Ketegangan antara Kiev dan Moskwa terjadi setelah tiga kapal milik Angkatan Laut Ukraina ditahan oleh Rusia di Selat Kerch pada Minggu (25/11/2018). Sebanyak 24 pelaut Ukraina juga ditahan dalam insiden tersebut. Ketika itu, ketiga kapal Ukraina sedang dalam perjalanan dari Laut Hitam menuju Laut Azov, melewati Selat Kerch.

Moskwa mengklaim kapal-kapal Ukraina melanggar batas wilayah negara sehingga dengan cepat kapal-kapal penjaga pantai Rusia memburu mereka. Kapal-kapal Rusia bahkan sempat melepaskan tembakan. Sebaliknya, Ukraina bersikeras, kapal-kapal mereka berlayar sesuai dengan jalur internasional.

Selat Kerch merupakan perairan yang memisahkan wilayah Semenanjung Crimea dengan daratan Rusia. Semula Crimea merupakan bagian dari Ukraina, tetapi sejak tahun 2014, lewat referendum yang dimenangi oleh kubu pro-Moskwa, wilayah itu diklaim menjadi bagian dari Rusia. Referendum ini dinilai kontroversial dan dipaksakan. Sampai sekarang Ukraina tetap menyebut Crimea sebagai bagian dari wilayahnya. Sejumlah negara lain juga mengakui Crimea sebagai bagian dari Ukraina.

Sebelum terjadi penyergapan terhadap kapal-kapal Ukraina, Moskwa dan Kiev sesungguhnya sudah terlibat dalam hubungan yang panas. Media CNN bahkan menyebut keduanya sebenarnya terlibat dalam perang yang tidak kelihatan atau tersembunyi (hidden war). Ungkapan ini merujuk pada pertempuran di Ukraina timur antara kelompok pemberontak dan militer Ukraina. Berbagai laporan menyebutkan bahwa kelompok pemberontak di Ukraina timur mendapat dukungan dari Rusia. Sekitar 10.000 orang diperkirakan tewas dalam pertempuran kelompok separatis melawan militer Ukraina tersebut.

Ketegangan yang terjadi menyusul penahanan kapal dan pelaut Ukraina oleh Rusia menyebabkan konflik antara Kiev dan Moskwa memasuki babak baru yang lebih lugas. Mobilisasi kekuatan militer terjadi di kawasan Crimea. Pada Rabu (28/11), Rusia mengatakan akan mengirim lebih banyak lagi sistem rudal permukaan-ke-udara canggih S-400 ke Crimea.

Di sisi lain, setelah Rusia menangkap pelaut serta menahan kapal militer Ukraina, parlemen Ukraina segera menyetujui usulan penerapan darurat militer. Presiden Ukraina Petro Poroshenko kemudian menandatangani undang-undang darurat militer, kemarin. Lewat penerapan darurat militer, Pemerintah Ukraina memiliki wewenang untuk memobilisasi warga yang memiliki pengalaman militer, mengatur media, serta membatasi aksi pengumpulan massa.