Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 28 Februari 2015

Bonus Demografi dan Ekonomi Kreatif (OMAS BULAN SAMOSIR)

‎Badan Perencana Pembangunan Nasional (2012) memproyeksikan rasio ketergantungan umur Indonesia akan paling rendah pada 2029 (46,875).

Artinya, terdapat 34.100 penduduk usia muda (0-14 tahun) dan 12.775 penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) per 100.000 penduduk usia kerja (15-64 tahun). Jadi, jendela kesempatan menuai bonus demografi diperkirakan berakhir dalam 14 tahun lagi. Bonus demografi adalah keuntungan yang disebabkan menurunnya tingkat kelahiran yang dapat berupa peningkatan tabungan keluarga, investasi, produktivitas pekerja, dan akselerasi pertumbuhan ekonomi. Pada tahap ini proporsi penduduk usia kerja secara khusus mendominasi struktur umur penduduk.

Bonus demografi tak otomatis. Surplus tenaga kerja hanya akan jadi bonus jika mereka berdaya secara ekonomi. Dengan menggunakan teori penawaran dan permintaan tenaga kerja, jumlah tenaga kerja yang besar hanya akan jadi bonus apabila tersedia lapangan kerja yang akan memberdayakan mereka.

Siapa yang menyediakan lapangan kerja ini? Tentu saja perusahaan dan industri. Berapa besar investasi yang harus diciptakan untuk menampung tenaga kerja sebanyak itu? Salah satu yang paling mungkin dilakukan Indonesia adalah mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif.

Ekonomi kreatif tak hanya mengukur luaran ekonomi, tetapi mencakup empat bentuk modal: sosial budaya, manusia, struktural atau institusional, dan kreativitas. Dengan demikian, ekonomi kreatif dapat mendorong peningkatan pendapatan sebuah generasi, penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor bermodalkan keanekaragaman budaya.

Laporan PBB menunjukkan, ekonomi kreatif berada pada sektor paling dinamis dalam perekonomian dunia dan menawarkan kesempatan pertumbuhan yang tinggi di negara-negara berkembang. Sektor ekonomi kreatif dapat berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran, terutama bagi negara-negara berkembang. Sekitar 30 negara telah meraup keuntungan dari ekonomi kreatif dan selanjutnya 100 negara telah menyatakan perhatian mereka dengan menggunakan warisan budaya mereka sebagai modal dalam perekonomian.

Howkins (2001) menunjukkan bahwa pada 1996 nilai penjualan ekspor hak cipta Amerika Serikat melebihi ekspor mobil, pertanian dan industri pesawat. Howkins berargumen, AS seharusnya berpikir mengenai sebuah ekonomi baru yang dibangun dalam koridor ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif AS digolongkan dalam empat bidang: paten, hak cipta, merek dagang, dan desain.

Laporan UNCTAD menunjukkan, nilai ekonomi kreatif dunia 375,84 miliar dollar AS pada 2002 dan meningkat jadi 842,2 miliar dollar AS pada 2011 dengan pertumbuhan 7,35 persen per tahun pada 2003-2011. Bahkan, Howkins mengestimasi nilai ekonomi kreatif dunia mencapai 2,2 triliun dollar AS pada 2020 dengan pertumbuhan 5 persen per tahun (Creative Economy Report 2011).

Indonesia mengalami defisit perdagangan ekonomi kreatif 5,231 miliar dollar AS pada 2003 dan 2,182 miliar dolar pada 2011. Dalam bidang pariwisata (salah satu sektor ekonomi kreatif), Indonesia menikmati surplus perdagangan 3,057 miliar dolar AS pada 1995 dan defisit 35 juta dollar AS pada 2012 (World Bank Country Profile 2014).

Menjanjikan

Kontribusi ekonomi kreatif sangat menjanjikan. Sejak 2011 hingga 2013 kontribusi ekonomi kreatif di Indonesia berada pada kisaran 7 persen, dengan nilai Rp 641,8 triliun (2014) dan pertumbuhan 5,74 persen pada 2013 (Portal Ekonomi Kreatif). Jumlah tenaga kerja yang diserap sektor ini 11,5 juta orang dengan pertumbuhan rata-rata hingga 2013 sebesar 1,1 persen.

Dengan modal keanekaragaman budaya terbesar di dunia, keanekaragaman suku bangsa, jumlah penduduk yang memadai, lokasi geografis yang sangat strategis, hamparan laut tropis yang sangat kaya, ekonomi kreatif Indonesia punya kesempatan yang besar, tidak pernah habis dan tidak akan pernah berkekurangan. Setiap wilayah di Indonesia dapat berkembang tanpa mengorbankan sumber daya alam yang terbatas itu. Harta karun kita tersimpan dalam benak dan dalam hikmat 250 juta penduduk, berupa ide dan kreativitas yang belum diasah.

Berlian ekonomi teronggok dalam warisan budaya yang selama ini kita punggungi. Harta yang sangat berharga tergeletak pada keindahan pulau-pulau,gunung, pantai, laut, keramahtamahan dan keanekaragaman suku bangsa yang kita telantarkan.

Menyongsong gelombang keempat perekonomian, Indonesia harus direstrukturisasi pada perekonomian berbasis pengetahuan, pendidikan, kreativitas, dan efisiensi, dengan menggunakan kekayaan intelektual yang berhubungan dengan latar belakang kultural, akumulasi pengetahuan dari teknologi, dan inovasi masyarakat. Masa depan kita berada pada pengembangan kreativitas dengan mengembangkan kearifan lokal Indonesia. Jumlah tenaga kerja yang melimpah tak akan jadi bonus jika hanya dididik jadi manusia konsumtif, cerdas, dan oportunistis. Mereka akan jadi bonus jika dididik jadi cerdas, berdaya guna, dan kreatif. Penduduk kreatif tak harus bermigrasi ke kota besar untuk mencari pekerjaan, tetapi dapat berkreasi di kotanya sendiri dan menjual produknya ke seluruh dunia dengan e-commerce. Pengembangan ekonomi kreatif akan mengurangi beban kota karena penduduk tak perlu berbondong- bondong ke kota untuk mencari pekerjaan.

OMAS BULAN SAMOSIR PENGAJAR FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Februari 2015, di halaman 6 dengan judul "Bonus Demografi dan Ekonomi Kreatif".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger