Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 08 Juli 2015

Tajuk Rencana: Perlawanan dari Daratan Asia (Kompas)

Sulit dihindari munculnya kesan bahwa Organisasi Kerja Sama Shanghai, yang dua pilar utama- nya adalah Rusia dan Tiongkok, adalah kompetitor NATO.

Sejak pertama kali dibentuk, 15 Juni 2001 di Shanghai— semula beranggotakan lima negara, yakni Tiongkok, Rusia, Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan, lalu tambah Uzbekistan—kesan di atas sudah muncul.

Setelah ambruknya Uni Soviet (1991) dan bubarnya Pakta Warsawa (1991), NATO menjadi satu-satunya pakta pertahanan. Bahkan, sejumlah negara yang sebelumnya anggota Pakta Warsawa pun sudah bergabung dengan NATO, misalnya Hongaria, Bulgaria, dan Polandia.

Karena itu, ketika Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) dibentuk, dibaca sebagai usaha Rusia untuk mencari kawan baru. Padahal, tujuan kerja sama mereka adalah untuk membangun kesalingpercayaan di antara mereka dan perlucutan senjata di perbatasan.

Belakangan fokus kerja sama mereka diperluas, tidak hanya pada isu-isu keamanan, tetapi juga kerja sama ekonomi. Bahkan kemudian menyentuh masalah kerja sama anti terorisme dan melawan ekstremisme agama. Selain itu, karena hampir semua negara berbatasan dengan Afganistan, usaha menciptakan perdamaian di Afganistan setelah ditinggalkan NATO juga menjadi fokus mereka. Sangat penting bahwa Afganistan damai.

Yang lebih menarik sekarang adalah akan bergabungnya India, Pakistan, dan Iran dengan SCO tahun ini. Pada saat bersamaan, NATO tengah mempertimbangkan keinginan Montenegro untuk bergabung akhir tahun ini.

Apabila pada akhirnya India dan Pakistan—dua negara pemilik senjata nuklir dan selama ini terlibat perseteruan—serta Iran yang juga memiliki nuklir bergabung dengan SCO, akan muncul peta kekuatan baru dunia. Meskipun NATO dalam banyak hal lebih teruji dibandingkan dengan SCO, tetapi bergabungnya India, Pakistan, dan Iran akan menambah bobot SCO.

Satu hal yang perlu dicatat, hampir semua negara anggota SCO memiliki persoalan menghadapi kelompok-kelompok radikal, terutama yang berbatasan dengan Afganistan. Tiongkok dan Rusia pun memiliki persoalan berkaitan dengan masalah kelompok minoritas.

Pada akhirnya, kita hanya bisa berharap bahwa SCO, setelah India, Pakistan, dan Iran bergabung, tidak akan mempertajam persaingan kekuatan atau menjadi semacam pendukung Rusia dalam menghadapi NATO, misalnya di Ukraina. Paling tidak kita percaya, seperti yang dikatakan para pemimpin SCO, bahwa SCO adalah sebuah hubungan internasional model baru. SCO adalah sebuah "kemitraan", bukan "aliansi". Mereka mengatakan, SCO lebih menjawab realitas dan kebutuhan abad ke-21. Mereka berharap model kerja sama SCO bisa menjadi model hubungan internasional di masa depan. Semoga.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Juli 2015, di halaman 6 dengan judul "Perlawanan dari Daratan Asia".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger