Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 23 April 2014

TAJUK RENCANA Menanti Langkah Lanjutan (Kompas)

MENGEJUTKAN! Itulah kesan sebagian orang mendengar pengumuman KPK yang menetapkan Ketua BPK sebagai tersangka.

Senin, 21 April 2014, Hadi Poernomo mengakhiri masa tugasnya sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dijabatnya sejak 26 Oktober 2009 hingga 21 April 2014. Hadi pensiun sebagai Ketua BPK. Dia pun berpamitan dan memberikan penjelasan kepada karyawan BPK. Beberapa jam kemudian, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengumumkan status Hadi sebagai tersangka. Hadi menjadi tersangka untuk kasus pajak Bank Central Asia yang ditanganinya saat Hadi menjabat Dirjen Pajak Kementerian Keuangan pada 2004. KPK memperkirakan negara dirugikan Rp 375 miliar.

Kita anggap kasus itu mengejutkan karena sejauh ini tak pernah terdengar cerita atau berita bahwa KPK sedang menyelidiki kasus pajak yang melibatkan Hadi. Kendati demikian, Bambang Widjojanto menegaskan, penetapan Hadi sebagai tersangka tak terkait dengan peristiwa apa pun. Penyelidikan kasus itu sudah ditangani sejak Desember 2013. Sebelumnya, ada pengaduan masyarakat terhadap kasus itu yang masuk ke KPK pada 2013 (Kompas,
22 April 2014).

Berbagai spekulasi mengemuka dengan penetapan tersangka kasus pajak itu. Berbagai fakta yang terungkap, termasuk kiprah BPK dalam mengaudit sejumlah kasus besar, terbuka dianalisis dan ditafsirkan oleh sejumlah pihak. Namun, kita tetap meyakini, KPK tidak akan gegabah menetapkan Hadi sebagai tersangka tanpa dukungan alat bukti apa pun. Pemeriksaan oleh KPK harus diteruskan karena dalam UU Tindak Pidana Korupsi, KPK tidak punya kewenangan menghentikan penyidikan. Artinya, kasus pajak yang melibatkan Hadi akan dibuka di pengadilan.

Penetapan tersangka Hadi semasa menjadi Dirjen Pajak memberikan pesan bahwa kasus-kasus korupsi masa lalu, termasuk yang terjadi 10 tahun lalu, bisa dibuka dan dimintai pertanggungjawaban di pengadilan. Sampai di sini, kita pun bisa mempertanyakan bagaimana sebenarnya mekanisme seleksi pejabat publik di DPR.

Pada 11 November 2009, Komisi IX DPR memilih Hadi sebagai anggota BPK dan memperoleh 43 suara, sampai kemudian Hadi memimpin BPK. Apakah itu berarti DPR gagal mengidentifikasi rekam jejak seorang calon pejabat publik? Kasus itu memberikan pelajaran, betapa pentingnya kita semua, termasuk masyarakat, menginvestigasi rekam jejak seseorang sebelum mereka maju dalam pencalonan pejabat publik dan memilih pejabat publik.

Kita apresiasi pernyataan Hadi yang menyatakan akan mengikuti proses hukum KPK. Biarlah hukum berjalan dengan semestinya dengan memberikan ruang kepada KPK untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dalam kasus pajak pada 2003 tersebut, termasuk bagi Hadi untuk menyampaikan pembelaan.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006211304
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger