Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 11 April 2013

Inovasi Fiskal untuk Angkutan Umum Massal (Harun al-Rasyid Lubis)

Oleh Harun al-Rasyid Lubis

Dulu, ketika kurs dollar AS Rp 2.500 dan pendapatan negara dari BBM booming, kita tidak berhasil membangun sistem angkutan umum massal di kota-kota di Tanah Air.

Kini, situasi sudah lain. Dilema subsidi BBM membuat defisit anggaran membengkak, kapasitas fiskal untuk belanja modal semakin terbatas. Sekalipun subsidi BBM dihapus, tanpa inovasi kebijakan fiskal yang berpihak, sulit membayangkan bagaimana kita dapat membangun sistem angkutan umum massal (SAUM) secara merata di kota-kota besar di Tanah Air.

Masih menggantung

MRT Jakarta saja masih menggantung alias "masih rapat terus". Ada apa dan apa yang salah? Monorel sama saja, masih mangkrak! Mengapa? Alasan singkatnya, proyek-proyek itu tak disiapkan secara matang dan/atau kapasitas lembaga eksekutornya tidak siap mengimplementasikannya.

Kegagalan pembangunan SAUM perkotaan mencerminkan kegagalan proses demokrasi. Sebab, mekanisme perencanaan dan pengambilan keputusan tidak memungkinkan terakomodasinya tuntutan mayoritas penduduk kota yang mendambakan pelayanan angkutan umum yang layak, baik sebagai pejalan kaki, pengguna angkutan umum, maupun pengendara sepeda. Di satu sisi, para pembuat kebijakan sudah sangat khawatir terhadap tingkat pertumbuhan kemacetan dan polusi, tetapi di sisi lain kebijakan transportasi kota masih terus mendorong pemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor).

Investasi infrastruktur SAUM sangatlah padat modal dan pada umumnya dianggap tertanam (sunk cost), tak perlu dikembalikan. Bagi negara berkembang, investasi ini sering kali memerlukan pinjaman luar negeri jangka panjang dengan bunga rendah. Ketika bus atau kereta api dioperasikan, juga dibutuhkan subsidi agar berkelanjutan.

Sebagai proyek sektor sosial, tarif harus tetap terjangkau. Mengandalkan pendapatan dari tarif dan properti saja tidaklah mungkin menutupi keseluruhan biaya operasi. Karena itu, menyiapkan proposal pengoperasian SAUM yang viable dan bankable bukanlah hal mudah jika tanpa dukungan pemerintah.

Namun, terlepas dari semua tantangan itu, SAUM wajib dan harus tetap dibangun, khususnya di koridor-koridor yang memiliki pergerakan orang yang tinggi dan padat penduduk. Tak dapat dibayangkan apa yang akan terjadi nanti terkait makin parahnya dampak urbanisasi penduduk ke perkotaan. Tanpa keberadaan SAUM yang andal di kemudian hari, vitalitas bisnis kota dipastikan mandek dan mati pelan-pelan. Kota dengan populasi lebih dari satu juta jiwa sudah pantas memiliki angkutan umum massal bus, dan jika berpenduduk lebih dari tiga juta pantaslah memiliki SAUM berbasis rel.

Realisasi SAUM perkotaan kita sungguh sudah sangat terlambat. Masalah utamanya masih berkutat soal pendanaan. Sebelum pemerintah pusat dan daerah bersama-sama mencurahkan dana yang berkecukupan untuk pengembangan SAUM, pelayanan angkutan umum akan terus penuh sesak, tidak aman, tidak andal, dan tidak nyaman.

Inovasi kebijakan

Dengan keterbatasan anggaran publik, sumber pendanaan tambahan harus diadakan lewat inovasi fiskal. Sebut saja dana khusus transportasi kota. Dana khusus ini dapat dihimpun dari beragam sumber dan pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung turut menikmati manfaat adanya pelayanan angkutan umum.

Modelnya bisa diwujudkan dalam beragam bentuk. Pemilik lahan, properti, dan bisnis serta retail di sepanjang jalur dan stasiun SAUM dapat dikenai bea untuk menutupi sebagian biaya operasi angkutan umum. Juga sumber lewat prinsip "yang buat polusi bayar", seperti fuel levy (bea lain selain pajak BBM), jalan berbayar (road pricing), dan pajak karbon. Semua itu memang masih terasa amat asing sehingga perlu diatur dan disosialisasikan dalam kebijakan fiskal.

Perancis dan Jepang termasuk negara yang berhasil memanfaatkan beragam pendanaan ini dalam pengembangan angkutan massal mereka. Di Amerika Serikat, di tengah krisis global saat ini, timbul kesadaran untuk mengembangkan angkutan umum massal. Namun, upaya meniru dan mengembangkan kebijakan pendanaan SAUM ala Perancis ini masih terus diupayakan dan berlanjut di negeri "Paman Sam". Banyak negara lain di dunia telah menggunakan inovasi fiskal untuk membiayai transportasi publik mereka. Dana disimpan ke dalam akun escrow yang dikelola badan fiskal bersama otoritas transportasi kota.

Pendapatan dari bea-bea tersebut akan ditujukan khusus untuk perbaikan kondisi transportasi perkotaan, termasuk memelihara jalan, fasilitas pejalan kaki dan bersepeda, termasuk fasilitas pelayanan bus dan angkutan umum berbasis rel. Kita semua sangat berharap kepada Kementerian Keuangan melalui Badan Kebijakan Fiskal untuk memulai mengagendakan secara serius upaya-upaya ekstensifikasi pajak dan retribusi bagi pemberdayaan angkutan umum. Hanya dengan upaya itu, kita dapat menghindari pemeo klasik bahwa MRT singkatan dari "masih rapat terus".

Harun Al-rasyid Lubis Dosen FTSL ITB; Chairman Infrastructure Partnership and Knowledge Center

(Kompas cetak, 11 April 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger