Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 16 November 2015

TAJUK RENCANA: Merongrong Kewibawaan (Kompas)

Perintah Presiden Joko Widodo untuk menutup aktivitas penambangan emas di Gunung Botak, Kabupaten Buru, haruslah dilaksanakan pejabat di daerah.

Laporan harian ini, Sabtu, menggambarkan perintah meninggalkan lokasi tambang masih belum sepenuhnya diikuti atau masih diabaikan. Gubernur Maluku Said Assagaff telah mengeluarkan surat perintah penutupan areal pertambangan per 13 November 2015.

Penutupan areal pertambangan emas itu menjadi penting karena sebagian penduduk telah terkontaminasi merkuri yang membahayakan kesehatan manusia.

Lumbung ikan nasional di Maluku juga terancam oleh pencemaran merkuri yang dipakai para petambang emas tersebut. Menurut catatan, produksi perikanan tangkap dari perairan Maluku sekitar 1,72 juta ton per tahun.

Bukan hanya soal pencemaran lingkungan, nafsu para petambang untuk mengeruk emas itu juga telah membuat mereka saling bunuh. Catatan Kantor Perwakilan Komnas HAM Maluku menyebutkan, lebih dari 1.000 petambang tewas karena dibunuh atau karena kecelakaan kerja. Ironisnya, penduduk di sekitar lokasi tidak mendapatkan banyak manfaat dari kegiatan itu, selain racun.

Laporan jurnalistik harian ini, dan ditambah kunjungan sejumlah pejabat Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, seharusnya sudah cukup sebagai bahan bagi pemerintah pusat dan pemerintah provinsi untuk mencari cara bagaimana mengelola tambang emas tersebut.

Langkah lain yang harus dilakukan juga adalah menutup sumber dari merkuri yang dijual di bawah harga normal. Tanpa komitmen kuat untuk menutup sumber merkuri, petambang akan kembali datang menambang emas. Akibatnya, bahaya merkuri akan kembali mengancam nyawa manusia dan lingkungan akan kembali hancur.

Jika memang kandungan emas masih mempunyai nilai keekonomian, pemerintah pusat atau pemerintah provinsi perlu mencari cara bagaimana pertambangan emas itu bisa dikelola oleh badan usaha milik pemerintah secara lebih baik dengan tetap mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan membawa manfaat bagi masyarakat banyak.

Kehadiran negara amat dibutuhkan untuk menertibkan kawasan itu. Tim Kantor Kepresidenan dan kementerian terkait serta pemerintah provinsi harus bisa memastikan perintah presiden dilaksanakan. Sebuah perintah harus tetap dilihat pelaksanaannya. Jangan beranggapan kalau perintah sudah dikeluarkan, masalahnya selesai. Tanpa ada komitmen untuk mengamankan perintah presiden, kewibawaan pemerintah akan terus digerogoti. Kita pun akan terkejut ketika bencana lingkungan lebih besar terjadi di kawasan tersebut.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 November 2015, di halaman 6 dengan judul "Merongrong Kewibawaan".
Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger