Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 06 Oktober 2017

TAJUK RENCANA: Jangan Benturkan KPK-Polri (Kompas)

Panitia Angket DPR untuk KPK berniat meminta bantuan Polri untuk memanggil paksa KPK agar hadir di Panitia Angket. Kegaduhan bisa terjadi lagi.

Niat itu disampaikan anggota Panitia Angket KPK, Bambang Soesatyo dari Partai Golkar. Seperti dikutip harian ini, Bambang mengatakan, "Intinya, kata Kapolri, kalau DPR menghendaki (pemanggilan paksa terhadap KPK), Kapolri akan mempertimbangkannya." (Kompas, 5 Oktober 2017). Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto membantah pembahasan kemungkinan pemanggilan paksa dalam pertemuan Kapolri dengan sejumlah anggota Panitia Angket.

Rencana memanggil paksa KPK untuk memenuhi panggilan Panitia Angket akan menghadirkan kegaduhan politik baru. Padahal, kegaduhan baru itulah yang sudah diingatkan Presiden Joko Widodo agar dihindari. Panitia Angket dimotori partai pendukung pemerintah. Setelah masa kerjanya berakhir 60 hari, DPR masih memberikan kesempatan kepada Panitia Angket menyelesaikan tugasnya tanpa batas waktu meski sejumlah fraksi berkeberatan. Sejumlah fraksi ingin keluar dari Panitia Angket dan meminta Panitia Angket menyelesaikan tugasnya. Namun, semua itu hanya wacana di media. Sejumlah fraksi bermain dua muka untuk mempertahankan citra publik pada satu sisi dan menggembosi KPK pada sisi lain.

 
KOMPASPanitia Angket DPR untuk KPK berniat meminta bantuan Polri untuk memanggil paksa KPK agar hadir di Panitia Angket. Kegaduhan bisa terjadi lagi.

Sikap KPK jelas. Lembaga anti-rasuah itu menunggu putusan MK yang sedang menguji konstitusionalitas DPR melakukan penyelidikan melalui hak angket terhadap komisi independen. Dalam sejarahnya, baru pertama kalinya DPR melakukan penyelidikan terhadap komisi independen. Selama ini hak angket digunakan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang melanggar undang-undang. Gagasan melibatkan Polri untuk memanggil paksa KPK pasti akan menimbulkan kompleksitas politik baru. Selain hukum acara memanggil paksa lembaga untuk penyelidikan politik belum tersedia, langkah itu hanya akan membenturkan dua lembaga.

Begitu juga halnya pelaporan polisi oleh seseorang bernama Madun Haryadi terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo adalah pola lama melemahkan KPK. Polri perlu hati-hati meneliti laporan Madun dengan melihat rekam jejaknya. Begitu Polri menerima laporan dan menetapkan tersangka, pimpinan KPK akan nonaktif. Dalam posisi ini, KPK sebenarnya dalam posisi lemah karena hanya ditetapkan sebagai tersangka saja dia akan lengser. Pelaporan Madun diyakini sebagai upaya melemahkan KPK.

Kita berharap fraksi partai pendukung pemerintah lebih arif. Langkah fraksi pendukung bisa berdampak elektoral pada pilkada dan Pemilu 2019. Ada baiknya, jika MK mau, MK bisa memprioritaskan uji materi kasus itu untuk membantu menghentikan kegaduhan yang tidak perlu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Oktober 2017, di halaman 6 dengan judul "Jangan Benturkan KPK-Polri".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger