Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 04 September 2013

Progresivitas Jaksa KPK (Tajuk Rencana Kompas)

Langkah progresif jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menuntut terdakwa Irjen Djoko Susilo belum sepenuhnya dikabulkan majelis hakim.
Hari Selasa, 3 September 2013, majelis hakim menghukum mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri itu dengan hukuman sepuluh tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Namun, majelis menolak menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik Djoko dan menolak mengabulkan keharusan Djoko membayar uang pengganti Rp 32 miliar.

Kasus korupsi di Korps Lalu Lintas Polri merupakan kasus besar dengan aktor yang besar pula. Wajar jika kasus itu menarik perhatian publik karena kasus itu juga ditandai ketegangan antara Mabes Polri dan KPK. Kedua lembaga itu berebut kewenangan menyidik kasus itu. Syukurlah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan dan menyatakan kasus korupsi di Korps Lalu Lintas ditangani KPK. Kasus korupsi dalam pengadaan alat simulasi kemudi SIM itu merugikan negara Rp 121,8 miliar.

Setelah memeriksa lebih dari 100 saksi dan menelusuri aset milik Djoko yang diatasnamakan orang lain, KPK menuntut Djoko dengan tuntutan progresif. Kita hargai langkah itu untuk membuat jera koruptor. Dalam tuntutannya, jaksa dari KPK menuntut Djoko dengan hukuman 18 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp 32 miliar, dan mencabut hak politik Djoko.

Namun, dalam putusannya, majelis memvonis Djoko dengan hukuman sepuluh tahun penjara, menyita untuk negara sebagian barang bukti harta milik Djoko yang terkait dengan perkara.

Mengenai tuntutan pencabutan hak politik Djoko sebagai pidana tambahan—suatu tuntutan yang baru pertama kali diajukan jaksa dalam pemberantasan korupsi—tidak dikabulkan. "Dengan dihukum lama, akan terseleksi sendiri," demikian majelis yang diketuai Suhartoyo.

Penasihat hukum Djoko banding. Adapun jaksa KPK menyebut putusan hakim di luar ekspektasinya, terutama menyangkut tak dikabulkannya uang pengganti.

Dalam putusannya, majelis meyakini bahwa dalam kurun 2003-2010, Djoko terbukti melakukan pencucian uang karena aset yang dikumpulkan selama periode tersebut tak sesuai dengan penghasilan yang diterima Djoko sebagai anggota Polri. Begitu juga dengan periode 2010-2012. Soal pengusutan pencucian uang, majelis menyatakan, KPK berhak menangani kasus pencucian uang sebelum tahun 2010.

Putusan hakim haruslah dihormati! Kita berharap putusan progresif yang bisa menangkap rasa keadilan masyarakat bisa hadir dalam persidangan korupsi dan menjadi yurisprudensi. Bangsa yang belum satu suara memberantas korupsi ini membutuhkan putusan progresif yang bisa memandu bangsa ini memberantas korupsi. Tugas KPK juga belum selesai, termasuk menelusuri ke mana larinya uang korupsi korps lalu lintas karena hakim telah memberi kunci masuk kepada KPK untuk menelusurinya.

(Tajuk Rencana Kompas, 4 September 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger