Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 29 September 2018

INVESTASI: Ke Mana Arah Bursa (ADLER HAYMANS MANURUNG)

ARSIP PRIBADI

ADLER HAYMANS MANURUNG

 

Minggu lalu kita disuguhi informasi tentang calon presiden dan calon wakil presiden untuk pemilu tahun mendatang, tepatnya 17 April 2019. Apabila diperhatikan, capres yang bersaing pada 2019 juga sama persaingannya dengan 2014. Berbagai pihak memberikan banyak komentar atas persaingan ini tidak ada yang baru, hanya wakilnya yang berbeda. Wakilnya menunjukkan perbedaan sangat mencolok dan berdasarkan keyakinan yang dibawa oleh capresnya. Tulisan ini tidak membahas sisi politik dari pasangan capres-cawapres, tetapi apa dampak dan ke mana arah bursa terkait dengan hal itu.

Pada Minggu, 23 September 2018, Komisi Pemilihan Umum menyelenggarakan Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Serentak 2019. Untuk melihat arah bursa ke depan dengan pengumuman dari KPU itu, tidak bisa dengan hanya menggunakan perdagangan setengah hari pada Senin, 24 September 2018. Bursa pada paginya dibuka dengan Indeks Harga Saham Gabungan pada level 5.946,868 dan mengalami kenaikan 5.956,334 pada pukul 09.10, atau terjadi kenaikan 10 poin selama 10 menit. Tetapi, selanjutnya, IHSG fluktuatif mengalami penurunan sampai pada level 5.893,596.

Kelihatannya IHSG mendapatkan tekanan atau dampak negatif pada Senin itu.

Padahal, pada Jumat, 21 September 2018, IHSG ditutup 5.957,744, yakni mengalami kenaikan dari hari sebelumnya (20 September 2018) pada level 5.931,266. Bahkan, jika diperhatikan dalam seminggu lalu bahwa IHSG mengalami kenaikan dari level 5.824,257 pada 17 September 2018 menjadi 5.957,744 di hari Jumat. Artinya, penurunan market pada setengah hari atau sesi satu pada Senin tidak terlepas dari adanya profit taking yang dilakukan investor atau trader di pasar mengingat telah terjadi kenaikan dalam seminggu terakhir. Pemain margin juga memanfaatkan kenaikan dan berita akan diumumkannya para capres dan cawapres yang maju pada 2019 walaupun tidak ada informasi terbaru.

Sejak adanya pengumuman KPU soal capres dan cawapres, kampanye sudah dimulai. Kelihatan di media sosial ada pihak yang menjelek-jelekkan dan ada juga yang terus menanggapi kampanye satu sama lain. Bagi mereka yang sudah memahami ekonomi, kelihatannya tidak akan berubah pilihannya. Saat ini, tema kampanye dan kepada siapa berkampanye sudah semakin kelihatan. Saat ini, sudah kelihatan pula adanya "emak-emak" yang ditargetkan. Kalau diperhatikan di media sosial, sudah jelas kelihatan perbedaan antara Facebook dan Linkedin.

Petahana yang saat ini dibantu seorang ulama menjadi pendamping dalam pemilihan 2019 diharapkan bisa memenangi pemilu. Bagi anak-anak muda atau kelompok milenial, hal itu membuat sedikit berkerut jidat karena belum memahami apa yang sedang dimainkan oleh petahana. Bagi mereka yang sudah maju pemilihan, ini menjadi sebuah tindakan yang membuat hati tenteram dan kelanjutan perekonomian akan lebih baik di masa mendatang. Rancangan pembangunan yang telah dibuat akan bisa dilakukan dengan baik. Salah satu contoh sederhana, pertumbuhan perekonomian akan mengalami kenaikan dari tahun-tahun sebelumnya. Kenaikan pertumbuhan sudah dirasakan berbagai pihak. Banyak pihak yang menyatakan terjadi disrupsi, tetapi pada sisi lain terjadi juga kenaikan tajam. Artinya, terjadi zero-sum game antara beberapa sektor ekonomi dan ada kenaikan yang cukup bisa dipertanggungjawabkan.

Data Badan Pusat Statistik juga menyatakan adanya penurunan jumlah rakyat miskin yang ditunjukkan angkanya dan sudah dipublikasikan dari 10,12 persen menjadi 9,82 persen atau secara angka absolut dari 26,58 juta menjadi 25,95 juta. Apabila dipakai data neraca perdagangan yang selalu negatif sudah beberapa periode (dalam periode triwulan), akhirnya berujung pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan jumlah penduduk miskin (data yang tersedia).

IHSG kita akan terus berfluktuasi ke arah lebih baik pada tahun-tahun depan. IHSG ini akan mengalami peningkatan yang cukup baik jika tidak ada tekanan dari regional, terutama adanya kebijakan moneter dari Pemerintah Amerika Serikat.

Kebijakan AS yang hanya berencana menaikkan tingkat bunga dan berpengaruh terhadap nilai kurs akan membuat perekonomian dunia berubah.

Kenaikan tingkat bunga 1 persen bisa memberikan pengaruh yang cukup besar pada perekonomian dunia, terutama bursa saham. Dana yang selama ini mengendap di bursa saham negara-negara berkembang akan mengalir keluar sehingga bursa-bursa negara berkembang mengalami penurunan akibat larinya dana itu ke asalnya. Bisa dibayangkan, sebelum tingkat bunga dinaikkan di AS, dana yang sedang mengendap di negara berkembang sudah bertumbuh sekitar 6 persen sampai dengan 10 persen dan kemudian dipindahkan ke asalnya dan akhirnya memberikan tingkat pengembalian yang cukup besar jika dibandingkan dengan patokan yang telah disepakati di awal tahun.

IHSG ini juga akan terus naik jika pemerintah terus melakukan perbaikan, baik melalui kebijakan moneter maupun fiskal, serta memberikan insentif kepada pebisnis. Nilai tukar bisa dipertahankan pada nilai saat ini dengan tambahan kebijakan untuk membuat semua eksportir harus membawa dananya kembali, bukan memarkir dananya di luar negeri.

Tindakan ini sangat diperlukan agar stabilitas rupiah bisa terjamin untuk beberapa periode ke depan. IHSG juga akan bisa drop jika AS terus menaikkan tingkat bunga dan beberapa negara yang selevel Indonesia mengalami persoalan.

Semuanya kembali kepada pemerintah yang harus mengelola dengan baik dan rakyatnya mau membantu agar tidak terjadi kemerosotan. Caranya dengan mencintai Indonesia, dengan hati yang tulus.

Kompas, 29 September 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

KESEHATAN: Kapan Indonesia Bebas Rabies? (DR SAMSURIDJAL DJAUZI)

 

Minggu lalu, anak tetangga saya berumur 7 tahun digigit anjing. Dia sedang bermain di rumah teman dan tangannya digigit anjing. Sebagai ketua RT, saya ikut sibuk. Untunglah dekat rumah kami ada puskesmas dan anak tersebut segera mendapat pertolongan. Tangannya yang digigit dibersihkan dengan air mengalir dan obat penyuci hama. Anak yang digigit anjing itu menangis karena kaget, tetapi kemudian menjadi tenang. Setelah lukanya selesai dicuci, anak tetangga saya mendapat vaksin rabies dan vaksinasi ini masih akan dilanjutkan dua kali lagi.

Anjing yang menggigit diawasi oleh dokter hewan. Namun, kalau melihat kejadiannya, anak itu digigit anjing ketika bermain-main dengan anjing dan ekor anjing itu terinjak. Anjing pun terkejut lalu menggigit tangan si anak.

Meski saya bukan petugas kesehatan, saya pernah membaca mengenai penyakit rabies. Menurut apa yang saya baca, penyakit rabies amat berbahaya karena sampai sekarang mereka yang tertular rabies dan menunjukkan gejala penyakit rabies sulit untuk ditolong nyawanya. Di lingkungan RT saya ada lima rumah tangga yang memelihara anjing. Saya mengingatkan agar anjing yang dipelihara mendapat vaksinasi rabies dan dijaga dengan baik agar tak terjadi kecelakaan gigitan anjing. Di kawasan kami ada taman dan pemilik anjing sering membawa anjingnya berjalan dan bermain di taman. Namun, pada umumnya anjingnya diberi tali sehingga mudah diawasi dan dikendalikan.

Pertanyaan saya, bagaimana dengan situasi rabies di Indonesia? Apakah masih ada korban yang meninggal akibat gigitan anjing? Bagaimana upaya pemerintah agar Indonesia bebas rabies dan kapan kira-kira Indonesia akan berhasil bebas dari penyakit yang berbahaya tersebut? Saya masih punya anak kecil yang berumur 5 tahun, kebetulan saya tak memelihara anjing, tetapi anak saya suka bermain dengan kucing dan anjing. Terima kasih atas penjelasan Dokter.

M di B

Rabies masih ada di negeri kita. Pada tahun 2016 menurut Kementerian Kesehatan terdapat 64.774 kejadian gigitan hewan penular rabies di Indonesia. Delapan puluh enam korban gigitan anjing tersebut meninggal karena penyakit rabies. Memang jika dibandingkan dengan tahun 2012 terjadi penurunan kejadian gigitan hewan penular rabies karena pada tahun 2012 mencapai 84.750 kejadian dengan angka kematian akibat rabies 137 orang. Kapan Indonesia akan berhasil bebas dari rabies tergantung pada upaya kita bersama. Pemerintah mengharapkan tahun 2020 Indonesia dapat bebas dari rabies, tetapi untuk mencapai hal itu banyak yang harus dilakukan.

Situasi rabies di Indonesia masih memprihatinkan. Baru sembilan provinsi di Indonesia yang digolongkan bebas rabies, yaitu Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Rabies masih endemis di 24 provinsi. Provinsi dengan kematian karena rabiesnya tinggi adalah Provinsi Sulawesi Utara. Kematian akibat rabies di provinsi ini tahun 2014 sebanyak 22 orang, sedangkan tahun 2015 menjadi 28 orang. Untunglah pada 2016 turun menjadi 21 orang. Provinsi lain yang angka kematian akibat rabiesnya masih cukup tinggi pada 2016 adalah Kalimantan Barat sejumlah 12 orang, Sumatera Utara 9 orang, Maluku 6 orang, Bali 5 orang, Bengkulu 5 orang, Kalimantan Tengah 5 orang, dan Sulawesi Tengah 5 orang.

Upaya pencegahan rabies dilakukan dengan pengawasan terhadap hewan penular rabies (anjing, kucing, dan kera). Kasus rabies di negeri kita 95 persen akibat gigitan anjing. Lakukan vaksinasi rabies terhadap anjing dan berikan tanda bukti vaksinasi.

Namun, anjing di negeri kita banyak yang merupakan anjing tak bertuan. Upaya menurunkan populasi anjing melalui pemusnahan anjing mengundang protes dari penyayang binatang. Pengendalian populasi anjing dengan pencegahan perkembangbiakan anjing menggunakan suntikan hormon cukup mahal. Selain itu, lalu lintas anjing dan hewan penular rabies perlu pengawasan agar tidak terjadi penularan rabies ke daerah yang sudah bebas rabies.

Tindakan pertama dalam pertolongan korban yang tergigit hewan penular rabies harus dipahami masyarakat. Kecepatan tindakan dan pencucian luka yang benar dapat mengurangi risiko penularan rabies. Korban gigitan hewan penular rabies harus dibawa ke rabies center (puskesmas atau layanan kesehatan yang ditunjuk) untuk mendapat penilaian dan pertolongan sesuai dengan risiko penularan rabies.

Tata laksana gigitan hewan penular rabies (GHPR) terdiri dari pencucian luka, pemberian antiseptik, dan tindakan penunjang. Pencucian luka merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam tata laksana kasus GHPR. Luka gigitan dicuci dengan air mengalir dan sabun atau detergen selama 10 sampai 15 menit. Antiseptik seperti alkohol 70 persen, Betadine, obat merah, dan lain-lain dapat diberikan setelah pencucian luka. Tindakan penunjang berupa pemberian vaksin antirabies (VAR atau Var) disertai serum antirabies (SAR).

Pemberian VAR dan SAR ditentukan menurut kategori luka gigitan. Pada luka risiko rendah hanya diberi VAR, sedangkan luka risiko tinggi di samping VAR harus diberi juga SAR. Kasus yang terlambat ditangani sehingga sudah timbul gejala biasanya akan berakhir dengan kematian. Korban akan amat menderita sebelum meninggal.

Di dunia diperkirakan setiap tahun 55.000 orang meninggal akibat rabies dan korban terbanyak adalah di Asia dan Afrika. Menurut data WHO, 99 persen kasus rabies pada manusia akibat gigitan anjing yang terinfeksi. Biasanya korban GHPR adalah anak-anak dan kasus kematian banyak terjadi di pedesaan akibat kurangnya pemahaman terhadap rabies.

Amerika Latin dan Karibia telah berhasil mengurangi jumlah kasus rabies pada manusia dan hewan secara nyata setelah berhasil melakukan program pengendalian rabies pada anjing.

Tahun 1990 terdapat 250 kasus rabies pada manusia di kawasan ini dan jumlah ini menurun tajam pada 2010, hanya terdapat kurang dari 10 kasus rabies pada manusia.

Upaya penanggulangan rabies selain dilaksanakan pemerintah juga harus mendapat dukungan masyarakat. Pada pelaksanaan program pemerintah, selain jajaran kesehatan, juga perlu dilibatkan petugas yang mengawasi hewan. Pada penatalaksanaan GHPR, selain penatalaksanaan di layanan kesehatan, hewan yang tersangka menularkan rabies akan ditata laksana di puskes hewan. Suatu provinsi dinyatakan bebas rabies setelah ada surat keputusan Menteri Pertanian. Peran serta masyarakat amat diperlukan.

Masyarakat perlu memahami bahaya penyakit rabies. Rabies merupakan penyakit yang mematikan, tetapi dapat dicegah. Penatalaksanaan yang benar dapat menurunkan risiko rabies.

Untuk itu, perlu pertolongan yang cepat dan benar. Masih sering terjadi korban gigitan mendapat berbagai pertolongan yang diyakini masyarakat bermanfaat sementara waktu berlalu yang memungkinkan virus rabies menjalar ke seluruh tubuh. Akibatnya, ketika dibawa ke layanan kesehatan sudah timbul gejala dan keadaan ini sudah terlambat.

Saya menghargai upaya Anda sebagai ketua RT memperhatikan situasi rabies di negeri kita. Mari kita bantu pemerintah untuk mencapai Indonesia bebas rabies pada 2020.

Semoga para ketua RT lainnya di Indonesia juga menunjukkan kepedulian terhadap rabies sehingga masyarakat kita terhindar dari penyakit berbahaya ini.

Kompas, 29 September 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

PSIKOLOGI: Hidup dengan Skizofrenia (KRISTI POERWANDARI)

 

"Saya menyandang skizofrenia sudah lebih dari 25 tahun. Sampai lupa kapan tidak diganggu oleh halusinasi dan waham. Dimulai waktu saya masuk kampus, tiba-tiba 'si pengendali', saya bisa lihat dan dengar dia—tapi orang lain tidak—menyedot seluruh waktu dan energiku."

Begitu disampaikan Janice Jordan, penyandang skizofrenia, bekerja sebagai penyunting teknis dan menulis buku puisi tentang pengalamannya. Ia melanjutkan, "Ia menghukumku, berteriak memaki-makiku. Saya tidak bisa cerita kepada siapa pun karena takut dibilang gila. Sangat membingungkan dan saya jadi kacau karena banyak suara di kepalaku. Sepertinya saya mulai membaik ketika bersedia memperoleh bantuan.

Sebelumnya saya menolak kenyataan bahwa saya mengalami gangguan jiwa. Saya pikir saya cuma 'beda' saja."

Tidak ada yang salah

Mengetahui diri sendiri atau anggota keluarga menyandang skizofrenia dapat sangat mengejutkan. Orangtua merasa sangat sedih dan bersalah, atau anggota keluarga merasa malu dan saling menyalahkan. Sesungguhnya, skizofrenia bukan akibat kesalahan siapa pun.

Skizofrenia adalah gangguan otak yang menyebabkan gangguan dalam kemampuan menilai realitas. Diperkirakan ada sekitar 1 persen dari populasi yang menyandang skizofrenia, umumnya mulai diserang di usia muda (15 tahun hingga akhir 20-an). Ada aspek genetis yang memengaruhi, tetapi masih diperlukan banyak penelitian untuk dapat menjelaskannya dengan lebih komprehensif.

Stres atau tekanan hidup tidak menyebabkan skizofrenia, tetapi dapat memicu ataupun memperburuk gejala. Demikian pula penyalahgunaan obat, apalagi ada obat-obatan tertentu yang menghadirkan gejala mirip skizofrenia.

Intervensi medis dan psikososial sangat diperlukan dan akan lebih membantu jika dapat diberikan sedini mungkin.

Sayangnya, sering kita terlambat mencari pertolongan. Individu dinilai 'aneh', tetapi keluarga tidak paham bahwa itu merupakan gangguan jiwa. Agresi dianggap biasa pada remaja atau disangka muncul akibat penyalahgunaan obat.

Mungkin pula keluarga sudah menduga ada gangguan jiwa, tetapi menyangkalnya, khawatir memperoleh stigma negatif dari lingkungan. Sementara itu, individu takut dianggap aneh atau gila sehingga tidak bercerita apa pun. Atau ia sangat yakin yang dilihat atau didengar adalah nyata, jadi tidak menganggap ada masalah dengan diri.

Keluarga, orang terdekat, dan penyandang skizofrenia akan memperoleh manfaat maksimal dari intervensi jika mengakses layanan sedini mungkin, bekerja sama dengan baik dengan tim medis dan psikososial, dan jika perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk dapat menghadirkan kenyamanan bagi penderita.

"Do and do not"

Apabila anggota keluarga dalam episode gangguan, yang harus dilakukan adalah tetap bersikap tenang dan menurunkan distraksi atau gangguan. Misalnya dengan mematikan TV atau
menurunkan volume suara radio. Berbicara dengan nada rendah, perlahan, tenang, dan jelas, "Yuk kita duduk dan bicara."

Kita menyampaikan apa yang kita amati: "Sepertinya kamu takut/bingung/marah. Bisakah kamu ceritakan apa yang membuatmu merasa begitu?" Jika perlu, ulangi pertanyaan atau pernyataan kita, menggunakan kata dan kalimat singkat-sederhana yang sama.

Hindari sikap tegang, menyalahkan, atau yang menempatkannya seperti pesakitan: "Kamu benar-benar seperti anak kecil!", "Stop mondar-mandir begitu, tolong duduk tenang!". Sikap tenang dari keluarga sangat penting karena suasana lingkungan yang emosional dapat membuatnya makin gelisah.

Apabila ia terkesan tidak mendengarkan, tidak perlu sakit hati, kemudian berteriak, mengkritik, atau menantangnya. Akan baik jika ia bersedia sukarela diajak ke psikiater atau rumah sakit. Jika tidak, mungkinkah ada kenalan, teman, atau saudara yang dapat membujuknya untuk pergi? Berikan pilihan misalnya: "Kamu mau ke rumah sakit bareng ibu atau diantar kakak?"

Ketika terganggu oleh halusinasi atau wahamnya, ia mungkin menjadi agresif atau melakukan kekerasan. Dalam situasi demikian, kita berusaha tidak panik dan melakukan yang terbaik untuk dapat melindungi diri sendiri, orang lain, dan ia yang mengalami gangguan.

Individu perlu dimotivasi dan terus dipantau agar minum obat secara teratur. Ketika ia telah tenang seusai menjalani intervensi baik untuk menghadirkan kegiatan rutin terstruktur yang sekaligus dapat membantunya bertanggung jawab mengurus diri dan lebih mandiri.

Hindari mengatakan: "Kamu bau banget, sih, disuruh mandi saja tidak mau". Katakan, misalnya, "Kalau tidak mandi, tuh, kita akan bau. Yuk buat perjanjian kita mandi tiap hari".

Keluarga perlu menunjukkan sikap konsisten untuk meminimalkan kebingungan dan menghadirkan rasa aman. Penghargaan positif untuk hal-hal kecil yang dilakukannya akan membantu meningkatkan rasa percaya diri. Setelah sakit, mungkin relasi sosialnya menjadi berkurang. Agar ia tidak kesepian, keluarga atau orang-orang terdekat seyogianya tetap melibatkannya dalam aktivitas bersama seperti nonton film, berwisata, atau makan di luar rumah.

Bergabung dengan komunitas

Tentu masih banyak kebingungan pada keluarga dan orang dekat. Silakan membaca berbagai panduan yang dapat diakses bebas di internet. Salah satunya "Learning about Schizophrenia: Rays of Hope" (2003), manual untuk keluarga dan caregiver yang diterbitkan oleh Schizophrenia Society of Canada.

Pembaca akan memperoleh banyak manfaat dengan bergabung dengan komunitas. Ada Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia yang memiliki simpul di beberapa daerah (KPSI, informasi dapat diakses di internet). Untuk kelompok Katolik, ada Komunitas Rahmat Pemulihan yang mulai aktif bekerja (hubungi Bu Rini, 0895636025778).

Barangkali ada pula support group dari kelompok-kelompok pemeluk agama/keyakinan lain yang saya belum tahu.

Mari saling mendukung untuk meringankan beban. Dengan saling mendukung, individu dan keluarga yang hidup dengan skizofrenia dan kita semua akan dapat menjalani kehidupan yang bahagia, damai, berkualitas, dan bermakna. Teman saya, Osse Kiki, seorang penyintas skizofrenia, memberikan judul bagi sharing-nya, "Berdamai dengan Skizofrenia".

Kompas, 29 September 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

TAJUK RENCANA: Perempuan dan Deradikalisasi (Kompas)

Peran perempuan dalam pemberantasan terorisme dan pencegahan radikalisasi menjadi faktor penting di negeri ini dan di lingkup internasional.

Pidato Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi dalam Forum Kontraterorisme Global (GCTF) di New York menjadi signifikan karena data menunjukkan perempuan telah menjadi sasaran perekrutan jejaring terorisme untuk dijadikan pelaku teror. Menlu merujuk pada peristiwa ledakan bom di Surabaya pada Mei lalu di mana pelakunya adalah perempuan dan anak-anak. Hal serupa sudah terjadi di sejumlah negara lain di mana perempuan menjadi dalang serangan.

Latar belakang pelibatan perempuan dalam aksi teror antara lain karena persepsi kolektif bahwa perempuan bisa dipercaya, setia, dan mudah dikendalikan oleh tokoh otoritas. Faktor lainnya, pelaku perempuan tidak mudah dicurigai aparat keamanan sehingga kemungkinan efektivitas serangan lebih besar. Kenyataan ini membuat upaya pemerintah untuk melawan terorisme dan radikalisasi menjadi lebih pelik.

Namun, sebaliknya, perempuan sangat bisa berperan sebagai agen perdamaian dan pencegahan radikalisasi karena perempuan memiliki tempat khusus dalam pendidikan karakter generasi muda sebagai ibu, pendidik, guru, motivator. Sejak bayi hingga menjadi remaja, tokoh-tokoh otoritas utama dalam kehidupan anak adalah perempuan. Dengan kata lain, pemberdayaan perempuan akan menjadi modal sosial besar bagi pemerintah untuk melaksanakan demokratisasi.

Dengan modal inilah pemerintah harus bekerja sama dengan kelompok masyarakat, khususnya kelompok perempuan, untuk melaksanakan program-program deradikalisasi. Penanganan terorisme umumnya dilakukan melalui pendekatan "keras", seperti pendekatan keamanan dan penegakan hukum, serta pendekatan "lunak", seperti penanggulangan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja, dan pendidikan. Dalam pendekatan lunak inilah perempuan bisa dioptimalkan perannya.

Saat ini Indonesia memiliki dua organisasi Islam besar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, yang masing-masing memiliki badan otonom yang mengurusi perempuan, yaitu Fatayat NU dan Aisyiah. Fatayat NU, misalnya, memiliki kader jutaan orang dan selama ini telah berkecimpung dalam pemberdayaan perempuan dan penanggulangan kemiskinan. Pesantren-pesantren Nahdlatul Ulama bisa menjadi basis pengajaran deradikalisasi.

Sementara Aisyiah antara lain memfokuskan agendanya pada gerakan perempuan, pendidikan, dan kesehatan. Muhammadiyah memiliki ribuan sekolah untuk semua jenjang pendidikan dan juga rumah-rumah sakit. Kekuatan ini masih belum ditambah dengan ormas-ormas lain yang selama ini tekun membangun komunitas yang toleran.

Indonesia telah memiliki modal besar untuk memerangi terorisme dan radikalisasi melalui peran perempuan. Kini dibutuhkan koordinasi dan program-program terpadu untuk menyatukan kekuatan ini.

Kompas, 29 September 2018


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

TAJUK RENCANA: Mengantisipasi Masa Depan (Kompas)

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Murid mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMK Negeri 2 Salatiga, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Senin (2/4/2018). Pemanfaatan teknologi informasi pada UNBK terus dikembangkan antara lain untuk mengurangi risiko lembar soal datang terlambat atau tertukar, meminimalkan penggunaan kertas, serta menekan potensi praktik kecurangan saat proses pengerjaan soal.

Pada tahun 2045 Indonesia akan memasuki usia 100 tahun. Usia yang pantas bagi sebuah negara disebut maju dan berkembang, bukan negara sedang berkembang.

Tahun 2045 bukanlah waktu lama, tinggal 27 tahun lagi. Artinya, anak-anak yang saat ini berusia SD, SMP, dan SMA/SMK pada tahun 2045 akan berusia 35-45 tahun. Saat itulah mereka akan menjadi pemimpin, baik pemimpin organisasi bisnis, sosial, birokrasi, maupun organisasi politik. Pendek kata, mereka akan menjadi pemimpin kita di masa depan.

Mempersiapkan pemimpin masa depan tentu saja tidak mudah di tengah ketidakpastian global. Apalagi jumlahnya tidak sedikit. Berdasarkan data pokok pendidikan 2016/2017, jumlah siswa SD, SMP, dan SMA/SMK sekitar 44,9 juta orang, terdiri dari 25,6 juta siswa SD, 10,1 juta siswa SMP, 4,6 juta siswa SMA, dan 4,6 juta siswa SMK. Jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan angka pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun.

Selain jumlahnya meningkat, tantangan ke depan juga akan kian berat. Karena itu, anak-anak harus dibekali dengan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Pendidikan konservatif yang tidak mengacu pada kebutuhan masa depan akan tertinggal dan akhirnya melahirkan pengangguran.

Saat ini sejumlah pekerjaan tradisional mulai hilang dilindas zaman. Sebaliknya, jenis pekerjaan baru bermunculan, terutama yang berkaitan dengan teknologi informatika, seperti analis data, keamanan siber, web design, dan ekonomi digital. Karena itulah langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang akan mengembangkan keahlian vokasi dan revitalisasi sekolah menengah kejuruan patut diapresiasi.

Kemdikbud sedang menyiapkan bidang baru pendidikan vokasi yang sesuai dengan perkembangan teknologi informatika. Bidang tersebut antara lain virtual reality atau realitas maya, 3D printing, augmented reality, dan bisnis daring. Juga sedang disiapkan revitalisasi SMK dalam bentuk penyesuaian kurikulum dengan industri, peningkatan kompetensi guru, sertifikasi lulusan SMK, dan kerja sama langsung dengan industri.

Selain mempertimbangkan kebutuhan industri, sebaiknya juga mempertimbangkan kebutuhan bangsa di masa mendatang. Dengan pertambahan penduduk sekitar 4,4 juta orang per tahun, kebutuhan pangan, misalnya, juga terus meningkat. Di sisi lain, minat generasi muda bekerja di sektor pertanian terus menurun. Jika kondisi ini dibiarkan, di masa yang akan datang kita tetap akan menjadi negara pengimpor pangan.

Kita mengingatkan semua pihak agar bidang pertanian jangan ditinggalkan. Pendidikan vokasi juga harus memperhatikan soal pertanian yang dikaitkan dengan inovasi teknologi. Pendidikan pertanian tanpa inovasi teknologi tidak menarik generasi muda.

Selain inovasi teknologi, tak boleh dilupakan pula peningkatan kualitas guru pendidikan vokasi. Keluhan yang sering terlontar adalah dari sekitar 276.000 guru SMK saat ini, masih banyak yang kurang sesuai dengan bidangnya.

Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan menghadapi masa depan yang makin berat. Namun, dengan keinginan tulus dan kuat serta kemampuan mengantisipasi kebutuhan masa depan, tantangan itu akan bisa kita lalui bersama

Kompas, 29 September 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

ARTIKEL OPINI: Retrospeksi Daya Saing Industri (MHA RIDHWAN)

Fenomena melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa bulan terakhir hingga menembus angka lebih dari Rp 15.000 per dollar AS telah menimbulkan tanda tanya dan bahkan kekhawatiran bagi sebagian masyarakat.

Hal ini dapat dimaklumi, terutama mengingat faktor pengalaman krisis keuangan 1997/1998 yang telah berdampak secara multidimensional.

Berbeda dengan krisis 1997/1998, rupiah yang terdepresiasi saat ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu perang dagang AS-China, kenaikan suku bunga The Fed, dan kekhawatiran dampak rambatan (spillover) dari pelemahan nilai tukar lira (Turki), peso (Argentina), serta sejumlah mata uang emerging economies lain. Sementara faktor fundamental domestik diyakini relatif kuat, tecermin dari pertumbuhan ekonomi triwulan II-2018 yang meningkat menjadi 5,27 persen, dari triwulan I-2018 sebesar 5,06 persen dan triwulan II-2017 sebesar 5,01 persen.

Sejumlah indikator makro lain juga relatif baik, seperti tingkat inflasi yang terjaga 3,18 persen pada Juli 2018 (yoy) dan  rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) kurang dari 30 persen.

Meski demikian, jika menyimak data defisit transaksi berjalan (current account deficits/CAD), angkanya naik menjadi 8,0 miliar dollar AS pada triwulan II-2018, dari triwulan I-2018 5,7 miliar dollar AS, sehingga CAD hingga semester I-2018 tercatat 2,6 persen dari PDB. Meskipun masih relatif aman karena di bawah 3 persen dari PDB, indikator CAD ini sangat penting untuk diperhatikan sebab merupakan indikator daya saing suatu negara, khususnya dalam konteks perdagangan dan investasi (aliran modal) di dunia. Defisit CAD berpotensi menjadi sumber vulnerabilitas dari sisi eksternal/nilai tukar, atau rawan menjadi obyek spekulasi.

Neraca perdagangan dan daya saing industri

Secara khusus, jika analisis difokuskan pada neraca perdagangan (trade balance) yang menjadi komponen utama pada neraca transaksi berjalan (selain neraca modal) selama tiga tahun terakhir (2015-2017), terlihat kinerjanya juga relatif baik karena membukukan surplus (ekspor melampaui impor) dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya yang selalu defisit. Khusus 2016 ke 2017, surplus tercatat naik dari 15,3 miliar dollar AS ke 18,8 miliar dollar AS meskipun di semester I-2018 surplus ini melambat.

Kendati demikian, sebaiknya kita jangan merasa senang atau bangga dulu dengan surplus dagang ini, terutama jika mempertimbangkan asesmen terhadap daya saing ekspor industri manufaktur domestik (nonmigas) dengan negara ASEAN lain (Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam), China dan India (Ridhwan dkk, 2015, 2016). Beberapa studi terkait yang dilakukan Bank Dunia dan lain-lain juga menyimpulkan hal yang relatif sama.

Pertama, dari sisi struktur/komposisi barang, selama 10-20 tahun terakhir produk ekspor terutama didominasi oleh bahan mentah dan produk setengah jadi yang mempunyai tingkat teknologi yang rendah (khususnya komoditas pertanian, perikanan, dan tambang). Akibatnya, nilai tambahnya juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan produk impor yang didominasi oleh produk manufaktur yang mempunyai nilai tambah tinggi dan elastis terhadap pendapatan, khususnya gawai/smartphone, otomotif, dan perangkat elektronik modern lainnya.

Impor untuk sejumlah barang konsumsi tersebut, industri nasional yang berorientasi ekspor juga masih bergantung terhadap impor bahan baku dan bahan modal. Keterkaitan manufaktur domestik dalam rantai pasok global (global value chains) masih terbatas pada jenis pekerjaan pendukung (supporting), seperti perakitan di industri kendaraan bermotor dan pengemasan, atau belum pada  taraf inti (core), seperti pembuatan mesin mobil dan pembuatan desain/prototipe.

Kedua, dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah produk ekspor Indonesia hanya bertambah 83 item (dibandingkan dengan Vietnam 1.024 item barang). Selain itu, persentase ekspor Indonesia ke negara-negara berpendapatan per kapita tinggi (high income countries) seperti AS, Uni Eropa, dan Jepang hanya 53 persen atau lebih rendah dari negara pesaing di ASEAN.

Ketiga, tingkat kematian produk Indonesia (hilang di pasaran) sebanyak 311 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand (132), India (137), dan Malaysia (241), sementara China hanya 99 produk dalam rentang 2010-2015. Adapun produk yang bisa bertahan (surviving product) Indonesia berdasarkan besaran nilai ekspornya tentu adalah produk yang berbasis sumber daya alam (natural resources), khususnya minyak kelapa sawit, batubara, gas alam cair; sementara berdasarkan banyaknya pasar yang dituju (sebaran pasar), produk yang survive adalah paper dan paperboard, furnitur, dan barang seni/hasil pahatan (patung dan lain-lain).

Dengan menggunakan analisis product space (Hildago dkk, 2017) terdapat indikasi bahwa product space Indonesia kian menjauh dari core–nya, artinya kita mengalami penurunan jumlah produk yang berkeunggulan komparatif di dense forest (mesin, elektronik, garmen, tekstil, furnitur) sehingga rantai pasokan/supply-chain (supplier)-nya di pasar domestik juga kian berkurang. Ternyata keunggulan ini telah banyak "diserap/diambil alih" China. Konsekuensinya, dengan daya saing rendah pada kluster industri dengan proksimitas tinggi (dense forest), akan menyulitkan transisi ke kelompok pendapatan (income group) yang lebih tinggi (potensi masuk ke "jebakan kelas menengah").

Hasil studi penulis ini juga dikonfirmasi oleh temuan yang relatif sama oleh Ricardo Hausmann (Harvard, 2017) sebagai berikut. Pertama, terjadi perlambatan ekspor per kapita untuk manufaktur/nonmigas (2012-2015). Rodrick (Harvard) menunjukkan adanya gejala deindustrialisasi prematur di Indonesia, sebagaimana terlihat dari pangsa industri pengolahan terhadap PDB yang terus menurun, sementara sektor jasa justru meningkat.

Di China, sektor jasa berkembang setelah sektor industrinya tumbuh lebih pesat dahulu. Dalam fase pertumbuhannya, manufaktur Malaysia dan Thailand juga dimulai dari tekstil, lalu meningkat ke elektronik dan permesinan (1980-2017). Sementara Indonesia selama 30 tahun terakhir masih stuck di sektor tekstil atau belum banyak perkembangan produk dengan teknologi lebih tinggi.

Kedua, selama 2000-2015, nilai ekspor untuk produk "baru" dari indonesia hanya 4 item dengan total nilai ekspor 2,6 miliar dollar AS, sangat jauh jika dibandingkan dengan produk baru dari Vietnam sebanyak 51 item dengan nilai 51,7 miliar dollar AS dan Thailand 51 item dengan nilai 17,4 miliar dollar AS.

Untuk mengetahui faktor-faktor kunci apa yang menjadi tantangan/permasalahan yang menghambat daya saing/kinerja ekspor domestik, studi penulis (2016, 2017) dengan melakukan diagnostik daya saing perdagangan menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut adalah terkait faktor enablers (prakondisi), khususnya faktor sumber daya manusia yang berkaitan dengan rigiditas upah, faktor logistik khususnya interkonektivitas antardaerah/pulau di Nusantara, terbatasnya alternatif sumber pembiayaan ekspor selain bank dan terbatasnya fasilitas kredit murah bagi eksportir. Selain itu, masalah perizinan dan koordinasi antar-instansi.

Ketiga, dari segi akses pasar, meski mayoritas tarif bea masuk ke negara tujuan ekspor cukup rendah (di bawah 2 persen, kecuali ke AS), hambatan nontarif (non-tariff barriers) masih banyak diterapkan oleh negara-negara maju (AS dan Eropa) dibandingkan dengan Vietnam, Filipina, dan Thailand yang lebih lunak. Strategi pemasaran secara spasial (kewilayahan), yaitu dengan memanfaatkan kawasan industri (industrial park) dan zona ekonomi khusus (special economic zone), juga belum optimal, terutama karena belum terintegrasinya kawasan tersebut dengan infrastruktur pendukung (energi, konektivitas, dan lain-lain); serta kejelasan status pengelolaan lahan industri antara pemda dan badan/otorita khusus yang dibentuk oleh pemerintah pusat.

Strategi jangka pendek

Berangkat dari hasil temuan studi di atas, semua orang mungkin telah menyadari betapa kompleksnya (struktural) tantangan/permasalahan yang dihadapi untuk dapat meningkatkan kinerja/daya saing ekspor industri manufaktur nasional, terlebih lagi dalam kondisi ketidakpastian ekonomi global saat ini (perang dagang AS dengan China). Namun, kita tetap harus optimistis dan bersemangat untuk menyusun strategi yang aplikatif dan inovatif sehingga dapat terhindar (dampak minimal) dari turbulensi ekonomi dunia saat ini.

Untuk itu, mengingat kebutuhan kita terhadap penerimaan devisa yang mendesak (untuk menutup CAD), beberapa strategi kebijakan (quick-wins) berikut layak dipertimbangkan dalam rangka mendorong penerimaan devisa khususnya. Pertama, strategi pemasaran yang nonkonvensionaldengan memperluas/diversifikasi negara tujuan ekspor yang baru seperti negara berkembang di Asia (Kamboja, Laos, Myanmar), Afrika, dan kesepakatan perdagangan bebas (FTA) bilateral, misalnya dengan Australia, dan lain-lain. Selain itu, pasar domestik dapat lebih diperkuat mengingat jumlah penduduk sekitar 260 juta merupakan pasar potensial yang besar (internalisasi), khususnya melalui perbaikan interkonektivitas (integrasi) ekonomi antardaerah.

Kedua, penguatan strategi kebijakan untuk mendorong pengembangan home-industry atau skala usaha kecil dan menengah yang berorientasi nilai tambah dan ekspor. Bentuk dukungan terutama di sektor pemasaran, peningkatan kapabilitas SDM, penguasaan teknologi, dan aksesibilitas pembiayaan. Ketiga, pengembangan tenaga kerja terampil melalui pemberian kursus/training yang melibatkan user (industri) dan memanfaatkan sebesar-besarnya peluang training di luar negeri yang diberikan prinsipal industri yang investasi di dalam negeri.

Keempat, dalam jangka pendek, komoditas agro (perkebunan) dan perikanan yang kita miliki saat ini hanya perlu sedikit "dipoles" agar dapat diekspor, khususnya untuk yang mempunyai nilai tambah tinggi, seperti buah-buahan tropis (manggis, mangga, nanas, dan lain-lain), termasuk produk hutan yang eksotik, seperti minyak atsiri dan getah damar.

Di era digital dan globalisasi saat ini di mana kaum milenial yang mendominasi, mendorong pesatnya pertumbuhan leisure economy, termasuk melalui industri pariwisata, juga dapat menjadi andalan untuk meningkatkan devisa secara cepat. Mengingat kekayaan alam dan budaya kita yang sudah tersohor tetapi masih memerlukan dukungan promosi, koordinasi dan komunikasi baik di pusat maupun di daerah menjadi penting.

Sejumlah strategi kebijakan di atas kiranya dapat dipertimbangkan bagi pengambil kebijakan, terutama dalam jangka pendek, menyikapi ketidakpastian ekonomi global yang berpotensi mengganggu stabilitas makroekonomi nasional. Namun, tentu, upaya stabilisasi dimaksud—pengendalian defisit transaksi berjalan dan stabilisasi nilai tukar—harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa dan tidak hanya diserahkan atau menjadi tanggung jawab otoritas moneter. Reformasi struktural merupakan faktor kunci untuk solusi permasalahannya, yang mau tidak mau harus secara kontinu dan konsisten dilaksanakan.

MHA Ridhwan Pemerhati Ekonomi dan Bekerja di Bank Indonesia

Kompas, 29 September 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

ARTIKEL OPINI: Kontestasi Politik Baju Putih (INDRA TRANGGONO)

Baju "kebesaran" Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto sama-sama putih. Keduanya kini bersaing dalam Pemilu Presiden 2019. Mereka sama-sama nasionalis dan bercita-cita membesarkan Indonesia. Sama-sama ingin memberikan hasil kerja yang manis bagi rakyat pemilih. Mereka pun siap memperebutkan 196,5 juta suara pemilih (berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum).

Diharapkan, mereka mampu menggelar kampanye berbasis budaya yang menekankan logika (kebenaran), etika (keadaban), dan estetika (keindahan). Kebenaran diproduksi berdasarkan data dan fakta secara obyektif atau mengungkapkan realitas sosiologis, bukan hoaks. Keadaban berporos pada moralitas yang dijunjung tinggi dan diaktualisasi untuk menciptakan berbagai kebaikan publik; bukan jatuh pada pengadilan personal berupa fitnah. Keindahan bersumbu pada nilai-nilai kepantasan dan keanggunan, menjauhi kekerasan verbal maupun fisik. Muara dari kebenaran, keadaban, dan keindahan adalah peradaban bangsa yang memuliakan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan.

Semiotik-semantik

Kontestasi Jokowi dan Prabowo secara semiotik dan semantik (baca: keduanya sama-sama menggunakan baju berwarna putih) adalah kontestasi yang berasal dari satu "rahim kesucian niat dan jiwa yang bersih", layaknya makna warna putih. Warna bukan hanya jadi tanda, melainkan juga mencerminkan kejiwaan sekaligus pesan yang disampaikan penggunanya.

Dengan memilih warna putih, Jokowi dan Prabowo ingin menyampaikan pesan tentang "jiwa bersih dan suci". Dalam bahasa sosial pesan itu bisa diterjemahkan "perjuangan tanpa pamrih, dedikatif, dan bisa dipercaya". Begitulah semestinya pemimpin, selalu meletakkan kepercayaan di atas segalanya. Adapun di dalam praktik kepemimpinan, semua makna kebaikan itu menuntut integritas, komitmen dan kapabilitas serta konsistensi.

Untuk celana panjang, Jokowi memilih hitam dan Prabowo memilih coklat muda. Warna hitam pada celana yang dikenakan Jokowi  memiliki filosofi "keberanian, pusat perhatian, ketenangan, kekuatan/keteguhan hati, dan lebih menyukai yang alami daripada yang palsu". Warna coklat muda pada celana yang dikenakan Prabowo memiliki makna: "mengandung unsur bumi, hangat, nyaman, dan aman".  Secara psikologis warna coklat akan memberi kesan kuat  dapat diandalkan. Warna ini melambangkan sebuah fondasi dan kekuatan hidup. Kelebihan lain, warna coklat dapat menimbulkan kesan modern, canggih, dan mahal karena kedekatannya dengan warna emas (goodmind.id).

Jika Jokowi melipat lengan baju, Prabowo memilih mengancingkan lengan baju di pergelangan tangan. Dengan lengan baju dilipat, Jokowi ingin tampil laiknya anak muda tipe pekerja yang tak terikat formalitas. Ekspresif. Sementara Prabowo ingin menunjukkan kesan resmi dan serius. Pada tataran semiotika, kedua capres menunjukkan hal-hal yang ideal dan memberi pesan, "keduanya sama-sama berpotensi untuk dipilih". Persuasi simbolik ini diharapkan mampu menambah keyakinan pemilih dalam memberikan dukungan suara kepada kedua capres.

Kesederhanaan dan ide besar

Menilik sejarah kepresidenan republik ini, persoalan karakter dan penampilan merupakan dua hal yang disukai publik. Soekarno selain dikenal sebagai pemimpin cerdas, visioner, dan berani juga selalu tampil dandy. Gagah. Tampan. Berwibawa. Peci hitam, kacamata hitam, baju putih, celana putih, dan tongkat komando merupakan ikon yang selalu melekat pada Putra Sang Fajar itu.

Soeharto yang berlatar belakang militer cenderung tampil ala priayi Jawa. Baju safari, setelan jas, baju batik, dan peci selalu menyertainya. Citra kebapakan yang mengayomi pun tecermin. Penampilan yang tidak terlalu berbeda juga tampak pada BJ Habibie. Citra teknokrat melekat cukup kuat.

Abdurrahman Wahid, di luar setelan jas, cenderung mengenakan baju batik dan peci. Citra kesantrian sangat kuat. Megawati Soekarnoputri tampil dengan citra kuat seorang ibu, dengan mengenakan kebaya. Rapi dan elegan. Susilo Bambang Yudoyono (SBY) yang berlatar belakang militer selalu tampil elegan dan berwibawa, baik ketika mengenakan jas maupun baju batik. Citra kesantunan, kecerdasan, ketenangan, dan kehati-hatian terpantul dari SBY. Bagaimana dengan Jokowi? Berlatar belakang orang biasa, rakyat jelata, Jokowi tampil sederhana dengan baju putih dan celana hitam, kadang-kadang baju batik. Ia berpenampilan ala anak muda.

Kontestasi Jokowi dan Prabowo berlangsung secara politik dan simbolik. Gaya dan kostum Prabowo mendekati gaya presiden-presiden RI yang resmi dan serius. Adapun gaya dan penampilan Jokowi  cenderung sederhana dan tidak formal.

Pilihan pada kostum dan gaya penampilan sejatinya tidak jauh dari cara berpikir dan karakter seseorang. Kesederhanaan Jokowi mencerminkan cara pandang dan karakter dirinya yang lebih memilih nilai-nilai berbasis tindakan (praksis) daripada teori muluk-muluk. Ini dia terjemahkan dalam slogan "kerja, kerja, dan kerja". Jokowi adalah seorang praktisi. Nilai atas peran sosial ditentukan secara empiris.

Adapun Prabowo cenderung menyukai gagasan-gagasan besar seperti isu nasionalisme, kejayaan Indonesia, antidominasi dan hegemoni asing, pentingnya harkat-martabat bangsa, dan lainnya. Ia selalu menggunakan gaya retorika ketika berpidato. Baginya, berpidato selain memaparkan ide juga menggembleng rakyat. Citra yang dibangun Prabowo adalah pentingnya ketegasan bagi seorang pemimpin.

Dua-duanya menarik. Tentu masing-masing memiliki pendukung, baik secara ideologis, rasional, maupun emosional. Kontestasi akan berlangsung secara ketat. Jumlah suara yang diperebutkan Jokowi dan Prabowo, menurut KPU, sekitar 196,5 juta. Sekitar 40 persen dari jumlah pemilih adalah generasi milenial. Mereka berkomitmen pada pemilu damai.

Masyarakat menunggu penubuhan (perwujudan) pemilu damai ini sehingga Pilpres 2019 lebih mengutamakan nilai, gagasan, serta produk-produk politik yang bermakna bagi penguatan kebangsaan dan peningkatan kesejahteraan publik. Ini jumbuh atau menyatu dengan niat suci mereka yang disimbolkan baju putih yang dikenakan.

Indra Tranggono Pemerhati Kebudayaan

Kompas, 29 September 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

ARTIKEL OPINI: Rokok dan Defisit BPJS (BADRUL MUNIR)

Dengan ditandatanganinya peraturan presiden (perpres) tentang pemanfaatan cukai rokok untuk menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan, di satu sisi melegakan bagi BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan untuk  bisa beroperasi lagi. Namun, di sisi lain jadi "tamparan" moral bagi praktisi kesehatan. Rokok yang selama ini divonis sebagai zat berbahaya bagi kesehatan dan bisa mengancam nyawa justru saat ini berubah menjadi pahlawan, yakni "penyelamat" nyawa pasien BPJS.

Dikatakan penyelamat nyawa karena cukai rokok yang disuntikkan pemerintah ke BPJS Kesehatan mampu menggerakkan lagi operasional  rumah sakit dan fasilitas kesehatan (faskes) di seluruh Indonesia, yang hampir berhenti akibat BPJS Kesehatan kehabisan dana akibat   defisit anggaran  dari tahun ke tahun.

Dari sisi ekonomi, alokasi cukai  rokok untuk mengatasi  dampak negatif  akibat rokok sudah sering dilakukan. Penggunaan pajak dosa (sin tax)  juga sudah dilakukan di negara maju yang sangat ketat terhadap peredaran rokok. Saat ini  dampak rokok yang menyebabkan gangguan kesehatan penduduk Indonesia telah diderita oleh warga negara Indonesia dan biaya pengobatan harus dibebankan ke  BPJS Kesehatan, maka alokasi ini sangat tepat.

Walau banyak yang berpendapat subsidi cukai rokok untuk menutup defisit BPJS ini langkah yang merugikan pendapatan daerah penghasil tembakau dan produk olahannya, alokasi cukai ini merupakan langkah darurat untuk menyelamatkan nyawa BPJS Kesehatan yang kritis akibat defisit yang terus berjalan dari tahun ke tahun. Tahun ini saja defisit tersebut diperkirakan menembus angka Rp 10 triliun.

Namun  yang perlu diketahui, subsidi ini bukanlah penyelesaian permanen dari defisit BPJS. Ibarat suatu penyakit, cukai rokok ini adalah obat simptomatik, yakni hanya penghilang gejala yang muncul. Sementara penyebab penyakitnya belum terselesaikan. Ibarat penyakit infeksi bakteri yang menyebabkan gejala panas badan, subsidi cukai rokok ini tak ubahnya obat penurun panas yang bersifat sementara dan akan muncul panas lagi apabila belum diberi antibiotik yang sesuai dengan bakteri penyebab infeksi ini.

Bakteri penyebab infeksi dalam keuangan  BPJS Kesehatan sudah teridentifikasi, antara lain, pertama, ketidaksesuaian antara iuran BPJS   yang dibutuhkan dan iuran premi yang dibayarkan peserta BPJS. Ketidaksesuaian ini menyebabkan "seting rugi" dalam anggaran keuangan BPJS. Kedua, pola penyakit yang berubah, di mana penyakit katastropik banyak diderita masyarakat Indonesia saat ini, seperti jantung, gagal ginjal, kanker, dan stroke. Ketiga, ketidakpatuhan peserta untuk membayar iuran secara rutin setiap bulan.

Naikkan iuran BPJS

Maka, sesungguhnya langkah paling solutif adalah menaikkan iuran BPJS ke nilai premi sesungguhnya. Namun, mengambil langkah ini bukanlah kebijakan yang populis, yang tidak akan diambil oleh pemerintah saat ini, apalagi menjelang pemilihan presiden dan pemulihan anggota legislatif tahun depan.

Menaikkan iuran premi BPJS ibarat menaikkan harga BBM bersubsidi. Akan ada dampak politik yang sangat besar bagi elektabilitas penguasa. Namun, sesungguhnya dampak lanjutan kenaikan premi tidak sebesar dan semasif kenaikan harga BBM bersubsidi atau kenaikan tarif dasar PLN. Sebab, premi asuransi BPJS tidak berhubungan langsung dengan proses produksi ataupun jasa yang berdampak langsung pada kenaikan harga barang.

Dalam kondisi ini dibutuhkan keberanian politik yang kuat untuk menaikkan iuran BPJS agar keberlangsungan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan bisa terpenuhi. Hal ini sudah disampaikan oleh Ikatan dokter Indonesia (IDI) kepada Presiden Jokowi saat bertemu di Istana Presiden, beberapa waktu lalu. Namun, tampaknya Presiden masih menghitung dampak ekonomi dan politik bagi pemerintahannya.

Perkembangan pola penyakit katastropik berbiaya tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa ini. Hal ini berkaitan dengan pola pembangunan kesehatan bangsa dalam beberapa tahun terakhir lebih condong upaya kuratif dan rehabilitatif, dan sedikit melupakan upaya  promotif dan preventif. Padahal, beberapa penyakit katastropik yang sangat banyak menghabiskan dana BPJS sesungguhnya penyakit yang bisa dicegah pada upaya kesehatan promotif dan preventif. Di beberapa negara maju, upaya ini bisa menurunkan penyakit katastropik secara bermakna.

Upaya kesehatan promotif dan preventif yang dulu menjadi program pembangunan  dengan gerakan hidup sehat, yang menjadi prioritas pembangunan saat itu—sebagai bukti ribuan puskesmas dan jutaan posyandu dibangun—dampaknya sangat bermakna untuk mencegah timbulnya penyakit di masyarakat.   Namun, memang disadari bahwa dampak politik dan elektabilitas program pembangunan promotif ini sangat kecil dibandingkan kuratif sehingga kurang menjadi program utama pemerintah pasca-Reformasi.

Ke depan kita berharap pemerintah baru, Jokowi-Ma'ruf Amin ataupun Prabowo-Sandi, bisa merancang sebuah sistem pembangunan kesehatan yang holistik dan berkesinambungan. Hal ini agar permasalahan kesehatan nasional dapat teratasi secara paripurna: bukan hanya masalah kesehatan yang bersifat  kuratif seperti defisit BPJS, melainkan juga masalah kesehatan nasional lainnya yang bersifat preventif dan promotif. Dengan begitu, cita-cita jadi negara sehat dan sejahtera menjadi kenyataan.

Salah satu upaya promotif kesehatan yang harus terus digelorakan adalah  mengampanyekan pola hidup sehat di masyarakat. Di antaranya makan makanan bergizi dan seimbang, olahraga  rutin, dan tidak merokok. Dengan demikian, insiden penyakit katastropik yang umumnya dikarenakan pola hidup tidak sehat (termasuk merokok) bisa turun dan akhirnya biaya pengobatan penyakit ikut turun. Pada gilirannya defisit BPJS pun bisa teratasi. Pola pembangunan seperti ini akhirnya bisa menempatkan rokok pada tempatnya, yakni rokok adalah zat berbahaya  bagi kesehatan dan bukan "pahlawan kesehatan" seperti yang saat ini terjadi.

Badrul Munir Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Neurologis Melayani Pasien BPJS


Kompas, 29 September 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

ARTIKEL OPINI:Kawasan Industri Sei Mangkei dan Perombakan Struktur Ekonomi (ANWAR NASUTION)

Kawasan Industri Sungai (Sei) Mangkei di Kabupaten Asahan dan Simalungun dapat dijadikan pemerintah dan gubernur baru Sumatera Utara sebagai awal perombakan struktur ekonomi daerah dan Indonesia.

Hingga saat ini, Sumut dan Indonesia adalah penghasil bahan mentah untuk industri manufaktur negara-negara lain. Tadinya bahan mentah itu diekspor ke Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang. Kini juga diekspor ke Malaysia, India, dan RRC sebagai bahan mentah bagi industri pengolahannya.

Nilai tambah yang dihasilkan oleh industri pengolahan itu jauh di atas nilai tambah yang diterima oleh perkebunan dan petani kita. Sumut dan Indonesia sekaligus merupakan eksportir tenaga kasar yang tidak punya pendidikan dan keterampilan kerja ke Semenanjung Malaysia dan Singapura ataupun ke Suriname dan Kaledonia Baru. Padahal, tadinya, Semenanjung Malaka dan Singapura merupakan daerah jajahan raja-raja Aceh dan Melayu Medan serta Melayu Riau.

Lokasi strategis

Lokasi Kawasan Industri Sungai (Sei) Mangkei (KISM) Mangkei sangat strategis, tidak jauh dari industri pengguna hasil tambang di Asia Timur. Lokasi KISM juga berdekatan dengan sumber energi listrik tenaga air murah sehingga dapat dikembangkan untuk memulai industrialisasi sekaligus menciptakan lapangan kerja ataupun ekspor.

Sei Mangkei terletak di Kabupaten Asahan, di pinggir Sungai Asahan yang besar, tidak jauh dari Air Terjun Sigura-gura dari Danau Toba yang merupakan air terjun kedua terbesar dunia setelah Itaipu di Brasil. Air Terjun Sigura-gura itu merupakan produsen listrik tenaga air dengan ongkos produksi sangat murah sehingga cocok untuk peleburan hasil tambang. Itu sebabnya, perusahaan Jepang mendirikan Inalum untuk mengolah biji tembaga yang diimpor dari Amerika Selatan dan Australia.

Infrastrukturnya pun sudah cukup tersedia, baik berupa jalan raya, jalur kereta api, pelabuhan udara, maupun pelabuhan laut serta fasilitas telekomunikasi.

Peleburan tembaga dari Freeport di Papua pun pantas dilakukan di KISM untuk memanfaatkan tenaga listrik airnya yang banyak dan murah. Lokasi KISM jauh dari kota sekitarnya dengan penduduk yang jarang sehingga tidak akan tercemar polusi.

Lalu lintas laut KISM tidak akan terganggu karena jalurnya tidak sepadat Gresik dan kedalaman lautnya bisa disinggahi oleh kapal angkut bobot besar. Di lain pihak, sumber tenaga listrik yang banyak dan murah seperti ini tidak dipunyai oleh Gresik yang dewasa ini direncanakan untuk menjadi lokasi peleburan tembaga Freeport.

Selat Madura pun sempit dan dangkal sebagai alur pelayaran, sedangkan penduduk Gresik sangat padat sehingga akan menderita dari polusi asap dari pabrik peleburan tembaga dan pabrik lain yang sudah banyak di situ.

Dewasa ini, PTP III yang menguasai lahan KISM menanam kelapa sawit dengan produktivitas yang rendah dibandingkan dengan perkebunan milik swasta. Hasil panennya tidak mampu diolah sendiri untuk menghasilkan komoditas dengan nilai tambah yang lebih tinggi.

Biji sawit itu diekspor oleh PTP III ke Malaysia, RRC, dan India untuk diolah menjadi minyak goreng ataupun produk yang lebih tinggi nilainya. Oleh karena itu, lahan PTP III itu lebih bermanfaat jika diubah menjadi kawasan industri yang menghasilkan nilai tambah serta lapangan kerja yang lebih tinggi.

Tenaga terampil

Pengembangan KISM memerlukan tenaga kerja terampil sehingga KISM dapat dijadikan pemicu transmigrasi sukarela tenaga kerja dari Pulau Jawa dan daerah lainnya.

Yang perlu disediakan hanya kawasan tempat tinggal mereka dan infrastruktur sosial, seperti sekolah dan fasilitas kesehatan. Fasilitas pendidikan yang perlu diutamakan adalah politeknik dan D III yang mengajarkan keterampilan kerja. Jalur angkutan darat dapat diturunkan dengan memperbaiki jalan raya pantai timur Sumatera yang telah ada atau membangun jalur kereta api dengan mengimpor kereta api bekas dari Jepang, Eropa, dan negara-negara lainnya.

Pendatang baru itu sekaligus membuka peluang ekonomi yang tersedia di pantai timur Sumatera di sepanjang Selat Malaka. Adanya ongkos angkut yang murah sekaligus memungkinkan impor nangka dari Aceh untuk bahan baku gudeg di Yogyakarta.

Kita tahu, kawasan industri pengolahan bahan mentah berbasis pada industri padat karya.

Pengolah hasil tambang

KISM dapat dikembangkan sebagai kawasan pengolahan hasil tambang (smelter), pertanian, ataupun industri padat karya. Tenaga listriknya yang besar
dan murah dapat dimanfaatkan untuk pengolahan hasil tambang ataupun hasil kebun yang ada di sekitarnya (resource based industries). KISM sekaligus dapat dikembangkan sebagai pusat industri kimia, makanan, ataupun bagian dari global supply chains atau mata rantai industri manufaktur penghasil komponen dan suku cadang industri serta perakitannya dalam proses globalisasi perekonomian dunia.

Untuk ikut terlibat dalam global supply chains itu, pemda Sumut yang baru dan Pemerintah Indonesia perlu belajar dari Negara Bagian Penang dan Malaka serta mengundang negara-negara asal investornya, seperti Jepang, Korea, dan Taiwan. Tadinya, Inggris membuat Penang sebagai pusat smelter timah, pengolahan karet serta minyak kelapa sawit.

Penang dan Malaka telah berkembang menjadi pusat penghasil komponen serta perakitan industri elektronik dan otomotif yang terpenting dunia. Kini, Malaysia merupakan produsen penting barang-barang listrik keperluan rumah tangga, seperti mesin cuci, lemari es, pengisap debu, dan kompor. Demikian pula dengan komputer tangan dan meja ataupun suku cadang untuk telepon genggam serta komputer Apple.

Pemerintah dan pemda Sumut juga perlu kerja sama dengan negara-negara bagian di Malaysia untuk saling membagi pengalaman dan pekerjaan.

Industri makanan dapat dikembangkan di Sei Mangkei, termasuk hasil perikanan laut, seperti kerupuk udang, ikan teri kecil, dan terasi.

Pelabuhan strategis

Selat Malaka adalah jalur laut yang merupakan salah satu selat tersibuk di dunia mengangkut barang dari Asia Timur ke Eropa, Australia, serta Selandia Baru sebaliknya, mengangkut bahan bakar minyak dan gas alam dari Timur Tengah ke kawasan ini.

Karena strategisnya, Selat Malaka merupakan sasaran bagi program Jalur Sutra RRC melalui laut mengikuti jejak Laksamana Cheng Ho. Pemerintah RRC sekarang ini menawarkan berbagai bentuk pinjaman untuk membangun infrastruktur di jalur darat dan laut jalur sutra itu, mulai dari Laut China Selatan, Selat Malaka, Lautan Hindia, Afrika, hingga Eropa.

Jalur kereta api cepat dari RRC ke Jerman mengangkut ekspornya melalui Benua Asia dan Eropa sudah mulai beroperasi Juli lalu. Selain itu, RRC sudah membangun pelabuhan laut di Kamboja, Sri Lanka, Pakistan, dan Maladewa dan membeli pelabuhan di Yunani.

Untuk pengamanan jalur laut dari perompakan bajak laut, RRC telah membangun pangkalan militer di tanduk Benua Afrika. Pada era Perdana Menteri Najib, RRC juga berniat membangun pelabuhan laut dan jalan kereta api di pantai timur Semenanjung Malaysia. Proyek ini dibatalkan oleh Perdana Menteri Mahathir Mohamad karena dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Perairan laut Sei Mangkei cukup dalam sehingga dapat dikembangkan menjadi pengganti atau menambah kapasitas Pelabuhan Belawan yang sudah mencapai batas maksimum.

Anwar Nasution Guru Besar Emeritus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Kompas, 29 September 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.
Powered By Blogger