Dengan jumlah pemilih lebih kurang 900 juta orang, India mulai menjalani masa pemilihan umum yang berlangsung sekitar satu bulan.

Berbeda dengan Indonesia yang melaksanakan pemungutan suara dalam satu hari, India memiliki pemilu yang pemungutan suaranya dilakukan beberapa hari selama periode 11 April-19 Mei 2019. Hasil pemilu ini ialah parlemen nasional yang terdiri atas 545 anggota.

Mengingat India menganut sistem parlementer, partai yang memenangi pemilu dan menguasai mayoritas kursi lembaga legislatif otomatis berwenang untuk membentuk pemerintahan. India yang berpenduduk 1,3 miliar jiwa diperintah kekuatan yang dipimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) dengan tokoh utamanya, Narendra Modi, sebagai perdana menteri. Modi dan kubunya menghadapi lawan utama Rahul Gandhi dari Partai Kongres dalam Pemilu 2019.

Sejumlah media menyebutkan, meski memanfaatkan isu ketegangan India-Pakistan untuk mendulang dukungan, Modi menghadapi kenyataan Partai Kongres semakin kuat. Isu terkait ekonomi, seperti pengangguran, menjadi senjata andalan Gandhi untuk menyerang pemerintah. Menurut Reuters, rata-rata dari empat jajak pendapat menunjukkan koalisi yang dipimpin BJP akan meraih 273 dari 545 kursi di parlemen, jauh lebih sedikit ketimbang 330 kursi lebih yang diperoleh koalisi BJP pada pemilu lima tahun silam.

Penyelenggaraan pemilu secara berkala seperti yang dilakukan India merupakan salah satu indikator cukup penting dari negara demokratis. Hanya lewat pemilu, rakyat sebuah negara dapat secara berkala "menghukum" rezim yang berkuasa dan mengalihkan mandat kepada kekuatan politik lain. Hanya lewat pemilu pula, rakyat mewakilkan kekuasaan mereka kepada orang-orang pilihan yang duduk di parlemen dan nantinya mungkin memegang kekuasaan pemerintahan.

Dalam pemilu, prinsip kesetaraan politik juga berlaku, yakni setiap warga—siapa pun dia—sama-sama memiliki satu suara. Warga berpendapatan Rp 4 juta per hari, misalnya, "setara" dengan tunawisma berpenghasilan Rp 50.000 per hari karena masing-masing sama-sama memiliki satu suara.

Prinsip "satu warga, satu suara", seperti dilaporkan The New York Times, tampak sangat dihargai dalam pemilu di India. Penjaga sekaligus satu-satunya penghuni sebuah kuil sangat terpencil, Bharatdas Darshandas, merasa terhormat setelah tim yang beranggotakan lima orang mendatangi kuil itu dan mendirikan pos pemungutan suara. Tidak ada pemilih di pos tersebut selain Darshandhas seorang.

Satu orang, satu suara. Prinsip demokrasi ini sangat sederhana, tetapi penerapannya sama sekali tidak mudah. Komisi Pemilu India sampai mengerahkan begitu banyak orang dan sumber daya untuk menjangkau tempat-tempat terpencil di ketinggian ribuan meter serta pelosok hutan gelap demi memastikan setiap warganya—seperti Darshandas—dapat memberikan satu suara yang berharga itu.


Kompas, 16 April 2019