Pada tahun 2045 Indonesia akan memasuki usia 100 tahun. Usia yang pantas bagi sebuah negara disebut maju dan berkembang, bukan negara sedang berkembang.
Tahun 2045 bukanlah waktu lama, tinggal 27 tahun lagi. Artinya, anak-anak yang saat ini berusia SD, SMP, dan SMA/SMK pada tahun 2045 akan berusia 35-45 tahun. Saat itulah mereka akan menjadi pemimpin, baik pemimpin organisasi bisnis, sosial, birokrasi, maupun organisasi politik. Pendek kata, mereka akan menjadi pemimpin kita di masa depan.
Mempersiapkan pemimpin masa depan tentu saja tidak mudah di tengah ketidakpastian global. Apalagi jumlahnya tidak sedikit. Berdasarkan data pokok pendidikan 2016/2017, jumlah siswa SD, SMP, dan SMA/SMK sekitar 44,9 juta orang, terdiri dari 25,6 juta siswa SD, 10,1 juta siswa SMP, 4,6 juta siswa SMA, dan 4,6 juta siswa SMK. Jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan angka pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun.
Selain jumlahnya meningkat, tantangan ke depan juga akan kian berat. Karena itu, anak-anak harus dibekali dengan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Pendidikan konservatif yang tidak mengacu pada kebutuhan masa depan akan tertinggal dan akhirnya melahirkan pengangguran.
Saat ini sejumlah pekerjaan tradisional mulai hilang dilindas zaman. Sebaliknya, jenis pekerjaan baru bermunculan, terutama yang berkaitan dengan teknologi informatika, seperti analis data, keamanan siber, web design, dan ekonomi digital. Karena itulah langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang akan mengembangkan keahlian vokasi dan revitalisasi sekolah menengah kejuruan patut diapresiasi.
Kemdikbud sedang menyiapkan bidang baru pendidikan vokasi yang sesuai dengan perkembangan teknologi informatika. Bidang tersebut antara lain virtual reality atau realitas maya, 3D printing, augmented reality, dan bisnis daring. Juga sedang disiapkan revitalisasi SMK dalam bentuk penyesuaian kurikulum dengan industri, peningkatan kompetensi guru, sertifikasi lulusan SMK, dan kerja sama langsung dengan industri.
Selain mempertimbangkan kebutuhan industri, sebaiknya juga mempertimbangkan kebutuhan bangsa di masa mendatang. Dengan pertambahan penduduk sekitar 4,4 juta orang per tahun, kebutuhan pangan, misalnya, juga terus meningkat. Di sisi lain, minat generasi muda bekerja di sektor pertanian terus menurun. Jika kondisi ini dibiarkan, di masa yang akan datang kita tetap akan menjadi negara pengimpor pangan.
Kita mengingatkan semua pihak agar bidang pertanian jangan ditinggalkan. Pendidikan vokasi juga harus memperhatikan soal pertanian yang dikaitkan dengan inovasi teknologi. Pendidikan pertanian tanpa inovasi teknologi tidak menarik generasi muda.
Selain inovasi teknologi, tak boleh dilupakan pula peningkatan kualitas guru pendidikan vokasi. Keluhan yang sering terlontar adalah dari sekitar 276.000 guru SMK saat ini, masih banyak yang kurang sesuai dengan bidangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar