Saya adalah pengguna jalan raya. Sudah sekitar dua bulan saya tinggal di sekitar Stasiun Cilebut, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Selama itu pula saya merasakan kondisi arus lalu lintas di depan Stasiun Cilebut yang selalu macet, apalagi saat kereta menurunkan penumpang.
Kemacetan itu membuat pengguna jalan raya yang melintas kesal, klakson kendaraan terus bersahutan, baik sepeda motor maupun mobil. Antrean kendaraan bermotor, baik dari arah Kota Bogor maupun Bojong Gede, lama terurai di kawasan Stasiun Cilebut.
Kondisi diperparah dengan banyaknya angkot yang mengetem di sepanjang area stasiun, padahal jalanannya sempit dan rawan longsor karena dikelilingi jurang.
Saya berharap Pemerintah Kabupaten Bogor bisa bekerja sama dengan PT KAI mengatasi persoalan kemacetan ini dan lalu lintas menjadi lancar untuk semua pihak.
WIEWIE FARAH, KAMPUNG WARNA SARI, CILEBUT TIMUR, SUKARAJA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT
Diplomat Muda
Menanggapi tulisan berjudul "Diplomat Muda" di Kompas (4/10), saya jadi ingin bertanya kepada para diplomat senior dan pakar hubungan internasional. Dengan segenap penghargaan saya pada prestasi para diplomat muda, apakah tepat seorang diplomat muda ditugasi membacakan tanggapan atas pidato para kepala negara kawasan Pasifik? Apakah itu tidak melanggar etika hubungan antarnegara?
Meskipun negara-negara Solomon, Vanuatu, Nauru, Kepulauan Marshall, Tuvalu, dan Tonga hanya negara-negara kecil, bukankah kedudukan mereka di Perserikatan Bangsa-Bangsa sejajar dengan negara-negara lain, termasuk Indonesia? Apakah dengan hanya menugasi diplomat yunior untuk membacakan tanggapan Pemerintah Republik Indonesia, tidak dianggap menyepelekan negara-negara itu?
Apakah tidak sebaiknya yang membacakan tanggapan pemerintah atas pidato kepala negara lain paling tidak Duta Besar Republik Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa?
Sebagai perbandingan, seandainya pidato Presiden Republik Indonesia di PBB hanya ditanggapi oleh diplomat yunior meski sekadar membacakan, apakah kita tidak merasa tersinggung?
ATENG ARDIWINATA, PEKAYON JAYA, BEKASI SELATAN, KOTA BEKASI, JAWA BARAT
Hadiah Maraton
Hingga 27 Oktober 2016, kami para pemenang Palu Nomoni International Marathon yang diselenggarakan dalam rangka HUT Kota Palu, Minggu (25/9/2016), belum mendapat hadiah yang dijanjikan. Nasib pelari "digantung" oleh penyelenggara acara SB. Janjinya hadiah akan ditransfer dalam dua minggu dari waktu pelaksanaan lomba. Namun, sudah lebih dari satu bulan belum juga ada kejelasan.
Para pemenang sudah mengumpulkan data nomor rekening, KTP, NPWP, dan semua sudah diserahkan kepada panitia. Namun, dengan alasan data peserta baru diterima 8 Oktober 2016, mereka perlu mengonfirmasi kembali. Kami pun sudah mengumpulkan data kembali pada 12 Oktober 2016. Namun, peserta diminta menunggu lagi, kali ini dengan alasan proses kliring butuh waktu.
Selain itu, janji untuk mengirim T-shirtbuat mereka yang mencapai finis maraton 42 kilometer juga belum terwujud.
Oleh karena itu, kami mengharapkan bantuan Pemerintah Kota Palu untuk memenuhi hak kami ini.
REVI FAYOLA, WAKIL PEMENANG LOMBA PALU NOMONI INTERNATIONAL MARATHON 2016
Sopir Bikin Masalah
Saya adalah pelanggan Uber. Pada 27 Oktober 2016 pukul 20.00, saya memesan Uber dari Jalan Rasuna Said, Jakarta, ke apartemen saya di Cikarang.
Sopir yang datang bernama Sukarno, dengan nomor pelat mobil B2286Sxx.
Sesuai petunjuk arah di peta global positioning system Uber, kendaraan harus keluar di Tol Cikarang Barat. Namun, sopir tak melakukan dengan alasan tidak jelas. Ia juga menyatakan itu bukan salahnya. Saya marah karena sikapnya tidak profesional. Namun, sopir itu malah meminta saya turun di tengah jalan tol antara Cikarang Utama dan Cibatu yang gelap pukul 21.10.
Saya tentu saja menolak dan meminta mengarah ke kantor polisi terdekat untuk melaporkan peristiwa ini.
Saat turun, sopir itu berkata tak akan menarik biaya. Namun, catatan perjalanan tidak dia tutup sehingga tagihan kartu kredit saya terus berjalan hingga hampir dua kali tarif perjalanan biasa. Saya meminta manajemen Uber segera menindak tegas sopir yang nakal ini.
ALEXANDER PRATOMO, JINGGANAGARA 23, KOTABARU PARAHYANGAN 40553
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 November 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar