Mungkin ia mendramatisasi, tetapi memang dalam riwayat perusahaan penerbangan, tidak sedikit maskapai yang—meski sekali waktu pernah berjaya, seperti PanAm— lalu meredup, bahkan bangkrut.
Siapa sangka pula bahwa maskapai flag carrier kita, Garuda Indonesia, yang selama kurun waktu 1990-an dirundung kerugian, pada dekade kedua abad ke-21 tumbuh menjadi salah satu maskapai yang sering mendapat penghargaan, baik karena kinerja keuangannya maupun performa layanannya. Prestasi ini lebih membanggakan lagi karena itu dicapai justru ketika maskapai layanan penuh seperti Garuda tengah dikepung oleh tumbuhnya maskapai biaya murah (budget airline) lokal dan regional.
Di tengah dinamika pasang-surut bisnis penerbangan inilah kita mendengar berita tentang makin memburuknya kinerja Merpati. Salah satu dampaknya adalah layanan angkutan udara yang vital bagi masyarakat di Nusa Tenggara Timur, diberitakan memburuk.
Kita menduga, pembatalan layanan penerbangan Merpati ke sejumlah tujuan merupakan puncak gunung es dari problem yang dihadapi oleh maskapai BUMN yang suatu saat di masa lalu pernah berbagi rute dengan Garuda ini.
Merpati yang didirikan pada 1962 sesungguhnya punya potensi besar untuk tumbuh menjadi salah satu pilar industri angkutan udara sipil yang berprospek cerah. Amat menyedihkan jika akhir tragis yang justru dihadapi.
Dari pemberitaan yang kita ikuti selama ini, maskapai ini dari waktu ke waktu terus terlilit pelbagai masalah, ada yang mengaitkan dengan salah kelola, lalu utang yang terus membengkak. Pada akhirnya, gaji karyawan pun sulit terbayarkan dan karena utang sudah banyak, Pertamina pun enggan memasok bahan bakar avtur untuk pesawat Merpati kecuali ada pembayaran tunai.
Di tengah karut-marut seperti ini, simtom yang ada memang pembatalan penerbangan. Namun, sesungguhnya dari situ saja ada problem manajemen dan operasional yang serius.
Sesungguhnya dalam situasi semacam ini, ada baiknya Merpati menghentikan sementara seluruh layanan, menunggu hingga ada kejelasan penyelesaian yang lebih tuntas. Kita khawatir masalah yang melilit perusahaan mengganggu konsentrasi operasional.
Kita, sebagaimana Kementerian BUMN, belum tahu bagaimana harus menyelesaikan masalah Merpati. Jika melihat bagaimana maskapai lain begitu antusias mengembangkan sayap menggarap potensi pasar angkutan udara, Merpati masih punya peluang. Namun, jelas untuk itu diperlukan jago manajemen dan tekad kuat dari pemerintah cq Kementerian BUMN dan Merpati sendiri untuk menaklukkan problem yang melilit amat dalam di tubuh maskapai ini.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004502092
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar