Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 01 Mei 2012

Jangan Terlena dengan Pujian Kerukunan

Pujian dan apresiasi tentang keberhasilan kerukunan yang datang dari berbagai pihak, tidak boleh membuat Indonesia terlena, tetapi harus tetap mawas diri, karena kerukunan umat beragama bukan merupakan sesuatu yang stagnan dan final, kata Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Prof. Dr. H. Achmad Gunaryo, M.Soc.Sc.
Gunaryo menyatakan hal itu di hadapan para pejabat Kementerian Agama se-Indonesia pada rapat Optimalisasi Program Kerja PKUB dan Kantor Wilayah Kementerian Agama seluruh Indonesia di Manado, Selasa.
Ia menjelaskan, kerukunan terus mengalami perubahan, kadang sangat sederhana tetapi pada kondisi tertentu sangat kompleks terkait dengan berbagai dinamika kehidupan sosial yang berkembang. Kepekaan terhadap dinamika kehidupan sosial masyarakat terkait kerukunan tersebut yang harus dimiliki oleh kita semua yang memiliki kepedulian dalam menjaga dan melestarikan kerukunan. Tantangan terhadap kerukunan ternyata tidak semakin berkurang seiring dengan kondusifnya suasana kerukunan itu sendiri, melainkan justru makin bertambah. Selain permasalahan seputar rumah ibadat, penyiaran agama, penodaan agama.
"Secara nyata kita dapat menyaksikan merebaknya berbagai paham keagamaan yang keluar dari arus pemahaman 'arus utama' (mainstream) yang sedikit banyak akan berpengaruh terhadap wajah kerukunan. Pada titik tertentu kondisi ini tidak menimbulkan masalah," ia menjelaskan.
Tetapi, ia melanjutkan, manakala ekspresi keagamaanya berbenturan dengan sistem dan paham keagamaan mainstream secara tajam baru akan menimbulkan permasalahan.
Ekspresi keagamaan terbaru yang keluar dari arus utama setidaknya dapat digolongkan dalam dua kutub ekstrem, kutub pertama dikenal dengan kutub radikalisme dan kutub kedua adalah liberalisme.
Kutub radikal ditandai dengan berbagai sikap fanatisme, dan yang paling berat adalah kelompok yang selalu mengatakan bahwa di luar dirinya adalah salah secara mutlak. Ekspresi yang berlebihan dari sikap ini dapat berpotensi mengganggu kerukunan.
Kutub ekstrem lain dikenal dengan sebutan paham keagamaan liberal.
Corak keagamaan liberal pada dasarnya sangat menghargai kerukunan dan multikulturalisme tetapi terjerumus pada sekulerisme, inklusifisme, dan pluralisme agama tanpa kendali yang jelas, katanya.
Sementara sekulerisme dipahami dengan menganggap bahwa agama itu tidak ada urusan dengan dunia maupun negara. Inklusifisme dipahamai secara sangat ekstrem dengan menganggap agama kita dan agama orang lain itu posisinya sama, saling mengisi, mungkin agama kita salah, agama lain benar. Tidak boleh mengakui bahwa agama kita saja yang benar," tuturnya.
Lebih-lebih lagi, ia mengatakan, faham pluralisme dipahami dengan menganggap semua agama itu sejajar, paralel, prinsipnya sama, hanya beda teknis.
Hal yang harus diwaspadai dalam corak keagamaan liberal ini adalah rusaknya nilai-nilai akidah dan sakralitas dari agama itu sendiri.
"Yang ingin kita tuju adalah kerukunan yang tidak perlu mengorbankan akidah dan kemurnian masing-masing agama," ujarnya.
(ANTARA)
Horas Indonesia Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger