Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 31 Oktober 2019

Kita Masih di Pintu Gerbang//DPR: Eksklusif ke Inklusif//Pengembalian Uang Tiket (Surat Pembaca Kompas)


Kita Masih di Pintu Gerbang

Presiden Joko Widodo telah melantik 34 menteri dalam Kabinet Indonesia Maju. Mereka akan bertugas menjalankan visi Presiden lima tahun ke depan. Melihat sosok dan rekam jejak para menteri, terutama yang baru, saya sebagai warga negara Indonesia berharap mereka mau bekerja sungguh-sungguh meski mewujudkan masyarakat adil, sejahtera, dan makmur sangat sulit dalam lima tahun ini.

Yang saya amati, anggaran untuk pertahanan cukup besar dan negara kepulauan terbesar di dunia ini memerlukan alutsista (alat utama sistem persenjataan) modern dan canggih. Masalah paham radikal, termasuk terorisme, juga menjadi pekerjaan rumah kabinet baru. Pembangunan infrastruktur selama lima tahun membuat kita optimistis bahwa masalah ketimpangan dapat dikurangi, apalagi nanti jika ibu kota pemerintahan dipindahkan ke Kalimantan.

Dalam tulisannya di Kompas (24/10/2019), "Memulihkan Kepercayaan", Yudi Latif berkata, "Kekuatan negara yang sehat bisa diraih jika demokrasi yang dijalankan dapat memperkuat kapasitas negara untuk menegakkan hukum, mengendalikan kekerasan, memperkuat meritokrasi, memberantas korupsi dan klientelisme, memperluas penerimaan identitas nasional, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, serta menyediakan sarana-prasarana dan pelayanan publik yang lebih baik."

Kemerdekaan yang sudah kita nikmati selama 74 tahun menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur masih merupakan sebuah pintu gerbang, belum memasuki rumah kebangsaan yang kita cita-citakan bersama. Rakyat di daerah tertinggal—terutama yang berbatasan dengan Malaysia (Sarawak dan Sabah), Filipina Selatan, dan Timor Leste—hanya berkeinginan hidup damai serta sehat dalam kecukupan sandang, pangan, dan papan sesuai sila kelima Pancasila yang setara dengan keinginan pahlawan bangsa, para pendiri negara besar ini.

Arifin Pasaribu
Kompleks PTHII, Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara


DPR: Eksklusif ke Inklusif

Hubungan pemerintah (baca: presiden) dengan rakyat dalam lima tahun terakhir ini sangat baik. Setiap blusukan, Presiden Jokowi selalu menanyakan "mau minta apa" kepada rakyat yang dikunjunginya. Istana pun terbuka untuk rakyat yang ingin menyampaikan aspirasi. Pendek kata, Presiden bersifat inklusif terhadap rakyatnya.

Sebaliknya, DPR, terutama dalam setahun terakhir, makin menjauh dari rakyat. Rakyat mengidolakan KPK, DPR malah berniat melemahkan. Rakyat berunjuk rasa menyampaikan aspirasi, DPR malah mengunci gerbangnya. DPR telah menjadi eksklusif.

Mampukah Puan Maharani selaku pucuk pemimpin DPR mengubah DPR dari eksklusif menjadi inklusif?

Suyadi Prawirosentono
Selakopi Pasar Mulya,Bogor

Pengembalian Uang Tiket

Moda transportasi kereta api saat ini merupakan pilihan utama warga kota. Ketepatan waktu perjalanan dan sistem daring pembelian/pemesanan tiket adalah dua keunggulan PT KAI. Namun, ada satu hal yang harus dibenahi dan disempurnakan, yaitu konfirmasi pengembalian uang tiket, khususnya yang daring.

Ketika tiket sudah dibatalkan dan ada pengembalian uang, PT KAI tidak pernah memberitahukan baik lewat SMS, WA, maupun perbankan-el tentang berapa besar nominal uang yang dikembalikan. Pemberitahuan itu kami anggap penting guna memastikan uang yang dikirim sesuai dengan hak pemilik tiket setelah dipotong 25 persen.

Budi Sartono

SoetiardjoCilame, Kabupaten Bandung

Kompas, 31 Oktober 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger