Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 06 November 2015

TAJUK RENCANA: ASEAN dan Laut Tiongkok Selatan (Kompas)

Akhir pertemuan, para menteri pertahanan negara ASEAN menjelaskan betapa sulit mengelola ketegangan di kawasan Laut Tiongkok Selatan.

Para menteri pertahanan pada akhir pertemuan mereka di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu lalu, gagal mencapai kata sepakat dalam menghasilkan rumusan komunike bersama. Kegagalan itu tidak hanya disebabkan oleh faktor internal, tetapi juga faktor eksternal.

Perbedaan kepentingan di antara negara-negara anggota ASEAN menyangkut kawasan Laut Tiongkok Selatan itu sebagai faktor internal, sedangkan faktor eksternal adalah perbedaan pendapat dan kepentingan antara, misalnya, Tiongkok dan AS. Tiongkok secara sepihak mengklaim kedaulatan atas kawasan itu serta klaim atas Kepulauan Spratly dan Paracel. Sebaliknya, AS menyatakan memiliki kepentingan nasional atas kebebasan pelayaran dan keterbukaan akses maritim di kawasan itu.

Kawasan Laut Tiongkok Selatan sudah lama menjadi masalah persengketaan, yang menjadi isu utama dalam hubungan antara Tiongkok dan ASEAN. Hal itu juga merupakan masalah yang sangat rumit dan membuat hubungan antar-anggota ASEAN pun "tidak nyaman" karena ada perbenturan klaim atas kawasan itu.

Sampai di titik ini saja sudah terhampar persoalan yang sulit diselesaikan. Karena itu, sangat wajar kalau di antara anggota ASEAN pun sangat sulit bersepakat apabila membahas masalah tersebut. Dan, ini bukan kali pertama. Sejumlah negara ASEAN—Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam—berkepentingan atas perairan Laut Tiongkok Selatan. Semua negara itu bersengketa dengan Tiongkok.

Dengan demikian, ada tumpang tindih klaim atas kawasan itu dan tumpang tindih kepentingan di antara negara-negara ASEAN serta antara negara-negara ASEAN dan Tiongkok. Ada hal lain yang menambah kerumitan di antara negara-negara anggota ASEAN. Harus diakui bahwa beberapa negara, yakni Thailand, Filipina, Vietnam, dan Singapura, kerap kali memperlihatkan preferensi lebih dekat dengan AS. Sementara Kamboja dan Laos ada tanda-tanda lebih ke Tiongkok (sebenarnya Vietnam pun kini lebih condong ke Tiongkok).

Indonesia, sampai sejauh ini, masih berusaha netral. Akan tetapi, apa yang bisa dilakukan oleh Indonesia di tengah "pertarungan" kepentingan tersebut?

Sebagai negara anggota terbesar, Indonesia tentu diharapkan dapat memainkan peran sentral untuk mencegah jangan sampai karena masalah tersebut kekohesifan dan keefektifan ASEAN sebagai organisasi terganggu. Indonesia harus selalu mengingatkan bahwa sikap ASEAN dalam masalah Laut Tiongkok Selatan harus didasarkan pada pertimbangan politik, geostrategis, dan parameter institusional organisasi. Dengan demikian, kekohesifan dan keefektifan ASEAN akan tetap terjaga.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 November 2015, di halaman 6 dengan judul "ASEAN dan Laut Tiongkok Selatan".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger