HERYUNANTO

Hingga saat ini ada 396 program studi (prodi) dari seluruh perguruan tinggi (PT) di Indonesia yang terekognisi secara internasional.

Perinciannya,  akreditasi internasional (61  persen) dan penilaian (asessment) AUN-QA (ASEAN University Netwok – Quality Assurance) (39  persen). Akreditasi internasional prodi adalah akreditasi yang dilakukan  lembaga akreditasi dari negara lain atas permintaan PT/prodi untuk melakukan kaji ulang (review) dan evaluasi terhadap kriteria/standar mutu prodi pengundang.

Assesment AUN-QA adalah review dan evaluasi prodi berdasarkan model penjaminan mutu yang dikembangkan oleh AUN-QA. AUN-QA adalah salah satu program dalam payung ASEAN University Network (AUN) yang mempromosikan penjaminan mutu pendidikan tinggi di kawasan ASEAN.

Banyak lembaga akreditasi internasional  beroperasi saat ini dengan model, sistem dan mekanisme akreditasi beragam. Lembaga   yang baik, umumnya menggunakan model akreditasi berbasis outcomes (capaian lulusan). Akreditasi berbasis outcomes adalah akreditasi dengan menggunakan standar outcomes yang ditetapkan  lembaga akreditasi. Proses akreditasi dilakukan dengan mengevaluasi tingkat ketercapaian outcomes  prodi dan mengevaluasi berbagai kriteria mutu yang dapat mendukung ketercapaian outcomes.

Lembaga   yang baik, umumnya menggunakan model akreditasi berbasis outcomes (capaian lulusan). Akreditasi berbasis outcomes adalah akreditasi dengan menggunakan standar outcomes yang ditetapkan  lembaga akreditasi.

Oleh karena itu, hasil evaluasi akreditasi internasional umumnya ada dua kategori: terakreditasi atau tak terakreditasi. Status terakreditasi diberikan ke prodi yang  memenuhi kriteria mutu yang memungkinkan outcomes dapat dicapai, sebaliknya status tak terakreditasi untuk prodi di mana  beberapa kriteria mutu tak tercapai sehingga berdampak pada ketidaktercapaian outcomes. Konsekuensinya, jika ada dua prodi yang sama dan terakreditasi oleh lembaga akreditasi  yang sama, outcomes kedua prodi itu adalah setara.

Secara prinsip, ada persamaan dan perbedaan antara akreditasi internasional dan asessment AUN-QA. AUN-QA menggunakan outcomes sebagai rujukan evaluasi, namun standar rumusan outcomes-nya ditentukan  masing-masing prodi. AUN-QA tak menetapkan standar rumusan outcomes untuk setiap prodi, tapi hanya memberikan kriteria bagaimana seharusnya outcomes dirumuskan. Sebaliknya, pada akreditasi internasional, rumusan outcomes ditentukan  lembaga akreditasi.

AUN-QA lebih fokus pada implementasi penjaminan mutu prodi. Saat asessment,  akan dievaluasi apakah implementasi penjaminan mutu prodi  memungkinkan kriteria yang  ditetapkan dapat dicapai. Prodi akan tersertifikasi AUN-QA jika  mencapai rating, sedikitnya  pada tingkat adequate as expected. Rating  lebih tinggi  adalah: better than adequate, example of best practices dan excellent. Karena rumusan outcomes ditetapkan  prodi, maka jika ada dua prodi yang sama dan tersertifikasi AUN-QA, kedua prodi  belum tentu memiliki outcomes setara.

Akreditasi internasional menekankan pada standarisasi kemampuan lulusan melalui evaluasi ketercapaian outcomes prodi. Outcomes  ditetapkan oleh lembaga akreditasi yang umumnya didukung  berbagai asosiasi profesi, asosiasi teknik/saintifik, asosiasi industri dan lainnya. Jadi akreditasi internasional dapat menjembatani kriteria kemampuan lulusan yang dihasilkan   dan kemampuan lulusan yang dibutuhkan oleh pasar kerja.

Akreditasi internasional menekankan pada standarisasi kemampuan lulusan melalui evaluasi ketercapaian outcomes prodi.

Oleh karena itu tak heran jika beberapa lembaga akreditasi internasional hanya mengakreditasi prodi yang kemampuan lulusannya dapat distandarkan secara universal, seperti di bidang rekayasa, teknik, komputer, teknologi, sains, kesehatan, bisnis, ekonomi, bisnis, manajemen, seni dan desain. Jarang  ditemukan lembaga akreditasi internasional yang dapat mengakreditasi prodi di bidang yang unik dan khas karena outcomes nya tak mungkin distandarkan secara internasional.

Akreditasi dan SDM unggul

Berapa  biaya untuk proses akreditasi internasional? Setiap lembaga akreditasi punya standar biaya berbeda-beda. Di internasional ABET (Accreditation Board for Engineering and Technology – AS), untuk ajuan dua prodi  rata-rata   Rp 350 juta/prodi. Biaya ini termasuk biaya transpor untuk mendatangkan asesor dan akomodasinya selama di Indonesia.

Jika terakreditasi, prodi itu perlu bayar maintenance fee  Rp 20 juta/tahun/prodi. Beberapa prodi menganggap  itu tak terlalu mahal  dibandingkan  manfaatnya,  beberapa prodi lain menganggap  mahal karena dipandang dari sudut yang berbeda.

Yang jelas biaya  untuk mempersiapkan prodi agar memenuhi kriteria yang  ditetapkan biasanya jauh lebih besar dari biaya akreditasi itu sendiri. Biaya terbesar umumnya untuk meningkatkan mutu dan ketercukupan sarana prasarana laboratorium serta tingkat keamanan dan keselamatannya. Mengingat jumlah prodi di Indonesia sangat banyak, butuh anggaran sangat besar pula jika mereka dituntut untuk terakreditasi internasional. Efeknya, pasar akreditasi internasional di Indonesia jadi sangat besar.

DOK PLN

Suasana saat pertemuan antara PLN-ITB-UGM dan pihak Kampus Fryslan Universitas Groningen di Leeuwarden, Belanda, Selasa (2/7/2019). Foto dok PLN

Ada tiga dimensi yang berhubungan dengan akreditasi internasional: standarisasi outcomes yang berhubungan dengan keunggulan  proses pembelajaran; sistem dan mekanisme penjaminan mutu prodi dan rekognisi internasional yang dapat digunakan untuk branding prodi. Di era globalisasi, standarisasi outcomes (kemampuan lulusan) jadi penting agar lulusan dapat bersaing dengan lulusan prodi sejenis dari negara lain, baik untuk pekerjaan di dalam negeri maupun di luar negeri.

Sistem dan mekanisme penjaminan mutu yang digunakan sebagai acuan dalam akreditasi internasional juga penting karena jika sistem dan mekanisme itu dapat diadopsi dan diimplementasikan dengan baik,  mutu prodi dapat ditingkatkan secara berkelanjutan. Branding juga penting, terutama untuk  tarik minat calon mahasiswa baru.

Di era globalisasi, standarisasi outcomes (kemampuan lulusan) jadi penting agar lulusan dapat bersaing dengan lulusan prodi sejenis dari negara lain, baik untuk pekerjaan di dalam negeri maupun di luar negeri.

Dari 3.762 prodi di seluruh Indonesia yang terakreditasi nasional (BAN-PT) dengan peringkat A, hanya sekitar 10,5 persen   terekognisi internasional. Apakah akreditasi internasional atau sertifikasi AUN-QA masih diperlukan? Jawabannya berpulang kepada PT. Apakah akreditasi itu sejalan dengan visi-misi dan tujuan PT?

Apakah prodi itu perlu pengakuan akan standar outcomes-nya,  apakah prodi itu masih perlu branding untuk menarik minat calon mahasiswa baru, atau  prodi itu hanya perlu verifikasi bahwa penjaminan mutunya telah berjalan dengan baik? Pilihan-pilihan ini perlu dipertimbangkan dengan matang dan bijaksana.

Apapun pilihannya, outcomes based education adalah suatu keniscayaan agar prodi dapat menghasilkan lulusan yang dapat berkompetisi secara global dan prodi dapat membangun sistem penjaminan mutu yang terstruktur dan terukur. Di atas semua itu, tentunya keberadaan prodi  harus dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, bangsa dan negara, khususnya dalam rangka menyediakan SDM unggul dan bermutu.