Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 02 Mei 2015

TAJUK RENCANA: Konsepsi Substansial Pendidikan (Kompas)

Bidang kesejahteraan sosial, terutama pendidikan, selama enam bulan pertama Jokowi-Kalla memperoleh persepsi lebih positif dibanding bidang lain.

Hasil survei Litbang Kompas (Kompas,30/4) awal April 2015, bagaimana harus kita respons? Berbagai kebijakan yang berorientasi prorakyat, taruhlah bidang kesehatan dan pendidikan, masuk akal mendongkrak persepsi positif. Bidang kesra relatif jauh dari hiruk-pikuk perpolitikan dan kegagalan target pertumbuhan ekonomi.

Kita bersyukur. Terlepas persepsi disimpulkan hanya dari 1.200 responden dan dari simpulan spontan, hasil itu menyisakan harapan tindak lanjut. Dalam bidang pendidikan, ketika dilakukan banyak perbaikan, di antaranya penundaan Kurikulum 2013 senyampang itu diperbaiki dan penghapusan ujian nasional sebagai syarat kelulusan, kesempatan itu perlu ditindaklanjuti dengan penggarapan konsepsi substansial pendidikan.

Konsepsi substansial mengandaikan adanya tujuan, target, bagaimana dilaksanakan dan dievaluasi. Konsepsi demikian tidak memprioritaskan kebijakan komplementer atau turunan. Ketika penundaan kurikulum tidak diikuti evaluasi pelaksanaan, dan langsung ditimpa sejumlah peraturan komplementer atau turunan, masuk akal berkembang kekhawatiran tautologis. Kita kembali mengunyah-ngunyah. Sekadar contoh pembentukan Direktorat Pendidikan Keluarga dan penghapusan UN yang diikuti kebijakan integritas kejujuran sekolah.

Kedua kebijakan di atas komplemen atau turunan saja. Seharusnya keduanya didasarkan atas satu konsepsi substansial tentang praksis pendidikan, atau sering selama ini disebut filosofi pendidikan Indonesia. Ketiadaan filosofi pendidikan berakibat pada dilakukannya berbagai bongkar-pasang kebijakan dengan akibat peserta didik sebagai kelinci percobaan.

Konsepsi tujuan pendidikan sebagai "manusia seutuhnya" perlu penjabaran konseptual, target, bagaimana dilaksanakan dan bagaimana dievaluasi. Gaya Orde Baru yang "pokoknya harus", sejak runtuhnya rezim pada tahun 1998 sampai sekarang, tak ada penjabaran, pengambil keputusan masing-masing melakukan penjabaran sendiri-sendiri.

Kurikulum 2013 yang dirasakan belum substan, apalagi kedodoran di pelaksanaan, ditinggalkan. UN sebagai salah satu alat uji standardisasi kurikulum minimal dihapus dengan alasan otoritas penilai kegiatan belajar adalah guru, bukan alat uji tebak cepat pilihan berganda.

Dari laporan hasil survei, senyampang kita merayakan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, kita sampaikan gugatan sekaligus harapan. Bagaimana praksis pendidikan didasarkan atas orientasi dan prediksi masa depan, konsepsi yang menjadi rujukan atas berbagai kebijakan turunan? Dengan demikian, kita berhenti dengan kebijakan coba-coba, bongkar-pasang atas kepentingan politik jangka pendek, apalagi cari popularitas.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Mei 2015, di halaman 6 dengan judul "Konsepsi Substansial Pendidikan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger