Bapak Bangsa Mohammad Hatta pernah mengingatkan, "Kemerdekaan Indonesia hanya bisa langgeng dalam demokrasi."
Namun, jalan menuju demokrasi amat berliku. Indonesia telah menempuh riuh-rendahnya demokrasi sejak kemerdekaan dengan tatanan demokrasi multipartai, kegaduhan politik akibat model demokrasi "populis-otoritarian" era Presiden Soekarno, hingga developmental-authoritarian era Presiden Soeharto.
Amartya Sen menegaskan bahwa "Tak ada rakyat di negara demokrasi yang mengalami kelaparan", tetapi kita juga tahu bahwa demokrasi tidak selalu memicu kemakmuran. Mungkin juga beberapa negara menjadi makmur tanpa demokrasi, tetapi saya yakin bahwa dengan semakin tingginya pertumbuhan ekonomi, semakin kecil kemungkinan arah negara menyimpang dari tujuan demokrasi.
Tertempa gejolak demokrasi pascareformasi, Indonesia telah menumbuhkan dinamika demokrasi paling vibrant di Asia Tenggara. Laporan The Freedom House tahun 2011 menyebutkan, masyarakat Indonesia adalah satu-satunya yang "bebas" berdemokrasi di Asia Tenggara.
Ekonomi maju
Dalam bidang ekonomi, Indonesia kini menjadi negara anggota G-20. Kemajuan signifikan sudah diraih jika membandingkan angka tahun 2000 dengan 2010. Pertumbuhan ekonomi kita naik rata-rata 5,2 persen setahun dan hanya kalah dari India dan China. Pendapatan per kapita naik dari 2.120 dollar AS menjadi 4.190 dollar AS.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga melaporkan, penganggur bisa ditekan dari 12,63 juta (11,2 persen) menjadi 8,32 juta (7,1 persen). Penduduk miskin turun dari 47,97 juta (23,4 persen) menjadi 21,02 juta (12,5 persen). Jumlah kelas menengah naik dari 40 juta (19 persen) menjadi 130 juta (54,1 persen). Tingkat inflasi ditekan rata-rata menjadi 6 persen. Hal ini berkat pengelolaan ekonomi makro yang sehat disertai kebijakan pro-growth, pro-job, pro-poor dan pro-environment.
Agar bisa lestari, instalasi kepolitikan harus berpadanan dengan instalasi keamanan, sesuai konsep deklarasi HAM yang menempatkan kemerdekaan dan keamanan individu dalam satu kalimat. Artinya, pengelolaan keamanan harus memiliki relasi timbal balik dengan demokrasi. Maka jika bentuk dan karakter relasi negara dengan warga berubah di sektor keamanan, aparat harus mengupayakan pendekatan sosial dan hukum yang nonmiliteristik dalam penyelesaian konflik.
Upaya selanjutnya adalah pertama, sebisa mungkin mencegah konflik. Kedua, apabila telah terjadi konflik, pendekatan hukum dikedepankan. Ketiga, mendorong kesediaan saling memberi dan menerima untuk membangun kepercayaan. Keempat, mengaktifkan kepemimpinan di tingkat lokal. Kelima, manajemen pascakonflik untuk memelihara perdamaian dan mencegah keberulangan.
Penanganan terorisme
Penting juga saya menyinggung peran demokrasi dalam penanganan terorisme di Tanah Air. Kurun 2000-2012 telah terjadi 234 tindak pidana terorisme. Selain program deradikalisasi dan kerja sama internasional, Indonesia juga memilih strategi penegakan hukum yang lebih sulit dibanding extrajudicial.
Untuk mengungkap terorisme, semua kasus harus dibuktikan secara hukum dan perlu cukup bukti untuk mendakwanya. Bukan hanya berani saat menangkap, pemerintah juga membebaskan mereka bila tidak cukup bukti. Inilah aplikasi demokrasi yang menjunjung hak asasi manusia. Hingga kini, 732 tersangka terorisme ditangkap.
Maka karakter demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang mampu mentransformasikan konflik menuju konsensus dan perdamaian, demokrasi yang menyumbang harmoni. Indonesia yang demokratis, aman, dan kuat secara ekonomi, akan berkontribusi pada stabilitas dan harmoni kawasan dan dunia.
Indonesia dengan kemajuan ekonomi dan politik saat ini juga berperan aktif menyelesaikan masalah-masalah di ASEAN, termasuk Myanmar. Dalam KTT ASEAN ke-21 di Pnom Penh, Kamboja, Indonesia ikut mendorong lahirnya ASEAN Human Rights Declaration, berikut mendirikan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation.
Kita semua telah memilih demokrasi sebagai jalan hidup. Agar praktik demokrasi semakin dewasa, ia harus berdampak positif bagi kualitas hidup rakyat. Untuk itu, dua hal penting perlu dilakukan. Pertama, demokrasi harus melahirkan institusi publik yang efektif dan bertata kelola baik. Kedua, demokrasi harus melibatkan partisipasi publik dalam pembentukan dan pengawasan kebijakan publik.
Demokrasi meniscayakan ruang dan kesempatan yang lebih luas untuk memperbaiki diri.
Djoko Suyanto Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
(Kompas cetak, 13 Des 2012)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar