Polda Metro Jaya mencatat sedikitnya ada 80 kasus begal yang terjadi sepanjang Januari 2015 dan tersebar di Jakarta dan kota penyangganya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Para begal itu tidak segan membunuh korban. Aksi para penjahat ini mengancam rasa aman masyarakat. Melihat aksi sadis para begal, pada akhir Januari Kepala Polda Metro Jaya Irjen Unggung Cahyono sudah meminta polisi menindak tegas penjahat dan membentuk tim khusus pemburu begal. Bukannya berkurang, aksi begal sampai kemarin terus terjadi.

Maraknya aksi begal dan ketidakhadiran aparat untuk menjamin rasa aman dan ketertiban membuat massa bertindak sendiri. Massa membakar penjahat sepeda motor di Tangerang pada Selasa lalu. Selang sehari kemudian, massa menghakimi dua perampok yang tepergok membobol sebuah minimarket.

Sebelum itu, muncul pesan berantai yang menyebutkan lokasi rawan aksi begal di Jakarta dan kota di sekitarnya. Pesan berantai itu telah memicu keresahan masyarakat. Ketika negara dan aparat keamanan tidak hadir pada aksi kejahatan yang dilihat massa, massa pun bertindak sendiri menghakimi pelaku kejahatan tersebut.

Menurut pakar psikologi forensik Universitas Indonesia, Reza Indragiri, tindakan main hakim sendiri muncul karena masyarakat memersepsikan adanya kevakuman hukum. Hiruk-pikuk politik terkait pencalonan Kepala Kepolisian Negara RI ikut memengaruhi persepsi masyarakat akan kevakuman hukum tersebut.

Belum lagi hasil survei internasional, The Economist Intelligence Unit, yang dirilis akhir Januari lalu menyebutkan Jakarta sebagai kota paling tidak aman. Memang, tidak mungkin suatu kota terbebas sama sekali dari kriminalitas, begitu pun dengan Jakarta sebagai ibu kota negara yang serba kontradiktif.

Jumlah dan mobilitas penduduk yang tinggi dan daya dukung yang jauh dari memadai membuat Jakarta dan kota di sekitarnya berpotensi menghadapi persoalan serius. Dengan jumlah aparat keamanan yang juga belum memadai, hal itu membuat Jakarta dan kota di sekitarnya juga rawan tindak kejahatan.

Untuk menciptakan rasa aman dan ketertiban masyarakat, memang tidak bisa semata ditumpukan kepada polisi. Namun, polisi sebagai alat negara yang ditugaskan hanya untuk itu dengan segala kewenangannya tidak boleh menganggap soal ini sebagai hal biasa. Negara harus bisa menjamin rasa aman masyarakat yang juga merupakan hak asasi manusia.

Langkah konkret Polda Metro Jaya mengawal dan men- jamin ketertiban serta keamanan kota Jakarta ditunggu. Jika persoalan ini dibiarkan berlarut, bukan tidak mungkin akan memicu permasalahan yang lebih kompleks.