Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 06 Maret 2013

Otonomi Perguruan Tinggi (Tajuk Rencana Kompas)

Pernyataan keprihatinan kalangan ilmuwan terkait terancamnya otonomi perguruan tinggi perlu diapresiasi dan digarisbawahi.
Otonomi perguruan tinggi bukan privatisasi. Masalah otonomi, jati diri lembaga pendidikan tinggi, menjadi keprihatinan sivitas akademika. Karena itu, ketika RUU Perguruan Tinggi disetujui DPR untuk disahkan menjadi UU dengan nama Pendidikan Tinggi, mereka khawatir akan dicampakkan.
Namun, ketika "akhirnya" dalam pembahasan terakhir keberatan itu diakomodasi dalam UU, pengesahan RUU menjadi UU Pendidikan Tinggi mereka terima. Akomodasi yang dilakukan, di antara 62 perguruan tinggi negeri (PTN), 7 PTN mandiri secara akademik ataupun non-akademik, 20 PTN masih perlu bimbingan dengan status Badan Layanan Umum, dan sisanya di bawah bimbingan satuan kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Akomodasi dan akseptabilitas ilmuwan, termasuk guru besar, atas UU PT merupakan solusi konstruktif. Hal itu bukan sebuah win-win solution, melainkan lebih dalam arti mengisi kekosongan hukum setelah UU No 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) dibatalkan MK.
Ke-7 PTN anggota PT Badan Hukum Milik Negara berdasar UU BHP keberatan di bawah satuan kerja Kemdikbud yang dikhawatirkan mengancam kemandirian. Kemandirian tujuh PTN itu diakui dan teruji mengatasi 35 PTN lainnya, tetapi belum lebih dari 3.000 PTS. Perlulah dilakukan program bimbingan dan pembinaan yang niscaya dipermudah dengan pengelompokan.
Kriteria kemandirian PT secara akademik dan non-akademik perlu menjadi pemahaman. Otonomi sebagai ruh lembaga pendidikan tinggi tidak hanya akademik, tetapi juga non-akademik. Lembaga pendidikan tinggi merupakan tempat produksi dan reproduksi ilmu pengetahuan yang dilakukan ilmuwan. UU PT yang disetujui DPR, disahkan Presiden, dan diundangkan Menkumham pada 10 Agustus 2012 itu belum sempurna. Namun, isinya jauh lebih baik dari UU BHP yang beraroma komersial. Kalaupun ada pasal yang dirasa beraroma mengancam kemandirian PT, sebaiknya hal itu ditanggapi secara cerdas dan kepala dingin. Masih ada pasal yang bisa diselesaikan melalui peraturan pemerintah.
Disparitas yang tinggi masih terjadi di antara 62 PTN, apalagi ribuan PTS. Kebebasan akademik memang syarat ilmuwan berkembang dengan bekal otonomi. Dan, otonomi hanya bisa diperoleh PT yang betul-betul mandiri.
Mengutip mantan Dirjen Pendidikan Tinggi Satryo Brodjonegoro, PT harus berbadan hukum. Jika PT masih berstatus Badan Layanan Umum atau satuan kerja, pemerintah perlu mengintervensi. Tahapan itu diperlukan dan nantinya benar-benar sebagai lembaga pendidikan tinggi otonom, akademik dan non-akademik.
Usulan kita, jangan sampai UU PT dibatalkan seperti UU BHP! Itulah apresiasi yang perlu digarisbawahi atas kekhawatiran kalangan ilmuwan, termasuk guru besar yang tergabung dalam beberapa asosiasi profesor menyangkut otonomi PT.
(Tajuk Rencana Kompas, 6 Maret 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger