Sebagian besar utang tersebut, yaitu 18,894 miliar dollar AS, adalah utang swasta dan sisanya utang pemerintah. Pembayaran utang tersebut dikhawatirkan menekan nilai tukar rupiah dalam situasi pasar valas yang ketat.
Pembayaran utang memiliki pola musiman tetap setiap tahun dan karena itu, pengaruhnya terhadap rupiah seharusnya tidak perlu menjadi kekhawatiran. Apalagi pembayaran utang pada September 2013 menunjukkan kecenderungan melambat, yaitu tumbuh 6,7 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu (year on year). Sementara pertumbuhan utang luar negeri periode Januari-Agustus 2013 sebesar 8,8 persen (year on year).
Total utang luar negeri Indonesia per September 2013 259,9 miliar dollar AS, setara dengan 29,2 persen produk domestik bruto, besaran yang masih dianggap aman. Dalam kondisi di luar krisis keuangan, utang Indonesia pernah mencapai rasio tertinggi 31,76 persen pada tahun 2009. Selain itu, cadangan devisa Indonesia per September 2013 sebesar 95,7 miliar dollar AS, cukup untuk membiayai impor dan utang pemerintah selama 5,3 bulan.
Apabila dikaitkan dengan neraca pembayaran Indonesia, perhatian harus diberikan pada defisit transaksi berjalan. Harga komoditas primer perkebunan, mineral, dan tambang yang merosot di pasar dunia tidak mampu menutup defisit perdagangan karena impor, terutama bahan bakar minyak, yang tidak banyak menurun dan menjadi beban neraca pembayaran. Defisit perdagangan juga terjadi karena impor barang hasil industri berteknologi menengah dan tinggi yang terus meningkat.
Utang dalam perekonomian bukan hal tabu. Apabila dimanfaatkan untuk sektor produktif, akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, penyerapan lapangan kerja, dan peningkatan kualitas hidup.
Selama Juli-Agustus 2013, misalnya, utang luar negeri sektor manufaktur meningkat, digunakan terutama untuk perluasan industri manufaktur. Yang harus ditelisik lebih lanjut, apakah utang tersebut digunakan untuk industri yang menggunakan teknologi dan inovasi sehingga memberi nilai tambah tinggi dan berdaya saing, industri yang menyerap banyak tenaga kerja, seperti industri di sektor pertanian, serta industri yang ditujukan untuk ekspor.
Oleh karena itu, menjadi penting dukungan kebijakan pemerintah dalam mendorong investasi di sektor-sektor riil yang cocok bagi Indonesia. Meskipun dampaknya belum akan terasa instan, transformasi ekonomi harus dimulai saat ini.
Selain itu, pemerintah dan Bank Indonesia perlu duduk bersama untuk mendefinisikan kembali makna devisa bebas. Tidak dalam arti menghambat lalu lintas devisa, tetapi mendorong agar para eksportir yang mengekspor produk yang dihasilkan dari bumi Indonesia menaruh valasnya di dalam negeri.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003307459
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:
Posting Komentar