Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 02 September 2015

TAJUK RENCANA: Mengawal Proses di DPR (Kompas)

Delapan nama calon pimpinan KPK diserahkan panitia seleksi kepada Presiden Joko Widodo. DPR akan memilih lima nama calon pimpinan KPK.

Dua nama telah lebih dahulu dipilih, yakni Busyro Muqoddas dan Robby Arya Brata. Berbeda dengan kerja panitia seleksi sebelumnya, pansel yang dipimpin Destry Damayanti ini mengusulkan delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan empat bidang tugas yang lebih spesifik.

Dalam satu bidang terdapat dua nama calon pimpinan KPK. Di bidang pencegahan terdapat nama Saut Situmorang (staf ahli Badan Intelijen Negara) dan Surya Tjandra (advokat dan dosen), bidang penindakan Alexander Marwata (hakim ad hoc tindak pidana korupsi) dan Basaria Panjaitan (Widyaiswara Madya Sespim Polri), bidang manajemen Agus Rahardjo (kepala lembaga pengadaan barang) dan Sujanarko (direktur pada KPK), serta bidang supervisi koordinasi dan monitoring Johan Budi SP (Plt Wakil Ketua KPK) dan Laode Muhammad Syarif (dosen Universitas Hasanuddin, Makassar).

Kita hargai kerja pansel yang telah menyeleksi calon pimpinan KPK. Pansel bekerja di bawah tekanan pernyataan berbeda-beda dari pihak kepolisian soal adanya calon pimpinan KPK yang ditetapkan sebagai tersangka. Sepuluh nama calon seharusnya benar-benar sudah clear dan clean dari catatan kriminal masa lalu. Jaminan itu seharusnya bisa diberikan Polri yang telah diminta pansel menelusuri jejak kriminal calon pimpinan KPK.

Namun, di sisi lain, kritik dari sejumlah aktivis anti korupsi mengenai metodologi pemilihan di dalam internal pansel, termasuk langkah pansel membagi keahlian masing-masing calon dengan pembidangan tugas yang lebih spesifik, bisa dipahami. Pembagian tugas itu bisa mengaburkan kerja pimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial. Pembidangan kerja itu seharusnya juga tak mengikat DPR untuk mengikuti pola pikir panitia seleksi.

Masukan dari aktivitas anti korupsi sangat dimengerti sebagai upaya untuk tetap mempertahankan api pemberantasan korupsi di negeri ini dan melawan gerakan pelemahan KPK. Catatan terhadap sejumlah calon pimpinan KPK selayaknya bisa saja dijadikan bahan uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR. Misalnya, soal calon yang rekam jejaknya dalam gerakan anti korupsi dipertanyakan atau calon yang ketaatannya mengisi laporan kekayaan patut menjadi pertanyaan masyarakat.

Meskipun DPR lebih banyak mempertimbangkan aspek politik, masyarakat berharap dalam uji kelayakan dan kepatutan DPR dapat memilih sosok terbaik untuk tetap mempertahankan api pemberantasan korupsi. Di tengah berbagai situasi yang tidak mendukung gerakan pemberantasan korupsi, masyarakat masih membutuhkan eksistensi KPK untuk mencegah dan menindak para koruptor pengambil uang negara. Nasib KPK ke depan tergantung pada DPR yang akan memilihnya di pemilihan akhir.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 September 2015, di halaman 6 dengan judul "Mengawal Proses di DPR".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger