Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 15 Juli 2013

Krisis Keuangan, Pendekatan Hukum (Indriyanto Seno Adji)

Oleh: Indriyanto Seno Adji

Sudah berminggu- minggu terjadi pelemahan nilai rupiah. Ini tentunya berdampak pada sistem moneter, khususnya sistem keuangan Indonesia.
Salah satu pemicu adalah jatuhnya indeks saham di pasar modal hampir di semua kawasan, seperti Jepang, Singapura, dan Hongkong, yang kemudian berpengaruh pada Indeks Harga Saham Gabungan. Pemicu lainnya, seperti diungkap Chatib Basri, adalah kebijakan The Fed, bank sentral di Amerika Serikat, untuk mengurangi likuiditas yang beredar (quantitative easing atau pelonggaran likuiditas), selain adanya kenaikan harga bahan bakar minyak.

Koordinasi pemerintah dengan Bank Indonesia bertujuan mengantisipasi dan mencegah melemahnya nilai rupiah secara ekstrem dan anjloknya harga saham. Namun, krisis keuangan juga bersifat non-quasi, artinya krisis keuangan tidak saja bersentuhan dengan ekonomi, tetapi juga dengan hukum.

Makna krisis keuangan secara komprehensif memang tidak dapat ditemukan definisinya. Dr Maria Sutopo Conboy MBA mengatakan, tidak mungkin ada definisi baku atas krisis keuangan karena setiap negara memiliki sistem politik, sosial, dan ekonomi yang berbeda.

Pemahaman yang dapat diterima adalah pelemahan nilai rupiah sebagai akibat dari capital systemic crisis akan memengaruhi keseluruhan sistem keuangan negara, seperti sektor asuransi, dana pensiun, perbankan, lembaga pembiayaan, dan jasa keuangan. Jadi, salah satu sumber utama krisis keuangan adalah krisis pasar modal yang sistemis.

Kebijakan antisipasi
Krisis keuangan non-quasi ini sebenarnya masuk dalam kategori kondisi yang abnormal sehingga untuk mengantisipasi melemahnya nilai rupiah yang berdampak pada capital systemic crisis perlu suatu kebijakan regulasi ataupun kebijakan aktif (diskresioner) lewat koordinasi pemerintah dengan Bank Indonesia.

Namun, dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui UU Nomor 21 Tahun 2011 sesuai Protokol Koordinasi, penanganan krisis keuangan dalam kondisi abnormal atas pelemahan nilai rupiah harus cepat dan tegas melalui multikelembagaan, yaitu Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Tujuannya, untuk menghindari public rush (kepanikan masyarakat).

Kebijakan multikelembagaan yang dimaksud adalah peran FKSSK (Menteri Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan LPS) untuk segera mengupayakan pencegahan dan penanganan krisis keuangan atas pelemahan nilai rupiah. Dengan demikian, ada dua disiplin ilmu dalam persoalan pelemahan nilai rupiah, yaitu ilmu ekonomi atas krisis keuangan dan ilmu hukum terhadap kelembagaan yang mengeluarkan kebijakan aktif (diskresioner) tersebut.

Memang dapat dimaklumi, kehati-hatian pemerintah dan BI atas kebijakan nanti akan bersentuhan dalam wujud kriminalisasi kebijakan sehingga kedua lembaga membatasi kebijakan dalam bentuk koordinasi saja.

Selain itu, tidak tanggap bergeraknya FKSSK untuk mengeluarkan kebijakan pencegahan dan penanganan krisis ini adalah pengalaman buruk KSSK terhadap kebijakan bail out Bank Century yang berujung dugaan KPK atas kriminalisasi kebijakan yang berbau koruptif.

Kebijakan aktif (diskresioner) bersifat urgen, darurat dan instan tak dapat diukur dengan kondisi normal, karena suatu diskresioner justru harus diterbitkan dalam kondisi tidak normal, yaitu krisis keuangan yang berdampak sistemis. Permasalahannya, bagaimana menilainya?

Pemahaman keberadaan regulasi dan kebijakan aktif (diskresioner) oleh aparatur negara, seperti halnya FKSSK ataupun koordinasi pemerintah dengan BI, haruslah memenuhi prinsip kepastian hukum (legal certainty) dan keadilan (justice for the people), serta perkembangan yang pesat dan bersifat imperatif. Sifat imperatif atas prinsip kemanfaatan (benefit for the people) merupakan pengaruh globalisasi ekonomi terhadap permasalahan hukum. Prinsip benefit ini merupakan pengembangan metode cost benefit analysis (CBA) atas suatu kebijakan.

Ikuti dinamisasi
Pemahaman hukum (pidana) selalu mengikuti gerak dinamisasi masyarakat berdasarkan, tempat (place), waktu (time), dan ruang (space). Permasalahan hukum atas kebijakan yang berdampak ada tidaknya kriminalisasi memerlukan suatu analisis ekonomi terhadap masalah hukum yang dikenal economic analysis of law (EAL) dan diperkenalkan antara lain oleh Prof Richard A Posner, Guru Besar University of Chicago Law School dan Hakim Tinggi US Court of Appeals for the Seventh Circuit.

Teori EAL dengan metode regulatory impact analysis (RIA) ini akan menilai apakah suatu regulasi ataupun kebijakan (diskresioner) dilakukan suatu pendekatan hukum secara kaku atau menggunakan EAL sebagai sisi ekonomi. Sebagaimana ditegaskan Dr Maria Sutopo, dengan pendekatan EAL yang mendasari adanya value (nilai), utility (kemanfaatan) dan efficiency (efisiensi), kebijakan antisipasi atas kondisi abnormal ini menempatkan pelaku ekonomi pada posisi benefit yang tinggi dalam menjalankan pasar dibandingkan cost atas kebijakan yang dikriminalisasi tersebut.

Misalnya, kebijakan BI melakukan intervensi untuk mengatasi pelemahan nilai rupiah ataupun intervensi pemerintah atas penjualan Surat Utang Negara (SUN) bermanfaat besar bagi masyarakat dan negara. Maka, meskipun berakibat cadangan devisa merosot 2,12 miliar dollar AS, penegak hukum (Kejaksaan Agung, Polri, atau KPK) tidak diharapkan menetapkan kemerosotan itu sebagai kerugian negara dalam ujud kriminalisasi kebijakan yang koruptif.

Pendekatan EAL adalah sesuai asas kemanfaatan (benefit) yang tujuan akhirnya adalah social welfare maximization (kesejahteraan masyarakat). Pada dasarnya, tujuan utamanya evaluasi hukum dengan mengacu pada metode eksternal, yaitu biaya hukum dan manfaat. Artinya, memaksimalkan manfaat (benefit) dan meminimalkan biaya.

Menganalisis permasalahan hukum melalui pendekatan ekonomi terhadap krisis keuangan akan mempertahankan hukum (pidana) sebagai ultimum remedium (senjata akhir). Dengan demikian, kebijakan (diskresioner) dari otoritas keuangan negara untuk mengantisipasi krisis tidak terbelenggu kekhawatiran dugaan kriminalisasi kebijakan.

Indriyanto Seno Adji
Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Hukum UI Bidang Studi Ilmu Hukum

(Kompas cetak, 15 Juli 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger