Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 11 Juli 2015

DKI Butuh Taman Bungkul//Gunung Sinabung dan Kepemimpinan (Surat pembaca Kompas)

DKI Butuh Taman Bungkul

Surabaya kini memiliki taman indah bernama Taman Bungkul yang mendapat penghargaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa berupa Kusala Sektor Pemandangan Kota Asia 2013.

Kusala ini diterima Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Fukuoka, Jepang. Keunggulan taman yang diresmikan pada 11 Agustus 2009 dengan luas 10.000 meter persegi itu, dibandingkan dengan taman lain di dunia, adalah keberhasilan memadukan aspek agama, budaya, ekonomi, wisata, olahraga, dan pendidikan di satu tempat.

Sebaliknya, sangat menyedihkan, Jakarta sebagai ibu kota negara dan kota terbesar di ASEAN berkembang dan dibangun selama hampir lima dekade dengan tata ruang dan pengelolaan kota yang tak visioner, makin semrawut, sering banjir. Jakarta menjadi kota sepeda motor berjumlah 9 juta dan mobil berjumlah 3,7 juta. Jutaan warga setiap hari alami kemacetan di jalan. Waktu dan BBM terbuang percuma.

Untuk menghilangkan stres dan membantu mengurangi kemacetan, warga butuh banyak tempat rekreasi seperti Taman Bungkul di Surabaya. Kini lahan di Jakarta dikuasai pemodal besar, menjadikannya mal. Kebijakan penataan kota yang berpihak kepada warga diperlukan untuk menghindari praktik ini terus berlangsung.

Sebagai warga DKI yang telah lama tinggal di Jakarta, saya menyarankan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama dan pemimpin DPRD DKI membangun banyak "Taman Bungkul". Khusus eks lahan Pacuan Kuda di Pulomas, Jakarta Timur, dijadikan taman indah seperti Taman Bungkul di Surabaya dan diintegrasikan dengan Taman Rio di sebelahnya. Ia akan menjadi salah satu taman terbesar dan terindah di dunia. Saya mengusulkan nama taman itu Taman Purnama.

ARIFIN PASARIBU, KOMPLEKS PT H II, KELAPA GADING TIMUR JAKARTA UTARA


Gunung Sinabung dan Kepemimpinan

Begitu banyak keluh kesah yang tiada henti dari pengungsi letusan Gunung Sinabung, Karo, Sumatera Utara, yang tak terdengar baik oleh para penguasa maupun pemangku kepentingan rakyat lokal. Banyak kelompok di luar kekuasaan sangat marah.

Perumahan yang disediakan pemegang kekuasaan lokal dan semua yang terlibat belum menjawab semua. Rumah yang dibangun di Siosar ternyata tidak layak ditempati. Hanya dua penghuni di lokasi tersebut, itu pun tidak tinggal di sana. Untuk apa? Bangunan didirikan sia-sia karena drainase tidak ada. Sarana prasarana tak memenuhi syarat keamanan umum: tangga rusak, tidak dapat dinaiki dan dituruni.

Dari semua yang diungkap di atas secara singkat, kami menangkap ada satu masalah kepemimpinan lokal di Tanah Karo: tak mendengar dengan baik jerit- an rakyat Karo yang sedang menghadapi masalah. Bantuan dan pemberdayaan tak menyentuh relung hati, pikiran, bahkan fisik.

Sebagai yang berkutat pada hal-hal terkait sumber daya manusia Indonesia dan kepemimpinan, kami melihat bahwa perubahan paradigma dalam konteks kepemimpinan yang bekerja sangat penting. Pemerintahan Jokowi sudah menerapkannya dalam konteks nasional, tetapi tidak ditangkap dengan baik oleh kepemimpinan lokal. Di mana salahnya? Desentralisasi yang merajalela? Mentalitas? Kompetensi?

Lihat perbedaannya dengan (isu) Rohingya, yang tanpa sulit kita beri tempat layak. Namun, pengungsi "domestik", yaitu suku Batak Karo atau sering disebut Karo saja, tidak dilayani dengan baik, bahkan oleh para "pemimpin" lokal. Apakah harus dengan paksaan terlebih dahulu dari pemerintah pusat dan rakyat, baru terjadi perubahan yang signifikan?

Sangat memprihatinkan bahwa BNPB bekerja efektif, pusat memberi dukungan prima dan efektif, tetapi "pemimpin lokal" hanya berdiam diri dan tidak peduli sama sekali dengan tekanan psikis, fisik, dan—terutama—persamaan hak mereka dalam hidup. Atau memang pemerintah lokal ingin menghabiskan mereka dengan perlahan-lahan? Atau memang ada lagi agenda tersembunyi pada penguasa dan pengusaha?

NUAH P TARIGAN, KETUA DEPARTEMEN SDM DAN LUAR NEGERI HIMPUNAN MASYARAKAT KARO INDONESIA (HMKI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Juli 2015, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger