Menurut Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Bapak Zudan Arif Fakrulloh, akta kelahiran adalah hak konstitusi yang wajib dimiliki setiap penduduk Indonesia. Namun, saya sebagai warga lanjut usia (76) sulit mengurus akta kelahiran yang menjadi hak saya.
Saya hanya punya akta kenal kelahiran yang ditandatangani bupati/KDH, akta perkawinan dari catatan sipil, kartu keluarga, dan e-KTP. Di dalamnya tercantum nama, tempat dan tanggal lahir, serta nama orangtua (bapak dan ibu) saya. Ternyata, itu saja belum cukup untuk memperoleh akta kelahiran, masih harus dilengkapi "surat kawin" orangtua. Padahal, kedua orangtua saya sudah meninggal (ayah meninggal pada 1944, ibu tahun 1997 pada usia 86 tahun) tanpa mewariskan surat kawin.
Petugas memberi solusi, surat kawin orangtua dapat diganti surat pernyataan bahwa ibu sudah meninggal, yang dikuatkan oleh ketua RT-RW dan kepala desa. Namun, dengan surat pernyataan ini, dalam akta kelahiran saya hanya akan disebut sebagai "anak seorang ibu".
Artinya saya harus "membuang ayah" dan menempatkan diri sebagai "anak haram". Saya rasa cara ini bertentangan dengan hati nurani, etika, dan kaidah agama mana pun. Juga tidak sesuai dengan dokumen lain yang sudah ada.
Bisa jadi ada banyak orang lain yang senasib dengan saya. Bapak Dirjen Dukcapil, adakah solusinya?
JA NOERTJAHJO
Malang, Jawa Timur
DP Apartemen
Pada 25 Oktober 2015, saya tertarik membeli apartemen Paragon Village di Karawaci. Saya membayar uang muka (DP) Rp 10 juta dengan perjanjian, jika apartemen Nomor D2/18 itu sudah dibayar orang lain, uang muka saya akan dikembalikan.
Pada 28 Oktober, saya mendapat info, apartemen yang saya pilih sudah diambil pembeli lain. Pada 30 Oktober, saya mengirimkan surat pembatalan seperti disarankan petugas pemasaran, sekaligus mengajukan permintaan pengembalian uang muka. Namun, hingga hari ini, tidak ada kejelasan kapan uang kembali.
Saya sudah mendatangi kantor Paragon, tetapi mereka tidak dapat menjawab kapan uang akan ditransfer. Saya juga mengirim surat elektronik ke manajemen PT Broad Biz Asia hingga dua kali, tetapi tidak ada balasan.
Sampai saat surat ini ditulis, saya belum juga mendapat kabar tentang uang muka saya. Apakah manajemen PT Broad Biz Asia (Paragon Square, Paragon Village) memang tidak punya itikad untuk menginformasikan rencana pengembalian uang saya?
IDA FARIDA
Jalan Palmerah Barat, Jakarta Barat
Kawat Tiang Listrik
Di pekarangan rumah kami di Melikan Kidul, Bantul Warung, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdapat kawat penyangga tiang listrik PLN. Berhubung di pekarangan itu akan didirikan bangunan, melalui surat 6 Oktober 2015 kami meminta PLN Bantul memindahkan kawat penyangga tersebut.
Kemudian, kami diberi tahu lewat telepon oleh PLN bahwa untuk pekerjaan itu akan dikenai biaya Rp 561.000 (digeser 4 meter) atau Rp 1,4 juta (digeser sampai dekat pagar). Ketika soal biaya itu kami tanyakan ke kantor PLN Bantul, jawabannya sama. Menurut pihak PLN Bantul, mereka tidak punya anggaran untuk pekerjaan seperti itu.
Menurut kami hal itu tidak adil. Kawat penyangga dipasang PLN di pekarangan kami bukan atas permintaan kami, itu pun tanpa kompensasi meskipun kami tidak mempermasalahkannya. Mengapa ketika kami minta kawat dipindah/digeser, kok, justru kami yang dikenai biaya?
HERMAWAN SETIAJI
Melikan Kidul H-21, RT 005, Bantul Warung, Bantul, DIY
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Desember 2015, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar