Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 09 Juli 2015

Tajuk Rencana:Memastikan Agenda Pilkada (Kompas)

Pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember 2015 adalah sebuah agenda demokrasi bangsa yang harus dijalankan.

Melalui proses demokrasi prosedural itulah rakyat akan memilih siapa pemimpin yang akan memimpin 269 daerah yang akan melangsungkan pilkada. Pilkada menuntut selesainya kepengurusan ganda di dalam partai politik.

Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum, dan KPU Daerah sudah menyatakan kesiapan menggelar pilkada pada 9 Desember 2015. Pilkada serentak akan memakan biaya Rp 7,105 triliun. Sebagian besar anggaran untuk pelaksanaan pilkada sudah dialokasikan.

Namun, di tengah keyakinan itu terkesan ada keraguan dari DPR untuk melaksanakan pilkada serentak. Beberapa manuver dilakukan DPR, termasuk mempersoalkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Komisi Pemilihan Umum dan meragukan kesiapan Mahkamah Konstitusi menyelesaikan sengketa pilkada dalam kurun waktu 45 hari kerja. Manuver DPR itu dipandang sebagai upaya DPR menunda pelaksanaan pilkada serentak.

Publik tahu masih ada partai politik yang masih menghadapi kepengurusan ganda. Kepengurusan ganda parpol itu seharusnya segera diselesaikan melalui mekanisme partai politik sendiri agar parpol bisa mendaftarkan calonnya dalam pilkada. Masyarakat tidak ingin ketidakberesan atau ketidaksiapan parpol dijadikan alasan tidak terucap untuk menunda pelaksanaan pilkada 9 Desember. Penundaan pilkada jelas membawa kompleksitas persoalan di daerah itu sendiri, termasuk soal periodisitas jabatan.

Meski demikian, wanti-wanti DPR agar persiapan pilkada serentak dilaksanakan secara serius patut dihargai. Peluang terjadinya konflik atau perselisihan memang ada, tetapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Justru itulah DPR yang terdiri atas representasi partai politik yang harus memastikan bahwa pilkada serentak bisa dilaksanakan sesuai jadwal. Elite-elite politik di partai politik harus yakin dan siap menggelar pilkada karena bagi masyarakat tidak ada masalah dengan pelaksanaan pilkada. Sebagai agenda bangsa, pilkada serentak dalam jumlah banyak, yang baru pertama kali dilakukan, adalah sebuah tahapan untuk kian mematangkan demokrasi Indonesia.

Keinginan DPR untuk merevisi UU MK soal batas waktu penyelesaian sengketa pilkada dari 45 hari menjadi 60 hari kerja tidaklah harus menunda pelaksanaan pilkada. Keinginan merevisi waktu penyelesaian sengketa pilkada seakan mengasumsikan bahwa setiap pilkada selalu ada sengketa dan selalu dibawa ke MK dan MK dianggap tidak mampu menyelesaikan sengketa dalam kurun waktu yang ditetapkan. Padahal, ada beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta dalam pemilihan Gubernur DKI, tidak ada sengketa yang dibawa ke MK. Bahwa masih ada kekurangan dana, hal itu tentunya harus dicarikan jalan agar agenda bangsa bisa dilaksanakan. Bekerja dan terus mempersiapkan diri menghadapi pilkada lebih baik daripada terus mewacanakan penundaan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Juli 2015, di halaman 6 dengan judul "Memastikan Agenda Pilkada".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger