Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 30 Agustus 2014

TAJUK RENCANA Upaya Membangun Tradisi Politik (Kompas)

PERTEMUAN Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan presiden terpilih Joko Widodo dinilai penting dilihat dari upaya membangun tradisi baru dalam politik Indonesia.
Makna pertemuan macam itu sebagai bentuk komunikasi sesungguhnya tidak tergolong istimewa, lebih-lebih karena menjadi praktik lazim dalam kehidupan politik di negara-negara demokratis. Namun, dalam konteks perpolitikan Indonesia, pertemuan itu menjadi penting, bahkan mungkin istimewa, karena belum ada presedennya. Tidak pernah terjadi pertemuan antara presiden yang berkuasa dan calon penggantinya dalam konteks persiapan peralihan kekuasaan.

Atas dasar itu, pertemuan SBY-Jokowi hari Rabu malam di Bali dinilai sebagai awal positif dalam membangun tradisi baru dalam politik. Selama ini proses transisi kekuasaan berlangsung dingin dan cenderung tegang. Sampai sekarang masih menjadi pertanyaan mengapa transisi kekuasaan tidak berlangsung mulus dan tenang.

Komunikasi SBY-Jokowi di Bali diharapkan tidak hanya memutus mata rantai transisi kekuasaan yang tidak mulus pada masa lalu, tetapi juga kesempatan bertukar pikiran tentang apa yang harus dilakukan untuk mempercepat pembangunan bangsa dan negara. Tukar-menukar pengalaman dan gagasan sangat penting sebagai bagian dari upaya mengidentifikasi persoalan serta tantangan yang harus dihadapi dan dipecahkan. Sudah banyak yang dilakukan pemerintahan SBY-Boediono, tetapi masih menumpuk pula persoalan yang harus dipecahkan.

Berbagai persoalan seperti korupsi hanya berputar-putar di tempat, tanpa terobosan dalam upaya mengatasinya. Pemerintahan Jokowi-JK diharapkan dapat melakukan terobosan, antara lain dengan menciptakan tata kelola pemerintahan bersih, baik, dan efektif, yang dapat diawali dengan reformasi birokrasi. Tidak kalah mendesak upaya menciptakan kemandirian ekonomi. Kemandirian ekonomi perlu dilakukan dengan meningkatkan produktivitas dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor, tanpa harus proteksionis.

Dalam kenyataannya, produktivitas masih rendah dan ketergantungan pada impor masih sangat tinggi. Tantangannya semakin serius karena pertumbuhan ekonomi lebih banyak didorong oleh konsumsi. Kualitas pertumbuhan ekonomi menjadi rendah karena sejumlah komoditas, termasuk yang dapat diproduksi dalam negeri seperti buah-buahan dan garam, masih diimpor. Kedodoran tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang politik karena reformasi birokrasi tidak berjalan.

Gambaran suram juga terlihat dalam pengembangan kebudayaan. Nilai-nilai luhur bangsa yang berakar pada tradisi bangsa seperti gotong royong dan semangat toleransi semakin memudar, terdesak oleh pengaruh budaya luar yang cenderung radikal, ekstrem, dan tidak toleran.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008572037
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger