Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 19 Agustus 2015

TAJUK RENCANA: Gaduh Hambat Pertumbuhan (Kompas)

Tidak ada keraguan bahwa untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,5 persen, pemerintah perlu bekerja keras dan efektif.

Dalam pidato pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 di DPR, Jumat pekan lalu, Presiden Joko Widodo menjelaskan, pertumbuhan tersebut akan dibiayai dari penerimaan pajak sebesar Rp 1.565,8 triliun, penerimaan bukan pajak Rp 280,3 triliun, dan hibah Rp 2 triliun.

Asumsi lain, inflasi sebesar 4,7 persen, nilai tukar rupiah Rp 13.400 per dollar AS, dan harga minyak mentah Indonesia 60 dollar AS.

Target itu ditetapkan meskipun ekonomi triwulan I-2015 tumbuh 4,71 persen dan triwulan II hanya 4,67 persen. Target juga ditetapkan dengan asumsi keadaan ekonomi global 2016 lebih baik daripada tahun ini. Situasi tersebut akan menolong ekspor komoditas Indonesia berupa barang tambang dan mineral, hasil perkebunan, serta minyak bumi dan gas.

Belum ada yang dapat memprediksi seberapa cepat ekonomi global pulih. Perbaikan ekonomi AS diperkirakan akan semakin menekan nilai tukar rupiah dan kita kurang mendapat manfaat karena lemahnya kemampuan ekspor kita yang mengandalkan komoditas.

Di sisi lain, Tiongkok sebagai tujuan utama ekspor komoditas tambang dan mineral kita dua pekan terakhir mendevaluasi mata uang yuan untuk meningkatkan kemampuan industri manufaktur dalam negeri dan daya saingnya. IMF dalam laporan terbaru menilai, pelambatan ekonomi Tiongkok yang ekonominya kini terbesar di dunia adalah norma baru yang harus dihadapi.

Harapan terbesar berasal dari konsumsi dalam negeri. Hal ini mengandaikan pemerintah tahun depan dapat segera merealisasikan belanja modal. Tidak hanya untuk menyuntik dana segar ke daerah, tetapi terutama menciptakan lapangan kerja padat karya. Realisasi belanja modal inilah yang memasuki semester II-2015 masih tertatih pelaksanaannya. Belanja pemerintah belum terasa dampaknya pada perekonomian nasional.

Peluang lain adalah dana desa yang tahun depan meningkat besarnya. Namun, manfaatnya pada perekonomian nasional juga tergantung dari kemampuan penyerapan desa. Karena itu, pendampingan pada sebagian besar desa tidak dapat dianggap remeh.

Presiden sudah merombak kabinetnya agar dapat bekerja lebih baik. Sejumlah pengamat melihat perombakan itu belum cukup mendukung terwujudnya janji pemerintah tentang pertumbuhan ekonomi, apalagi penurunan jumlah orang miskin dan pemerataan kesejahteraan.

Koordinasi dan kerja sama lebih mudah dibicarakan daripada dipraktikkan. Yang terjadi justru citra pemerintahan yang kompak bekerja bersama jauh dari kenyataan karena kegaduhan di tingkat para pejabat tertinggi negara dipamerkan kepada publik. Ekonomi bukan hanya tentang potensi, melainkan juga tentang persepsi pemerintah dapat bekerja baik.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Agustus 2015, di halaman 6 dengan judul "Gaduh Hambat Pertumbuhan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger