Laporan harian ini sejak Senin (2/9/2019) hingga kemarin memperlihatkan, di banyak desa orang-orang muda menjadi penggerak perubahan. Mereka optimistis, pekerja keras, dan ingin maju. Hal lain, mereka bekerja tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk komunitas di lingkungan mereka.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Warga Desa Gelaranyar, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mengolah nira menjadi gula semut aren, Sabtu (17/8/2019). Berkat internet, gula aren dari desa itu dipasarkan BUMDes lewat media sosial sehingga diburu pembeli dari luar daerah, seperti Bandung, Bekasi, dan Sumedang.

Mereka memanfaatkan kebutuhan dan potensi desa, seperti diperlihatkan dari hasil kuliah kerja nyata (KKN) 5.372 mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) di 107 kabupaten/kota di 32 provinsi. Orang-orang muda di desa-desa tersebut ada yang menggerakkan desa wisata, mengajak komunitas bertani, hingga membuat gerakan literasi.

Yang dibutuhkan oleh orang-orang muda ini hanya kesempatan dan kepercayaan. Kesempatan dapat datang dari perangkat desa maupun dari ketersediaan teknologi, mulai dari yang tepat guna hingga teknologi digital.

Teknologi pengukuran cuaca sederhana, misalnya, membantu petani menentukan cuaca dan iklim. Dua hal itu sangat memengaruhi kuantitas dan kualitas produksi pertanian, terutama untuk produk bernilai tinggi, seperti hortikultura.

Teknologi internet, seperti pengalaman di banyak negara berkembang, sangat membantu warga perdesaan sebagai alat meningkatkan produktivitas. Teknologi internet dalam aplikasi sederhana percakapan, seperti Whatsapp, memungkinkan petani sebagai produsen produk pertanian dan peternakan atau warga desa wisata berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau mengikuti perkembangan harga sehingga dapat mengatur produksi. Nilai tambah pun sebagian besar menjadi milik mereka.

KOMPAS/SAMUEL OKTORA

Menyortir – Seorang pekerja sedang menyortir cabai yang akan dikirim ke sejumlah daerah, maupun ke gudang perusahaan daring, Sayurbox di sekretariat Gabungan Kelompok Tani Panggupay, Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (19/8/2019).

Munculnya ketokohan orang-orang muda perdesaan memberi harapan besar kemajuan dan kesejahteraan yang lebih merata. Bukti empiris tersebut dapat mengikis rasa pesimistis ketika data statistik memperlihatkan desa selalu tertinggal dibandingkan dengan kota dalam kedalaman dan keparahan kemiskinan.

Beragam pengalaman KKN mahasiswa UGM memperlihatkan menonjolnya jiwa kewirausahaan orang-orang desa, membuat mereka mampu menciptakan peluang usaha dan lapangan kerja dari sumber daya di desa. Jika proses terbentuknya orang-orang muda mandiri ini dapat direplikasi di desa-desa lain, sebagian persoalan penciptaan lapangan kerja berkualitas telah terpecahkan. Dana desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat menjadi pemicu percepatan keberhasilan apabila disertai dengan pendampingan.

Orang-orang muda penggerak perubahan dan komunitas di desa mereka mengingatkan pada pendapat Raghuram Rajan dalam The Third Pillar (2019). Komunitas di akar rumput dapat menjadi penyeimbang dua pilar lain: negara dan bisnis atau pasar. Keseimbangan di antara ketiganya diyakini akan melahirkan masyarakat yang lebih adil, demokratis, dan sejahtera secara berkelanjutan.

KOMPAS/ SAMUEL OKTORA