penggunaan EBT 23 persen dari total penyediaan energi pada 2025, sedangkan untuk listrik 25 persen. Sejumlah langkah telah dilakukan pemerintah dan badan usaha milik negara untuk memenuhi target itu. Saat ini, misalnya, sudah 62 perusahaan swasta menandatangani kesepakatan dengan Perusahaan Listrik Negara untuk membangun pembangkit listrik EBT.
Dalam pelaksanaan, tidak semua selalu berjalan sesuai dengan rencana. Ada proyek pembangkit listrik EBT yang gagal, ada juga yang kelebihan pasokan karena pemerintah daerah tidak dapat menciptakan kebutuhan melalui pertumbuhan industri di wilayahnya. Tarik-ulur harga pembelian listrik yang dihasilkan swasta oleh PLN juga kerap menjadi keluhan, selain peraturan yang berubah-ubah meski regulator berkilah perubahan itu justru untuk memudahkan investor.
Energi adalah prasyarat penting untuk terjadinya pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan pemenuhan keadilan bagi masyarakat. Pada sisi lain, banyak pihak memiliki kepentingan pribadi atau kelompok dalam industri energi yang menghambat usaha mempercepat pemenuhan kebutuhan energi. Ini adalah tantangan terberat kedaulatan energi dan kita ingin regulator dapat mengatasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar