Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 01 Maret 2013

Macam Apakah Anggota DPR RI?


Judul di atas berakhir tanda tanya. Maknanya jelas. Skeptis! Salah satu faktor, membolosnya 267 orang dari 560 anggota dari Paripurna DPR, 26 Februari.

Mangkir atau membubuhkan tanda tangan lantas ngacir dari sidang sama saja membolos. Alasannya macam-macam. Belakangan ini alasan rapat partai. Jamak anggota parlemen pintar bicara (parle), ujung-ujungnya pembenaran.

Kasus mbolos-nya anggota DPR menambah daftar perilaku tercela selama ini. Tidak hanya kasus korupsi yang sebagian divonis pengadilan, sebagian masih dalam proses, tetapi juga perilaku "aneh" lainnya. "Aneh" tidak dalam sisi terpuji, tetapi tercela, seperti menonton film porno dan tidur nyenyak sambil rapat. Apa yang terjadi, antiklimaks pameran perilaku tak terpuji wakil rakyat kita. Juga membenarkan asumsi wajah DPR hasil Pemilu 2009 itu sekadar sosok "menjanjikan". Padahal, yang masuk, 65 persen lebih adalah wajah baru berusia 25-50 tahun, yang tentunya menjanjikan penyegaran.

Menurut penelitian Litbang Kompas, Februari 2009, tak kurang dari 90 persen anggota DPR lulusan perguruan tinggi: 49,5 persen lulusan S-1 serta 41,1 persen lulusan S-2 dan S-3. Kinerja DPR selama ini membenarkan kesimpulan penelitian itu, "rakyat jangan berharap banyak" dan belum tentu mereka membawa kepentingan rakyat.

Kritik dan masukan disampaikan bertubi-tubi, sering bahkan sarkastis. Pelesir ke luar negeri, menggangsir anggaran, kasus korupsi yang melibatkan wakil rakyat seolah-olah tinggal daftar yang identik dengan tugas berat mereka. Kritik bertekuk lutut. Majal sudah!

Saat ini sepuluh parpol yang dinyatakan sebagai peserta Pemilu 2014 mulai berburu calon anggota legislatif. Tolong titip, jangan popularitas dan uang mendominasi, tetapi seberapa jauh rekam jejak calon menempatkan diri sebagai bagian dari rakyat. Paradigma dan upaya menjadi bagian dari rakyat sekarang lain, tidak harus seperti almarhum Ki Soeratman, anggota DPR tahun 1970-1980-an, yang ke mana pun pergi naik kendaraan umum. Kemewahan barangkali tidak dengan sendirinya mematikan semangat dan upaya dekat dengan rakyat. Namun, dalam sejumlah kasus, terlihat anggota DPR dan lembaganya semakin dirasakan jauh dari rakyatnya.

Taruhlah contoh tugas legislasi, dari 69 RUU hanya 30 yang selesai tahun 2012, menunjukkan rendahnya kinerja. Tidak hanya dari sisi jumlah, tetapi juga kualitas. Banyak UU yang dihasilkan dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Banyak RUU yang digarap dengan semangat kebat-kliwat, mendorong skeptisisme rendahnya mutu wakil rakyat periode 2009-2013, walau diakui ada anggota yang baik.

Adakah harapan? Sama seperti di sisi eksekutif, waktu yang tinggal setahun sebaiknya untuk kejar setoran menebus kesalahan. Tidak dengan menumpuk kekecewaan rakyat demi mengungkungi kedudukan dan menangguk uang, tetapi dengan keputusan, sikap, dan tindakan mendahulukan kepentingan rakyat, yang prorakyatlah, dan hentikan kegemaran melukai hati rakyat.

(Tajuk Rencana Kompas, 1 Maret 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger