Kita sadar bahwa performa anak didik kita kalah dibanding dengan anak di Vietnam. Untuk mengatasi ketertinggalan itu, kita membutuhkan guru yang lebih baik.
- English Version: Teachers and Our Work
Namun, justru pada saat bersamaan, kita melihat masalah guru adalah masalah pelik. Oleh luasnya wilayah geografis, sebaran guru menjadi salah satu problem. Oleh besarnya daya tarik perkotaan, membuat profesi guru di wilayah terpencil kurang atraktif.
Di harian ini, Senin (29/1), diungkapkan ihwal masalah guru di garis depan. Dalam konteks yang dikemukakan di atas, khususnya terkait dengan keterpencilan, bisa dimengerti jika keberadaan guru di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) menjadi problem bukan saja secara kuantitas melainkan juga kualitas.
Disebutkan dalam berita, masalah ketidakhadiran guru di daerah 3T antara lain terjadi di Kabupaten Asmat, Papua. Guru yang merupakan putra-putri daerah tersebut cenderung meninggalkan tempat mengajar. Padahal, dari para guru, ada banyak harapan, tak semata menjalankan tugas formal mendidik di sekolah, tetapi juga menjadi contoh berperilaku hidup sehat.
Sebagaimana dikemukakan oleh Staf Ahli Mendikbud Bidang Hubungan Pusat dan Daerah James Modouw, masalah ketidakhadiran guru bukan semata masalah pendidikan. Ia menyebut ada perubahan sosial yang memengaruhi komitmen guru dalam mengabdi.
Jika pemerintah banyak membangun infrastruktur di daerah 3T, hal itu dilihat ada manfaatnya, antara lain membuat masyarakat, termasuk guru, tidak merasa terisolasi dari kehidupan luar yang berkembang pesat. "Kehidupan perkotaan menggoda mereka untuk tidak lagi merasa nyaman di pedalaman karena keterbatasan fasilitas," tambah Modouw.
Selain insentif, sebenarnya juga ada aturan, guru yang tidak memenuhi jam mengajar sesuai ketentuan tidak mendapatkan tunjangan profesi guru. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Merauke, Papua, Sergius Womsiwor mengatakan, pembangunan infrastruktur pendidikan dan kesejahteraan guru di pedalaman Papua harus sejalan. Dalam hal ini, pemilihan guru tidak lagi semata mensyaratkan karakter dan sikap mental mengabdi di daerah sulit, tetapi juga diiringi dengan dukungan kesejahteraan dan pembinaan karier yang baik.
Kita berempati kepada para guru yang setia mengabdi di wilayah 3T. Kita bisa membayangkan betapa berat tantangan yang dihadapi, baik untuk pergi menunaikan tugas maupun keterbatasan penghasilan, dan kendala lain seperti ketersediaan materi ajar serta tantangan kultural yang ada.
Tetapi, Presiden Joko Widodo yang juga bertekad membangun Indonesia dari pinggiran niscaya awas terhadap masalah ini. Mari kita terus kerjakan pekerjaan rumah untuk mengurangi atau meniadakan kendala, seperti infrastruktur, tetapi juga berkomitmen untuk membuat guru terus setia pada panggilan tugas meski godaan terus membayang di depan mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar